Pada saat mata pelajaran pengantar filsafat, dosen membagikan kertas gambar dan meminta para mahasiswanya untuk menggambar pemandangan. Cukup dengan peralatan tulis yang ada. Boleh bolpen atau pencil.
Hasilnya mudah ditebak. Terlepas dari proporsi dan presisi bentuk, secara keseluruhan gambar yang dibuat sangat mainstream. Yaitu gunung, matahari, pepohonan, sawah, ditambah dengan jalan. Hanya satu orang yang gambarnya berbeda. Dia menggambar pantai lengkap dengan pohon kelapanya.
Contoh di atas menunjukkan bahwa imajinasi seseorang terhadap sesuatu -dalam hal ini gambaran suatu pemandangan- tergantung pada pemahaman dari memori yang dia terima. Mereka yang hidup di gurun, tentu akan membuat pemandangan padang pasir dengan oase yang dikelilingi oleh pohon-pohon kurma.
Begitu pun gambaran lain yang terkait dengan kepercayaan terhadap hal-hal yang klenik atau mitos seperti hantu dan makhluk halus. Orang Jepang tentunya punya gambaran berbeda dengan yang dipercaya oleh orang Jawa. Juga antara orang India atau orang Belanda, semua memiliki gambaran sendiri.
Sekalipun merupakan imajinasi, gambaran yang diserap dari keyakinan yang bersifat mistis, takhyul atau superstition ini biasanya lebih berupa asosiasi yang dibuat atau dibentuk karena kita tidak mengetahui secara pasti. Imajinasinya lebih terkesan dikreasikan sedemikian rupa sehingga menimbulkan efek menakutkan.
Rasionalitas dan Emosionalitas
Lantas benarkah semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin rasional? Dan kenapa ada seorang akademisi yang memercayai dukun yang bisa menggandakan uang? Atau pernyataan dari seorang anggota sebuah lembaga negara yang sesat pikir secara logika. Bagaimana mungkin seseorang bisa hamil karena berenang di kolam?
Yuval Noah Harari menyebutkan bahwa kepercayaan terhadap hal-hal irrasional seperti takhyul merupakan asosiasi yang ada di otak, tumbuh dan berkembang pada saat evolusi. Dan evolusi ini sejatinya akan terus berkembang seiring kemajuan zaman.
Sehingga menjadi tidak aneh manakala keyakinan terhadap hal-hal superstition yang di luar nalar itu dipercanggih pula dengan kemajuan atau pengetahuan baru. Di negara barat misalnya muncul kepercayaan terhadap UFO yang diikuti dengan kehadiran makhluk alien. Di sini malah sampai pada sebuah kesimpulan yang diyakini beberapa kalangan bahwa UFO adalah mata-matanya Dajjal di akhir zaman. Padahal kepercayaan terhadap keberadaan UFO dan alien baru hadir pasca ditemukannya pesawat udara dan pasca perang dunia kedua!
Ketika imajinasi yang digabung dengan keyakinan maka akan selalu dicari pembenarannya. Karena akan memberi keuntungan evolusioner agar tetap survive bahkan menjadi 'berkah ekonomis' bagi kelompoknya.
Kecerdasan rasional biasanya akan merespon terhadap sesuatu dengan mempertanyakan kebenarannya. Apakah lewat fakta, ilmu, atau pun sumbernya. Suatu metode keraguan atau skeptisme yang digagas oleh Rene Descartes (1596-1650) dengan ungkapannya cogito ergo sum, aku berpikir maka aku ada.