Mohon tunggu...
Madya Indriani
Madya Indriani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Awali dengan Bismillah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Siap Menikah Bukan Berarti Siap Menjadi Orangtua

5 Desember 2021   12:16 Diperbarui: 5 Desember 2021   12:29 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ketika seseorang mengatakan bahwa dirinya siap untuk menikah, itu berati ia siap untuk menerima semua tanggungjawab di nanti setelah menikah. Seperti yang kita tahu di Indonesia banyak sekali orang-orang yang menikah di usia muda. Tapi, kita disini tidak membicarakan nikah muda, yang kita bicarakan adalah kesiapan kita untuk menjadi orangtua.

Bukan sesuatu yang salah jika kita memutuskan untuk menikah muda ataupun lambat menikah. banyak faktor yang membuat orang memutuskan untuk segera menikah atau tidak. Misalnya saja kesiapan kita menjadi orangtua. Tidaklah  mudah menjadi orangtua, besar tanggungjawab kita untuk membesarkan, merawat, dan mendidik anak. Nah, tidak semua orang yang sudah menikah ini siap menjadi orangtua. 

Mengapa banyak anak-anak yang putus sekolah padahal orangtuanya mampu untuk membiayai sekolah, banyak anak-anak yang masih balita sudah berbicara kasar, banyak anak-anak yang membuat masalah di sekolah, dan lain-lain. Jangan menyalahkan anak jika anak membuat suatu kesalahan besar jika kita sendiri sebagai orangtua tidak mampu menjadi orangtua. Anak-anak akan melihat dan merekam semua yang terjadi di rumah dan semua sikap maupun perilaku orangtuanya. Saya mempunyai contoh ketika saya mengajar anak-anak PAUD, saya menemukan anak-anak yang sedikit bermasalah. Anak A yang sangat aktif dan tidak takut sama sekali dengan guru-gurunya, sering berkelahi dan berteriak, dan susah diatur. Anak  B suka berkelahi dan menangis kencang, dan pernah sekali saat pagi hari dia datang kesekolah menangis terisak-isak, kami tanya dan jawaban yang keluar dari mulut anak tersebut membuat kami terhenyak, anak itu mengatakan bahwa dia di dorong oleh ibunya hingga lututnya luka. Anak ketiga juga tidak jauh berbeda, hanya saja dia tidak suka berkelahi, tapi dia sulit menangkap dan lebih lambat dari teman seusianya. Ketika kami guru-guru berbincang mengenai mengapa anak tersebut mempunyai perilaku tersebut, tidak lain tidak bukan adalah karena sikap orangtuanya di rumah yang kasar.

Kita semualah alasan dibalik kenapa anak-anak kita menjadi pemarah, suka berkelahi, dan melakukan perilaku tidak terpuji lainnya. Kurangnya peran orangtua atau pengasuh dalam memberikan pendidikan mental dan emosional pada usia dini akan berdampak pada kondisi mental anak di masa mendatang. Kesalahan pola asuh sejak dini dapat menyebabkan rasa tidak percaya, rasa malu, ragu, rasa bersalah, tidak percaya diri, pemarah, serta perasaan rendah diri dalam diri anak. 

Berikut beberapa hal yang harus kita lakukan :

1. Memberikan anak kasih sayang yang cukup

2. Mempererat hubungan anak dan orangtua seperti bermain bersama

3. Memberikan anak pujian

4. Berikan anak contoh sikap dan perilaku yang baik

 Cukuplah itu menjadi contoh untuk kita semua, ketika kita sudah dewasa dan siap menikah maka persiapkan juga diri kita untuk menjadi orangtua yang baik untuk anak-anak kita kelak. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun