Mohon tunggu...
Mohammad Adrianto Sukarso
Mohammad Adrianto Sukarso Mohon Tunggu... Lainnya - Apapun Yang Menurut Saya Menarik

Lulusan prodi Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta yang sekarang sudah mendapat pekerjaan di bidang menulis. Masih berharap punya tekad untuk menulis lebih bebas di platform ini.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Ostrich Effect: Menyempitkan Pandangan, Meniadakan yang Ada

26 Desember 2020   19:00 Diperbarui: 26 Desember 2020   19:01 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Burung Unta, konon dikabarkan mengubur kepala mereka jika melihat pemangsa (Sumber: Getty Images)

Sempat beredar rumor kalau Burung Unta akan mengubur kepalanya, jika sedang berada dalam bahaya. Burung Unta berpikir, kalau mereka memasukan kepala mereka ke dalam pasir, mereka menjadi tidak terlihat di mata predator yang hendak memangsa mereka. Tentu saja, semua tersebut hanyalah mitos. Lagi pula, jika dipikir baik-baik, siapapun  yang mengubur kepala mereka ke dalam pasir tentunya  akan kesulitan dalam bernapas. Tidak hanya Burung Unta. Tetapi, mitos ini berhasil membuat sebuah istilah dalam dunia psikologi: Ostrich Effect.

Dipopulerkan oleh 2 pakar ekonomi asal Israel, Dan Galai dan Orly Sade, istilah ini awalnya lebih umum digunakan dalam konteks ekonomi dan keuangan. Ostrich Effect merujuk kepada tingkah laku investor, yang dengan senang hati membuka mata serta telinga ketika menerima kabar baik dalam keuangan mereka, namun akan "mengubur" kepala, jika mendapatkan kabar kurang menyenangkan terhadap keuangan perusahaan. Sekarang, pemakaian istilah Ostrich Effect lebih umum.

Prinsipnya, seseorang mau menerima informasi yang mereka anggap baik bagi mereka, tetapi menolak menerima berita yang berpotensi membuat mereka tidak nyaman. Layaknya mitos Burung Unta yang mengubur kepala mereka untuk menjadi tidak terlihat oleh pemangsa, seseorang akan "menutup mata" serta "menutup telinga" seakan-akan menghindari fakta bahwa mereka memiliki sesuatu yang harus dibenahi, diperbaiki, atau diterima. Dan akhirnya, masalah maupun tekanan jiwa yang mereka alami  akan semakin besar, akibat tidak mampu menerima atau memperbaiki sebelum keadaan bertambah buruk.

Sebagai contoh, kelakuan mahasiswa yang mengetahui betul kalau dirinya memiliki sejumlah tugas kuliah yang harus diselesaikan. Namun, alih-alih mengerjakan tugas tersebut, mereka justru melakukan hal-hal lain yang kurang penting. Mereka seolah menganggap bahwa tugas kuliah tersebut tidak ada. Ini akan mengarah ke masalah yang lebih besar bagi mereka, yakni penumpukan tugas, kepanikan, hingga pengerjaan tugas yang kurang optimal. Jika terlalu sering terjadi, juga dapat menyebabkan kelelahan fisik maupun mental karena merasa dikejar oleh deadline.

Dalam skala masyarakat luas, Ostrich Effect juga sering menimbulkan pergerakan yang cenderung negatif. Salah satu bukti nyata, ialah banyaknya berita dalam maupun luar negeri, yang menyebutkan kalau keberadaan COVID-19 itu tidaklah nyata. Padahal, per 25 Desember 2020, terdapat setidaknya 79,5 juta kasus  di seluruh dunia. Sayangnya, beberapa oknum masih belum mau percaya kalau COVID-19 itu benar adanya. Bahkan ada yang menentang  kebijakan pemerintah negara mereka terhadap penanganan pandemi.

Tidak Selamanya Buruk

Penyebab terjadinya Ostrich Effect,  karena orang-orang umumnya belum siap menerima emosi yang cenderung negatif ke diri mereka, setelah menerima informasi yang mereka dapatkan. Mereka tidak tahu harus melakukan apa ketika mendapatkan gejolak emosi yang berasal dari informasi tersebut, dan memilih untuk menghindar dari fakta yang ada. Beberapa orang bahkan menyadari betul bahwa mereka akan semakin sulit menerima keadaan yang ada, namun tetap memilih untuk menghindar, karena kenyamanan psikologis yang mereka terima dalam jangka waktu pendek.

Meskipun begitu, tidak selamanya Ostrich Effect memiliki konotasi buruk. Layaknya frasa "Ignorance is bliss", ada juga orang yang dengan sengaja memilih untuk menyeleksi informasi yang mereka terima, dan memilih untuk menghindari berita yang mereka anggap tidak penting. Orang tersebut akan menimbang keuntungan maupun kerugian yang mereka dapat jika mengetahui suatu informasi. Jika mereka menganggap kalau informasi tersebut tidak memberi apa-apa, mereka memilih untuk tidak mengetahui apa-apa mengenai berita tersebut.

Bukti nyata dalam kasus di atas, adalah orang yang memilih untuk tidak mencari tahu berita infotainment seperti pernikahan atau perceraian 2 orang selebritis. Mera merasa mengetahui berita tersebut tidak akan menambah apapun dalam diri mereka, dan memilih untuk menghindar dari informasi terkait. Mereka lebih memilih untuk mencari informasi lain yang menurut mereka lebih bermanfaat, dan bisa menguntungkan bagi mereka.

"Mengubur kepala" layaknya Burung Unta memang bisa menjadi cara yang efektif untuk menyortir apa yang baik atau buruk bagi diri sendiri. Namun, kita harus bisa berpikir objektif, serta memahami terlebih dahulu, bahwa apa yang kita terima merupakan apa yang benar-benar kita butuhkan. Seburuk apapun informasi yang kita terima, jika memang itu berguna, ada baiknya kalau kita mau memproses fakta tersebut sebaik mungkin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun