Mohon tunggu...
Madelina Ariani
Madelina Ariani Mohon Tunggu... -

Seorang perempuan kelahiran Banjarmasin 21 tahun silam dan tertarik pada kegiatan sosial, kesehatan, dan pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Negeri 5 Menara, juga Mengajarkan Bakti pada Ibu

14 April 2012   15:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:36 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari-hari yang tak menentu karena sebentar lagi saya dan teman-teman Kesehatan Masyarakat Unlam Banjarbaru angkatan 2008 akan berpisah. Diantara kami bertujuh hanya satu orang yang asli daerah setempat sedangkan yang lainnya ngacir kembali ke daerah masing-masing setelah wisuda. Kembali ke daerah dengan mimpi membangun kesehatan di daerah masing-masing. Untuk itu, acara yang dipilih adalah nonton bareng film Negeri 5 Menara. Sebenarnya saya kurang setuju dengan acara ini, pikir saya kenapa perpisahan mesti diadakan dibioskop? Tapi akhirnya iya iya saja, tidak tega juga mendengar suara mayoritas yang memang penggemar novel Negeri 5 Menara hingga Ranah Tiga Warna.

Awal cerita di film ini sungguh-sungguh mengingatkan saya tentang kehidupan saya sendiri. Ketika pilihan ibu harus menjadi pilihan kita juga. Menonton film ini, saya seperti menonton kehidupan dan seperti membaca perasaan saya sendiri. Jiwa saya benar-benar dimainkan oleh tokoh Alif.

Bukan sebuah perjalanan yang mudah memasuki lingkungan baru yang tidak terlalu kita inginkan. Namun, demi membahagiakan dan menuruti keinginan Ibu maka apapun menjadi tidak penting. Apalagi persepsi sebagian masyarakat yang menganggap pesantren bukanlah tempat untuk mencapai mimpi. Belum lagi, perasaan yang benar-benar mendongkol, nyesek, dan iri ketika Randai memamerkan kehidupannya. Sebuah kehidupan yang pernah dimimpikan berdua.

Film Negeri 5 Menara benar-benar merubah cara pandang orang terhadap pondok pesantren, kesungguhan dalam bermimpi dan mewujudkanya, juga mengajarkan tentang kesuksesan yang pasti akan di dapat dengan berbakti kepada orang tua, terutama ibu.

Diakhir, saya sadari perpisahan kami menjadi lebih bermakna dengan menonton film yang diangkat dari novel karangan A.Fuadi ini. Perpisahan tidak akan membuat kami lemah dan lupa dengan mimpi kami masing-masing. Di daerah kami tidak terdapat menara maka sebutlah kami Sahibul Borneo. Man Jadda Wajada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun