Mohon tunggu...
Madinatul Munawwaroh
Madinatul Munawwaroh Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli gizi yang menulis

Sedang berlatih menyampaikan hal-hal yang menarik minat melalui tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Cegah Obesitas dengan Membatasi Konsumsi Fast Food Sejak Dini untuk Terciptanya Bangsa Sehat Berprestasi

29 Agustus 2018   21:53 Diperbarui: 29 Agustus 2018   22:30 925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Semenjak dalam kandungan, gizi berperan besar dalam pertumbuhan jaringan otak janin dan akan terus dibutuhkan untuk menyambungkan sel-sel otak sampai bayi berusia tiga tahun. Tak hanya itu saja, manusia terus tumbuh dan berkembang, dalam masa-masa itu manusia selalu membutuhkan zat gizi yang didapatnya dari makanan, namun seiring majunya teknologi, manusia membutuhkan sesuatu yang praktis untuk memenuhi segala urusan.

Seorang dosen pernah menegaskan di kelasnya bahwa setidaknya 40% dari 40 juta siswa sekolah dasar hingga sekolah menengah umum di negeri tercinta ini mengonsumsi makanan yang tidak memenuhi standar kesehatan saat mereka berada di sekolah. Fenomena ini lalu dihubungkan pada masih rendahnya kesadaran orang Indonesia untuk membeli, mengolah, dan mengonsumsi makanan bergizi. Semakin majunya teknologi, ruang dipersempit dalam layar ukuran lima inci, waktu pun seakan semakin berlari, dan manusia tak punya banyak pilihan selain memilih sesuatu yang instan, tak terkecuali untuk urusan makanan. Para ibu berpemikiran maju yang tumbuh dengan gembar-gembor emansipasi kini memiliki karir dan anak-anak mereka yang bersekolah mulai dibiarkan dengan uang saku, sehingga ibu-ibu tak perlu repot lagi untuk menanak nasi, anak-anak pun bebas memilih makanan untuk menyumpal perutnya yang bunyi. Permasalahan kompleks ini lalu bercabang pada anak-anak yang jajan sembarangan, tidak lagi penting apakah zat gizi yang masuk dalam tubuh mereka atau justru hanya zat sampah yang dikonsumsi. Lalu fast food muncul sebagai pilihan, tak perlu repot memasak makanan sendiri, tak perlu berlama-lama menanti, cukup telepon dan dalam sekejap makanan akan tiba di tempat yang diinginkan.

Fast food adalah jenis makanan yang mudah dikemas, disajikan, dan praktis. Jenis fast food misalnya adalah hamburger, fried chicken, french fries potatoes, soft drink, dan pizza (Sari, 2008). Banyaknya restoran fast food yang kini bermunculan, juga berdampak pada berubahnya pola konsumsi masyarakat. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Nilsen tahun 2008, didapatkan data bahwa 69% masyarakat kota di Indonesia mengonsumsi fast food, dengan rincian sebagai berikut: sebanyak 33% menyatakan sebagai makan siang, 25% makan malam, 9% menyatakan makanan selingan dan 2% memilih untuk makan pagi. Sementara itu, penelitian yang dilakukan Heryanti tahun 2009, dengan judul "Kebiasaan Makan Cepat Saji, Aktifitas Fisik dan Faktor Lainnya dengan Status Gizi", didapatkan hasil tingkat konsumsi fast food tertinggi adalah golongan pelajar yaitu sebesar (83,3%).

Tak heran, dengan berubahnya pola konsumsi masyarakat sedemikian rupa, mulai bermunculan pula masalah kesehatan terkait berlebihnya konsumsi fast food.

Menurut Sari (2008), dampak buruk dari kebiasaan konsumsi fast food jika dikonsumsi secara berlebihan yaitu dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, seperti diabetes (kencing manis), hipertensi (tekanan darah tinggi), pengerasan pembuluh darah (aterosklerosis), penyakit jantung koroner, stroke, kanker, dan peningkatan status gizi seperti kegemukan dan obesitas. Riskesdas tahun 2010 memaparkan bahwa remaja perempuan yang mengalami obesitas mencapai 11,9% dan laki-laki mencapai 8,8%. Dan terakhir, angka kejadian remaja yang mengalami overweight didapatkan 8,8%, meningkat pada kejadian obesitas 10,8% (Riskesdas, 2013).

Obesitas merupakan akibat dari keseimbangan energi positif untuk periode waktu yang cukup panjang (Sartika, 2011). Obesitas bisa disebabkan karena komposisi lemak berlebihan dalam tubuh, salah satu yang dapat memicunya adalah konsumsi makanan cepat saji yang berlebihan. Makanan cepat saji umumnya mengandung kalori, kadar lemak, gula dan sodium (Na) yang tinggi tetapi rendah serat, vitamin A, asam akorbat, kalsium dan folat (Khomsan, 2004).

Tingginya tingkat konsumsi fast food dan prevalensi obesitas di kalangan pelajar secara tidak langsung juga memengaruhi perkembangan otak serta kemampuannya dalam belajar. Sebuah riset yang dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 2012 lalu menyatakan bahwa anak-anak yang obesitas memiliki skor tes matematika yang lebih rendah dibandingkan anak-anak yang tidak obesitas. Sepele memang, hanya berat badan berlebihan yang diakibatkan oleh tingginya konsumsi makanan, tapi pengaruhnya sangat besar. Anak-anak yang kemampuan belajarnya kurang, sudah tentu menjadi problematika besar bagi negeri ini, karena Indonesia akan mengalami defisit sumber daya manusia yang berkualitas. Sepele memang, hanya masalah tidak terkontrolnya konsumsi makanan, namun pengaruhnya bagi bangsa sungguh menyakitkan.

Lalu, bagaimanakah cara mencegah timbulnya masalah kompleks yang diakibatkan oleh obesitas itu? Jawabannya cukup sederhana: membatasi konsumsi fast food sejak dini.

Dimulai dari kesadaran para orang tua untuk memberikan makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi sang buah hati. Agar tidak jajan sembarangan, orang tua (terutama ibu) harus menyiapkan bekal bagi anak, tanamkan di kepala anak-anak bahwa masakan ibu jauh lebih enak daripada yang dijual oleh abang-abang di depan sekolahnya. Orang tua juga harus putar otak dan secara sukarela meluangkan waktu serta tenaganya demi memberikan nutrisi terbaik bagi buah hati.

Karena sehat itu mahal, dan untuk memperoleh tubuh yang sehat diperlukan konsumsi makanan dengan prinsip gizi seimbang. Karena sehat itu investasi, yang apabila dijaga sejak dini dapat meningkatkan kerja otak, dan otak yang sehat adalah kunci untuk mencetak sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas sehingga untuk mencapai bangsa yang sehat berprestasi, tak perlu susah payah lagi, cukup dengan perbaikan gizi dan membatasi konsumsi lemak (terutama fast food) sejak dini.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun