Mohon tunggu...
MN Aba Nuen
MN Aba Nuen Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Pengajar pelosok yang jatuh cinta pada quotation "menulisalah, agar engkau dicatat peradaban," Surel:noyatokan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Urgensi Membangun Sistem Mitigasi Bencana di Sekolah (Bagian 4)

7 Mei 2019   17:46 Diperbarui: 7 Mei 2019   18:19 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: antarafoto.com

Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan tanggungjawab Forum Pengurangan Risiko Bencana Sekolah (FPRBS), maka secara khusus perlu ada pembagian uraian kerja (job description) para pemimpin dan anggota. Pada tataran implementasi, FPRBS bisa secara detail membagi uraian pekerjaan setiap unsur dalam orgnaisasi, misalnya dalam tiga bagian utama yakni, sebelum, saat dan sesudah bencana. 

Peran beberapa pemangku kepentingan berikut ini merupakan gambaran umum, bagaimana FPBRS bisa mendistribusi tugas dan fungsi para anggotanya.  

Kepala sekolah: berperan sebagai manajer tim, ia harus memastikan sistem pengurangan resiko dan tanggap darurat bencana di sekolah melalui FPRBS, bekerja secara cakap dengan dukungan sumber daya yang memadai. Sebagai otoritas utama, kepala sekolah perlu memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan berbagai pihak yang relevan, terutama dalam mengorganisir kegiatan FPRBS di sekolah.  

Kepala sekolah juga wajib melakukan advokasi kepada pemerintah, misalnya dalam konteks  desain pembangunan  fisik gedung sekolah dan fasilitas pendukung yang tahan bencana. Selain itu, yang tak kalah penting adalah kepala sekolah bertanggungjawab pada penyebaran informasi dan pengetahuan kebencanaan, misalnya memastikan mata pelajaran tertentu seperti Geografi sebagai medianya. Hal ini sejalan dengan langkah pemerintah memasukan modul kebencanaan dalam muatan kurikulum pendidikan. Kegiatan Pramuka sebagai ekstra kurikuler juga memiliki peran strategis sebagai entry point kampanye pengurangan resiko bencana di sekolah.


Guru: sebagai anggota FPRBS guru harus memahami dan mampu menjelaskan prosedur dan prinsip-prinsip  kegawatdaruratan, mengetahui rute evakuasi, aktif dalam kegiatan simulasi bencana, mengenali karakter siswa termasuk anak-anak berkebutuhan khusus (disabel). Guru juga membantu memastikan data siswa yang up to date dan menjalin komunikasi dengan orangtua siswa. Dalam rangka penyebarluasan informasi dan membangun kesadaran warga sekolah, guru perlu memfasilitasi keterlibatan siswa, misalnya melalui lomba menulis dengan tema bencana di majalah dinding, blog, atau website sekolah. Selain itu, bidang seni juga bisa menjadi pintu masuk kampanye menciptakan kondisi kesiagaan terhadap bencana di sekolah. Pentas seni dengan tema atau pesan-pesan kebencanaan bisa diadakan secara rutin di sekolah.


Peserta didik: anak-anak harus mengetahui dengan baik dengan prosedur dan prinsip kegawatdaruratan, mengetahui jalur dan pusat evakuasi, serta akrab dengan peralatan keselamatan. Peserta didik juga perlu memberikan pendapat  terkait kebijakan pengurangan resiko bencana di sekolah dari sudut pandang mereka sendiri. Anak-anak wajib aktif mengikuti kegiatan latihan simulasi bencana dan memiliki kesadaran, solidaritas serta kerjasama dengan guru maupun antar siswa dalam menghadapi situasi bencana. Siswa juga harus mengenali potensi, sumber dan karakteristik bencana, serta sistem peringatan dini yang digunakan di sekolah.


Orangtua dan komite sekolah: peran orangtua dan komite sebagai perwakilan para orangtua penting dalam membangun budaya siaga dan tanggap bencana di sekolah. Komite dan orangtua harus menjalin komunikasi dan koordinasi dengan guru, kepala sekolah dan FPRBS. Aplikasi berbasis pesan dan media sosial merupkan alternatif yang bisa mendukung jalinan komunikasi antara orangtua dengan guru. Selain itu, meski terbatas, dukungan orangtua juga bisa dalam bentuk pendanaan dan sumber daya peralatan sistem keselamatan  di sekolah. Berdasarkan riwayat bencana yang terjadi di sekolah, para orangtua juga bisa melakukan advokasi kepada pemerintah tentang kebijakan pembangunan gedung sekolah yang tahan gempa.

Sumber:handayani.com
Sumber:handayani.com
Pemerintah memainkan peran penting untuk mewujudkan sekolah dengan budaya aman dari bencana. Ada beberapa peran urgen misalnya, pertama, di tingkat regional pemerintah daerah bisa membuat aturan hukum seperti perda, yang mengatur kebijakan standar bangunan fasilitas pendidikan yang tahan bencana. Pengalaman di Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), pasca gempa dan tsunami 1992, struktur tembok pada banyak bangunan sekolah menggunakan slof susun untuk mengurangi resiko keruntuhan. Kedua, pemerintah melalui organ-organ terkait seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD),  memfasilitasi FPRBS dengan kegiatan seperti training kebencanaan, pelaksanaan latihan simulasi bencana di sekolah secara rutin.

 Selain itu, dinas pendidikan kabupaten/kota/provinsi juga berperan penting dalam ranah koordinasi untuk memastikan pendidikan pengurangan resiko bencana di sekolah dijalankan sesuai prosedur pelaksanannya. Organ lain yang perlu terlibat aktif dalam kegiatan FPRBS adalah para medis dan aparat keamanan yang ada di wilayah sekitar sekolah. Peran tenaga medis sangat dibutuhkan dalam situasi tanggap darurat.  Pada level pemerintah desa/kelurahan, Forum Pengurangan Resiko Bencana Desa/Kelurahan bisa menjadi patner FPRBS. Sharing dan support pengetahuan, pengalaman dan sumber daya lain bisa  dilakukan antar keduanya.


Warga sekitar sekolah merupakan bagian tak terpisahkan dari lingkungan sekolah. Masyarakat di sekitar sekolah diharapkan menjadi pihak terdekat yang bisa memberikan respon dini ketika bencana menimpa warga sekolah. Dan karenanya, sebagai salah satu unsur dalam FPRBS, warga sekitar sekolah juga harus memahami prosedur dan prinsip-prinsip  kegawatdaruratan, mengetahui rute evakuasi dan aktif dalam kegiatan simulasi bencana di sekolah. Orangtua dan warga di lingkungan sekolah,  juga bisa menggunakan nilai kearifan lokal mereka sebagai sistem peringatan dini dalam menghadapi bencana di sekolah.  


Di NTT misalnya, etnis Dawan di Timor Barat wajib meneriakan ungkapan dalam bahasa Dawan 'nain nunus' (gempa bumi), ketika sedang terjadi gempa bumi. Teriakan ini bermakna mengingatkan orang lain yang tidak merasakan guncangan gempa agar waspada. Sistem seperti ini masih sangat relevan untuk sekolah-sekolah di pedalaman dan pelosok desa. (bersambung).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun