Mohon tunggu...
Ganda M Sihite
Ganda M Sihite Mohon Tunggu... Lainnya - Ingat lah pencipta mu dimasa mudamu

Research Human Right, Peace and Conflict Resolution, National Security

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Nasionalisme Semu Di Era Modernisasi

12 Maret 2019   23:02 Diperbarui: 12 Maret 2019   23:15 1186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pidato bung karno yang sangat terkenal yaitu JASMERAH yang artinya Jangan Sekali-kali Melupakan sejarah pada dasarnya masih relevan untuk dibicarakan saat sekarang ini. Terutama disaat bangsa ini tengah mengalami pergulatan menghadapi tekanan neo-liberalisme dan imperialisme yang bertopengkan globalisasi di era modern ini.

Bentuk Neo liberalisme yang hadir di era modern ini dengan adanya perbedaan, isi-isinya, otaknya dan kebijakan kebijakan yang ada pada dasarnya merupakan wujud dari imperialisme itu sendiri dengan adanya pembaharuan yang dinamis. Menurut bung karno dimasa masa pra kemerdekaan, imprealisme itu adalah musuh utamanya rakyat Indonesia. Jadi baik imperialisme dalam wujud neoliberalisme tersebut tetaplah musuh rakyat Indonesia.  Untuk mengalahkan Imperialisme tersebut dapat dilakukan dengan adanya persatuan nasional. Persatuan nasional oleh bung karno sendiri dimaksudkan dengan dibangun atas dasar semangat nasionalisme kebangsaan.

Berbicara nasionalisme, kita akan merujuk pada paham kebangsaan dimana perasaan akan kecintaan terhadap bangsa dan tanah air sendiri muncul dikalangan rakyatnya. Artinya kesadaran yang muncul akan adanya bangsa sendiri yang ingin lepas dari penjajahan oleh asing, sehingga semangat nasionalisme adalah semangat  anti-penjajahan. Disamping itu nasionalisme mendefenisikan sendiri musuh-musuhnys berupa suatu kekuatan yang dianggap menyerang dan mengancam keberadaan masyarakat suatu bangsa. sehingga dalam tingkat ini nasionalisme mampu direkayasa dengan begitu mudahnya.

Proyek Nasionalisme

Saat ini rakyat sedang dihujani dengan berbagai proyek nasionalisme kebangsaan yang kosong dan/atau semu, hal itu dapat dilihat dalam pelaksanaan pemilu (pemilu) yang menghasilkan reproduksi sistem ekonomi politik borjouis yang semakin menyengsarakan. Belakangan ini setiap hajatan pemilu sebagai proyek nya kaum borjouis tersebut terdapat tanda-tanda bahwa ia juga tak layak dipakai untuk mengukur nasionalisme. Jika berpandangan kepada bung karno nasionalisme adalah semangat yang menggerakkan rakyat, namun buktinya pemilu justru ditinggalkan oleh rakyat. akibatnya angka golput  semakin marak terjadi disetiap hajatan pelaksanaan pemilu, artinya lebih banyak rakyat yang takk mau berpartisipasi dalam proyek nasionalisme borjouis yang kosong dan melompong tersebut.

Hal demikian menjadi suatu pertanyaan mendasar dalam konsep kebangsaan yang terjadi pada hari ini. tentu saja, jika masih banyak orang yang berpikiran secara waras bahwa mereka tak mau disuruh-suruh untuk mengikuti suatu pekerjaan yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan nasibnya. Sehingga ketika Nasionalisme dimaknai sebagai simbol-simbol ritualitas negara atau kaum borjouis yang kosong itu, maka ia telah jauh dari makna nasionalisme yang sejatinya, yaitu nasionalisme yang menjawab problem pokok masyarakat, nasionalisme yang diiringi dengan upaya melawan ketidakadilan dan mendambakan perubahan yang berpihak kepada nasib rakyat, bukan kepada kaum imperialisme baru itu.

Tidak mengherankan ketika seruan nasionalisme bung karno disetiap pidato nya yang menggugah nurani  selalu di ikuti oleh ribuan hingga jutaan rakyat Indonesia, seakan rakyat taat terhadap amanat seseorang, padahal realitanya mereka hanya taat pada amanat dari sejarah. Sejarah yang dimaksud adalah sejarah yang menempatkan massa sebagai kekuatan yang bergerak ketika ditindas dan dijajah.

Nasionalisme di era Modernisasi

Di era modernisasi yang sedang berlangsung saat ini, para pemimpin bangsa dan elit-elit serta tokoh tokoh penting bangsa menjargonkan dirinya sebagai nasionalis. Namun faktanya makna nasionalisme yang sering mereka ucapkan hanyalah kesemuan semata, dan kepalsuan dari nasionalisme sejatinya. Hal demikian menjadi suatu tendensi dalam tatanan paham kebangsaan yang hari ini menjadi isu krusial untuk diperdebatkan dalam ruang ruang diskusi maupun ruang publik. Dimana mereka yang mengaku nasionalis justru menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya.

Imperialisme yang jelas dan nyata masih bercokol di Indonesia, secara spektrum ingin merebut kembali kekayaan alam, menguasai perusahaan-perusahaan vital, mengobok-obok ekonomi rakyat dibaliknya bersembunyi mereka para pimpinan bangsa, elit-elit dan tokoh bangsa yang mengaku dan bertopengkan nasionalisme tersebut. Celakanya mereka bukanlah dikatakan sebagai nasionalis sama sekali, melainkan mereka hanyalah antek antek dan budak penjajah yang berhianat pada bangsa dan tanah airnya hanya untuk kenikmatan individu maupun bagian dari kelompoknya.

Sungguh Ironis, Nasionalisme yang sebenarnya digelorakan dengan semangat persatuan dan perlawanan terhadap penjajahan dan penindasan sebagaimana bung karno menggelorakan semangat nasionalisme disetiap pidatonya sebagaimana juga dikatakan bahwa "Revolusi Belum Selesai" . Kini dibelokkan menjadi nasionalisme yang penuh dengan Kesemuan dan kepalsuan yang semakin disempitkan dengan sentimen agama, kesukuan dan golongan tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun