Mohon tunggu...
Mr. M.A.D
Mr. M.A.D Mohon Tunggu... -

Political Science at UIN Syarif Hidayatullah. Political Economy, Communication, Media, Semiotism.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Boneka BBM Dianggap Hantu BBM

26 Agustus 2014   15:32 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:31 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah sebagai aktor sangat memegang penuh terhadap tanggungjawab negara, aktor tersebut dituntut untuk dapat menyelesaikan masalah yang telah dan akan timbul dipermukaan publik. Oleh karena itu munculah istilah kebijakan publik yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang muncul dalam kegiatan tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah dalam rangka penyelengaraan pemerintah,  (Mustopadidjaya,2002).

Dalam menerapkan kebijakan publik tersebut instansi pemerintahan diharapkan untuk dapat mensosialisasikan kepada masyarakat bawah. Agar diharapkan masyarakat paham terhadap maksud dan tujuan kebijakan tersebut dibentuk. Jika sosialisasi tidak dijalankan secara benar maka akibatnya masyarakat yang menjadi tujuan utama terbentuknya negara akan salah kaprah dan bisa mengganggu stabilitas disuatu negara. Sehingga tujuan dari kebijakan tersebut sering tak tercapai sepenuhnya.

Kebijakan bahan bakar minyak atau bbm adalah salah satunya. Kebijakan yang selalu menjadi salah satu tantangan terberat di negeri ini dan sangat sensitif karena akan menimbulkan efek domino. Baru-baru ini pemerintah menerapkan kebijakan kuota bbm bersubsidi yang bertujuan untuk mengendalikan pasokan bbm bersubsidi hingga akhir tahun.

Ternyata banyak masyarakat yang kurang paham terhadap pemaknaan pembatasan kuota BBM bersubsidi. Kebanyakan dari mereka menganggap pasokan BBM langka padahal hanya dikendalikan agar kuota subsidi terpenuhi hingga akhir tahun. Opini yang berkembang dikalangan masyarakat ini menimbulkan kepanikan tersendiri. Sehingga kebijakan pembatasan kuota subsidi terasa kurang efisien, masyarakat justru beramai-ramai datang ke SPBU. Akibatnya justru ketakutan yang pemerintah bayangkan terjadi lebih cepat, salah satunya banyak sektor pertanian dan kelautan yang mati di karenakan pasokan bbm tidak tercukupi.
Jika saja pemerintah kita yang dahulu berani mengambil kebijakan non populis dan bisa mensosialisasikan maksud dari kebijakan tersebut maka masyarakat tidak akan dipusingkan dengan hal yang sebenarnya bukan masalah ini. Bisa dikatakan pemerintah secara tidak langsung menanamkan bibit masalah jauh hari. Andai saja pemerintah jauh hari menetapkan kebijakan harga normal bbm maka masyarakat tidak akan menganggap aneh hal normal ini. Sehingga distribusi subsidi yang salah sasaran ini telah dianggap biasa oleh masyarakat kecil tapi besar ini, bahkan memang harus. Padahal hak-hak mereka telah banyak dirampas oleh orang besar tapi kecil. Alangkah lebih baiknya jika subsidi yang begitu besar ini bisa dialihkan kepada hal yang lebih bermanfaat khususnya terhadap rakyat kecil.

Apakah dipemerintahan baru mendatang aktor-aktor tersebut berani mengambil tantangan dan memutuskan hal terbaik bagi negeri ini, walau tidak populis.

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun