Mohon tunggu...
Maarif SN
Maarif SN Mohon Tunggu... Guru - Setia Mendidik Generasi Bangsa

Membaca untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa Kabar Masyarakat Madani?

12 Juni 2017   21:44 Diperbarui: 13 Juni 2017   02:05 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tatanan masyarakat plural sebagai tatanan ideal masyarakat Indonesia yang begitu beraneka ragam dalam segala hal, pada awal reformasi gaungnya begitu keras dan kuat, sehingga hampir setiap program pemerintah, acara seminar, diklat, hingga pidato tokoh dan tema acara selalu dikaitkan dengan upaya menuju terwujudnya masyarakat Madani.

Seiring wafatnya pencetus ide Gerakan Masyarakat Madani di Indonesia (Nurcholis Madjid atau Cak Nur, Pendiri Universitas Paramadina), ide tentang pluralisme yang nilai-nilainya berpijak pada pluralisme ala Masyarakat di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW pada masa Perjanjian Hudaibiyah di Madinah sebeum penaklukkan Mekah (Pra Islam) pun mulai meredup, dan hingga kini tak ada lagi tokoh besar yang menyuarakannya. Bahkan mungkin sudah banyak yang lupa apa itu gerakan Masyarakat Madani yang kerennya disebut juga sebagai civil society.

Pluralisme dan Kebhinekaan

Celah inilah yang kemudian diambil oleh para pemikir liberalis, gerakan masyarakat madani secara perlahan digeser dengan ide Pluralisme -masih sama-sama mengangkat keanekaragaman atau dalam bahasa yang lebih kekinian menjadi "Kebhinekaan".

Pluralisme, adalah sebuah paham positif untuk menerima perbedaan yang ada di tengah kehidupan masyarakat. Namun dalam perjalannya kemudian (terbelokkan) menjadi paham yang cenderung liberal. Ini berjalan secara perlahan-lahan dan berangsur-angsur atau bertahap, sehingga tidak terasa indoktrinasinya di tengah masyarakat.

Sempurna, kaum liberalis inteletual yang syar'i dan njawani bertemu, gagasan pluralisme dibuat lebih membumi dengan bahasa yang sangat familier serta memiliki nilai historis tinggi karena terdapat dalam lambang negara yang nilai sakralnya kembali menguat dan terus diangkat sebagai upaya melawan gerakan radikal dan intoleran. Momen yang sangat bagus.

Kekuatan besar liberalisme yang didukung oleh kaum intelektual dan berpengaruh khususnya lulusan barat menjadikan paham itu kian bercokol kuat di tengah masyarakat. Intelektualitas mereka yang didukung pemahaman syar'i yang mumpuni menyihir kaum menengah dan proletar yang religius (dengan unsur utama warga NU dan Muhammadiyah)

 terpana dan terbujuk seolah mendapat pencerahan baru (dan memang baru bagi mereka). Pun setali tiga uang dengan lulusan Timur Tengah yang nilai-nilai kehidupannya lebih diwarnai ideologi liberal meski hidup di tengah komunitas / masyarakat Islam dan dididik di perguruan tinggi Islam, karena negara itu sudah terkontaminasi oleh budaya barat dan ada juga negeri yang memang sengaja menerapkan pola hidup masyarakat barat. Opini mereka dibungkus rapi dengan tafsir ayat suci dan tasawuf serta kejawen, menjadi sebuah racikan pemahaman baru yang enak dipandang dan disantap, terlebih oleh kecanggihan teknologi medsos. Luar biasa...

Anies Baswedan sebagai mantan rektor Paramadina yang notabene penerus Cak Nur tampaknya memiliki pandangan yang berbeda dengan pendahulunya. Sebagai mantan ketua timses Jokowi, dapat dikatakan beliaulah peletak dasar gerakan revolusi mental dan program Nawacita yang sekarang ini menjadi roh setiap program penyelenggara pemerintahan.

Lengkap sudah faktor-faktor pendukung terlupakannya gerakan Masyarakat Madani dengan segala nilai positifnya yang pernah menjadi tujuan ideal negeri tercinta kita ini. Bahkan hingga hari ini, belum kutemukan catatan di buku sejarah yang mengabadikannya untuk disampaikan pada generasi penerus bangsa.

Tragis, begitulah sejarah intelektual di negeri yang tidak menghargai Inteletualisme, hilang di telan jaman.

_________________________

#Tulisan ini dipublikasikan juga di FB dan gurusiana.id

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun