Mohon tunggu...
Maarif SN
Maarif SN Mohon Tunggu... Guru - Setia Mendidik Generasi Bangsa

Membaca untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Espeje dan Revolusi Mental

1 Januari 2016   00:51 Diperbarui: 3 Januari 2016   07:13 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bagian #1

Bahwa sebuah laporan dalam bentuk apapun harus sesuai dengan fakta tentunya sudah menjadi hal yang lumrah di mana-mana. Tetapi mengapa selalu saja dalam membuat sebuah laporan pertanggung jawaban atau surat pertanggungjawaban atas sebuah kegiatan di suatu lembaga sepertinya ada banyak kesulitan yang muncul ? Sebenarnya apa yang (membuat) jadi sulit ? 

Pertanyaan naif seperti itu sebenarnya sangat wajar muncul, khususnya dari orang-orang yang tidak berkutat dengan dunia per-espejean yang penuh dengan liku-liku.

Norma-norma 

Mengapa saya sebut dunia espeje penuh dengan liku-liku ? karena memang untuk bisa lurus-lurus saja seperti jalan arteri serasa berat (pengganti kata "tidak mungkin"). Banyaknya norma yang dibuat oleh para penentu kebijakan dalam bentuk UU, PP, Instruksi dan sebagainya sebagai bentuk pengendalian terhadap aparaturnya maupun sebagai bentuk penyelarasan kerja dan kinerjanya, dan juga keselarasan dengan norma yang lebih tinggi kedudukannya, di satu sisi justru bergesekan dan bahkan berbenturan dengan norma lain yang dianut masyarakat luas.

Gesekan dan benturan seringkali terjadi karena adanya unsur penyimpangan terhadap norma-norma, yang berasal kepentingan kelompok ataupun pribadi yang terlibat dalam urusan espeje, melintang seperti seutas benang, tambang, atau bahkan tembok di tengah jalan. Agar tidak terjadi benturan, maka kemudian pembuat espeje harus bermanuver, sedikit maupun banyaknya belokan atau liukan tergantung pada kekuatan kepentingan yang melintang di tengah jalan dan kekuatan pembuat espeje serta keterampilan memainkan kemudi.

Untuk bisa mengikuti, menghindari, menerabas, bahkan melindas segala norma diperlukan pemahaman, ketelitian, kecermatan dan kehati-hatian serta nyali. Agar tetap bisa sampai pada tujuan.

Heterogenitas / keberagaman latar belakang masyarakat dan perkembangan teknologi serta hubungan sosial menjadikan bias pemaknaan norma-norma yang berlaku. Pergeseran hingga penyimpangan merupakan salah satu sumber gesekan dan benturan yang sifatnya alamiah. di samping itu masih ada sumber pergeseran yang arahnya negatif menurut sebagian besar masyarakat, dan lazim disebut penyimpangan. Perilaku yang tidak sesuai dengan kesepakatan umum, jika norma itu berupa hukum maka disebut kriminal.

Validitas data

Data adalah kumpulan fakta yang disajikan dalam aneka bentuk, ada angka, huruf, grafik, tabel, diagram atau berupa narasi dan deskripsi. Espeje menjadi berliku karena harus disajikan dalam bentuk yang menurut si pembuat bagus, cocok untuk disampaikan pada audience, penuntut jawab atas tanggungan yang sudah diberikan. Mereka menuntut sajian aneka fakta dari kegiatan yang dilaksanakan dengan tanggungan mereka.  

Penyusun espeje harus bisa membaca pikiran, menerjemahkan aturan, dan merealisasikan konfigurasi hasil harmonisasi pandangannya dengan semua yang berkepentingan dengan kegiatan. Agar kumpulan fakta yang disajikan bisa diterima sebagai kebenaran.

Relativitas kebenaran inilah yang menjadikan validitas data diperdebatkan. Kebenaran menurut undang-undang belum tentu benar menurut norma di masyarakat, terlebih jika norma yang dianut sudah mengalami penyimpangan, dan menjadi kian parah manakala deviasinya sudah memasuki taraf permanen. Undang-undang yang merunut pada kitab sucipun seringkali masih belum bisa dianggap benar karena keberagaman kitab suci yang digunakan. Dari situasi seperti inilah muncul adagium dalam dunia per-espeje-an, "jika sesuai dengan fakta justru malah jadi tidak benar" dan ini sudah menjadi rahasia umum. 

Rahasia umum, rahasia yang sifatnya sudah umum, atau umum harus merahasiakan ? atau merahasiakan hal yang umum ?

mbuh ahh... kita lanjtukan saja pada point of interest bahasan

Revolusi mental

Berangkat dari pengertian revolusi mental..eh rahasia umum itu, entah apa definisinya yang tepat, karena saya lagi kurang suka mencari data empiris dalam menulis, wong saya sedang mencari hiburan sekaligus beropini, bukan untuk bener-beneran data dan fakta, maka saya anggap semua sudah paham arti dan maknanya.

Oke, semua orang sudah paham bahwa dalam penyusunan espeje pasti ada sesuatu yang tidak perlu disampaikan pada khalayak. Sekalipun azas tranparansi sudah menjadi bagian dari kampanye kejujuran dan anti korupsi, tak serta merta menghilangkan eksistensi rahasia umum ini. Ia selalu punya tempat di hati masyarakat, mereka sukarela memberi ruang tersendiri dalam setiap perbincangan, ruang yang disepakati untuk tetap tertutup sekalipun semua orang sudah tahu dan mengerti apa isinya, hanya jumlah dan kualitasnya saja yang masih benar-benar menjadi rahasia. 

Mengapa begitu ? jawabnya kembali pada liku-liku espeje di awal tulisan. Atau jawaban singkatnya adalah agar tujuan utama penyusunan espeje tercapai dan masih mendapatkan tujuan sampingan dalam keadaan selamat sentausa tak kekurangan dana syukur-syukur bergelimang sisa espeje. 

jelas ?

Ya, inilah yang perlu direvolusi mental, kebocoran anggaran itu sebagian besar ada pada sektor espeje ini, di segala bidang di segala instansi. terkecuali di instansi yang dipimpin langsung oleh Ridwan Kamil, saya baca di sebuah media bahwa di sana espeje ya apa adanya, tidak ada biaya-biaya siluman yang sudah lazim dan menjadi rahasia umum, besarannya bisa sampai dua kali lipat nilai anggaran sebenarnya.

Meski kang Emil gak gembar-gembor revolusi mental tapi ternyata malah pegawainya sudah berubah lebih dulu dibanding mereka yang koar-koar kesana kemari, konon karena arahan Kang Emil itu. (semoga saja atasanku bukan bagian dari yang disebut belakangan di kalimat ini)

Sebenarnya mudah saja menghilangkan kebocoran anggaran ini, cukup dengan perbolehkan saja biaya-biaya yang memang keluar oleh karena si penyelenggara kegiatan melakukan kegiatan yang ada hubungannya dan membutuhkan biaya. besarannya disesuaikan dengan kewajaran, jika untuk ke suatu tempat yang jaraknya 1-2 km dan harus naik motor ya bensin 1 liter cukup....harap dimaklumi, penanggung jawab jangan terlalu kaku dan pelaksana jangan terlalu serakah.

Itu yang sepertinya paling sering terjadi, aturan negara tidak membolehkan komponen biaya transport dimasukkan dalam anggaran pembelian barang, yang boleh dimasukkan adalah PPN atau PPh.

Nah, sepihak kan ? kalau untuk negara boleh tapi kalau untuk pelaksana kegiatan tidak boleh, dan alasannya karena ada undang-undangnya atau PP pedoman dsb. mbok luwes dikit kenapa sih ? aturan kok kaku begitu ? kata pak Jokowi aturan dibuat agar masyarakat dimudahkan, bukannya dipersulit.

Kelaziman lain yang seringkali menghiasi wajah espeje adalah uang dengar, atau fee. Ini dari sisi pelaksana dan masyarakat, mbok sekarang masyarakat gak usah iri, keki atau sentimen kalau ada teman di kantor yang mendapat proyek dengan dana dari pihak lain maupun dari internal kantor. Belum tentu mereka yang memegang dana dan melaksanakan kegiatannya itu menikmati dananya secara langsung, belum tentu juga mendapat bagian  berupa honorarium resmi karena kita digaji memang untuk bekerja, termasuk untuk melaksanakan kegiatan yang ada dananya itu.

Jika masyarakat sudah bisa mengubah mindsetnya begitu, maka pelaksana kegiatan juga tak perlu sungkan jika tak memberi fee pada mereka yang terlibat secara langsung maupun tidak terlibat dalam kegiatan. Tak usah risi lah kalau dengar ujaran "yee yang lagi dapat proyek, bagi-bagi doong.. ", karena saya yakin mereka gak serius bilang minta bagian. 

Dari pihak penyedia barang dan jasa, hilangkan kebiasaan memberi nota atau kuitansi kosong, berikan saja nota sesuai jumlah pembelian atau kuitansi sejumlah uang yang diterima, tak perlu minta kosongan segala, anda ikut membesarkan korupsi dan menghancurkan sendi-sendi perekonomian dan moral bangsa ketika melakukan itu, karena hal itu termasuk dalam kegiatan kerjasama dan tolong menolong dalam kebathilan (ada di al Qur'an lhoo, masuk neraka lu !  Ahok aja ngamuk kalau lu korup, ini Al Qur'an bro, ancamannya neraka... 

Ingat berita di detik.com yang kurang lebih isinya sorotan Jokowi pada salah satu mata anggaran pendidikan, kira-kira isinya begini :

"ini ada anggaran peningkatan kualitas sekolah, apa ini ? mbok buat saja dengan kalimat yang jelas, pembangunan kelas, berapa ruang, ukurannya berapa, jadi jelas biayanya berapa, jangan pakai kalimat bersayap begini, nanti masyarakat mikirannya kemana larinya anggaran kemana gak sama".

Ini sektor pendidikan, yang menurut Anies Baswedan sebagai kunci utama gerakan revolusi mental. Bayangkan sekarang jika di sekian ribu sekolah ada kegiatan rehab kelas, katakanlah nilainya per sekolah 20 juta Rupiah. Dinas pendidikan sebagai penyalur DAK kiranya tak perlu membuat aturan tambahan di luar ketentuan yang sudah diedarkan. Yang diperlukan adalah arahan agar dana yang ada benar-benar tersalurkan dan dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan. Berikan pelatihan dan pendampingan hingga benar-benar dipahami dengan dapat dilaksanakan dengan benar. 

Ada beberapa kasus sekolah membutuhkan rehab dengan dana kira-kira 10 jutaan, mendapat DAK senilai seratusan juta, tetapi oleh dinas pendidikan sudah dibuatkan RAB yang besarannya sudah ditentukan termasuk mata anggaran pekerjaannya (tetapi tanpa disertakan analisis harga barang dan jasa), ssstt.... jangan bilang-bilang ya, rahasia umumnya juga ikut di dalamnya. Sekolah harus membuat espeje sesuai RAB yang ada meskipun kegiatan sebenarnya tidak mengikuti RAB, dan tidak boleh untuk membangun / rehab bangunan selain yang di RAB meskipun ada bangunan lain yang juga perlu direhab. 

iki piye jaalll.... lha wong yang perlu direhab senilai 10 juta kok harus bikin espeje 100 juta, kalau gak dibuat maka kelebihan dana harus dikembalikan, gak boleh juga untuk rehab yang lain meskipun bangunannya juga sudah bobrok ..ya sayang to yaaa... dan lagi sudah terlanjur dipakai buat bangun yang lain itu, wong arahannya terlambat dan gak lengkap, inspeksinya juga telat kan ?

Sekolah, orang-orang yang ada di dalamnya kalau bukan siswa ya guru atau TU, di luar itu ada ortu siswa dan pengurus komite, mereka harus bikin espeje seperti seorang kontraktor, pelaksana dan sekaligus akuntan profesional dengan segala aspeknya, sebagaimana liku-liku espeje yang saya uraikan di atas. 

Guru dan KS yang terlibat ; Kapan mulange, kapan gawe adminstrasine, kapan preine....  ? pikiren dewe leeee..... gkgkgkgkgk..

 

Sudah tidak bersambung. dan nggak ada bagian #2 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun