Mohon tunggu...
Maarif SN
Maarif SN Mohon Tunggu... Guru - Setia Mendidik Generasi Bangsa

Membaca untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Espeje dan Revolusi Mental

1 Januari 2016   00:51 Diperbarui: 3 Januari 2016   07:13 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Itu yang sepertinya paling sering terjadi, aturan negara tidak membolehkan komponen biaya transport dimasukkan dalam anggaran pembelian barang, yang boleh dimasukkan adalah PPN atau PPh.

Nah, sepihak kan ? kalau untuk negara boleh tapi kalau untuk pelaksana kegiatan tidak boleh, dan alasannya karena ada undang-undangnya atau PP pedoman dsb. mbok luwes dikit kenapa sih ? aturan kok kaku begitu ? kata pak Jokowi aturan dibuat agar masyarakat dimudahkan, bukannya dipersulit.

Kelaziman lain yang seringkali menghiasi wajah espeje adalah uang dengar, atau fee. Ini dari sisi pelaksana dan masyarakat, mbok sekarang masyarakat gak usah iri, keki atau sentimen kalau ada teman di kantor yang mendapat proyek dengan dana dari pihak lain maupun dari internal kantor. Belum tentu mereka yang memegang dana dan melaksanakan kegiatannya itu menikmati dananya secara langsung, belum tentu juga mendapat bagian  berupa honorarium resmi karena kita digaji memang untuk bekerja, termasuk untuk melaksanakan kegiatan yang ada dananya itu.

Jika masyarakat sudah bisa mengubah mindsetnya begitu, maka pelaksana kegiatan juga tak perlu sungkan jika tak memberi fee pada mereka yang terlibat secara langsung maupun tidak terlibat dalam kegiatan. Tak usah risi lah kalau dengar ujaran "yee yang lagi dapat proyek, bagi-bagi doong.. ", karena saya yakin mereka gak serius bilang minta bagian. 

Dari pihak penyedia barang dan jasa, hilangkan kebiasaan memberi nota atau kuitansi kosong, berikan saja nota sesuai jumlah pembelian atau kuitansi sejumlah uang yang diterima, tak perlu minta kosongan segala, anda ikut membesarkan korupsi dan menghancurkan sendi-sendi perekonomian dan moral bangsa ketika melakukan itu, karena hal itu termasuk dalam kegiatan kerjasama dan tolong menolong dalam kebathilan (ada di al Qur'an lhoo, masuk neraka lu !  Ahok aja ngamuk kalau lu korup, ini Al Qur'an bro, ancamannya neraka... 

Ingat berita di detik.com yang kurang lebih isinya sorotan Jokowi pada salah satu mata anggaran pendidikan, kira-kira isinya begini :

"ini ada anggaran peningkatan kualitas sekolah, apa ini ? mbok buat saja dengan kalimat yang jelas, pembangunan kelas, berapa ruang, ukurannya berapa, jadi jelas biayanya berapa, jangan pakai kalimat bersayap begini, nanti masyarakat mikirannya kemana larinya anggaran kemana gak sama".

Ini sektor pendidikan, yang menurut Anies Baswedan sebagai kunci utama gerakan revolusi mental. Bayangkan sekarang jika di sekian ribu sekolah ada kegiatan rehab kelas, katakanlah nilainya per sekolah 20 juta Rupiah. Dinas pendidikan sebagai penyalur DAK kiranya tak perlu membuat aturan tambahan di luar ketentuan yang sudah diedarkan. Yang diperlukan adalah arahan agar dana yang ada benar-benar tersalurkan dan dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan. Berikan pelatihan dan pendampingan hingga benar-benar dipahami dengan dapat dilaksanakan dengan benar. 

Ada beberapa kasus sekolah membutuhkan rehab dengan dana kira-kira 10 jutaan, mendapat DAK senilai seratusan juta, tetapi oleh dinas pendidikan sudah dibuatkan RAB yang besarannya sudah ditentukan termasuk mata anggaran pekerjaannya (tetapi tanpa disertakan analisis harga barang dan jasa), ssstt.... jangan bilang-bilang ya, rahasia umumnya juga ikut di dalamnya. Sekolah harus membuat espeje sesuai RAB yang ada meskipun kegiatan sebenarnya tidak mengikuti RAB, dan tidak boleh untuk membangun / rehab bangunan selain yang di RAB meskipun ada bangunan lain yang juga perlu direhab. 

iki piye jaalll.... lha wong yang perlu direhab senilai 10 juta kok harus bikin espeje 100 juta, kalau gak dibuat maka kelebihan dana harus dikembalikan, gak boleh juga untuk rehab yang lain meskipun bangunannya juga sudah bobrok ..ya sayang to yaaa... dan lagi sudah terlanjur dipakai buat bangun yang lain itu, wong arahannya terlambat dan gak lengkap, inspeksinya juga telat kan ?

Sekolah, orang-orang yang ada di dalamnya kalau bukan siswa ya guru atau TU, di luar itu ada ortu siswa dan pengurus komite, mereka harus bikin espeje seperti seorang kontraktor, pelaksana dan sekaligus akuntan profesional dengan segala aspeknya, sebagaimana liku-liku espeje yang saya uraikan di atas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun