Mohon tunggu...
M.Taufik Budi Wijaya
M.Taufik Budi Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

"Satu langkah kecil seorang manusia, satu langkah besar bagi kemanusiaan"-Neil Armstrong. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Villa Bodong Para Penggede

20 Februari 2010   05:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:50 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

[caption id="attachment_81774" align="alignleft" width="300" caption="Salah satu villa yang diduga tanpa IMB. Warga setempat menyebut villa ini milik bekas seorang menteri (Foto: M.Taufik Budi Wijaya)"][/caption]

Kereta api yang membawa saya dan ratusan penumpang lain tiba di Stasiun Bogor, Jawa Barat, sekitar pukul 10.30 WIB. Udara segar langsung menyergap paru-paru, begitu ke luar dari gerbong kereta api. Maklum saja, sekitar satu jam, saya bersama penumpang lain, duduk dan berdiri berjejalan dalam gerbong kereta api kelas ekonomi. Sudah pasti pengap dan panas. Kipas angin yang dipasang dalam gerbong, tak banyak menolong tubuh saya tak berkeringat. "Nikmati saja, perjalanan ini," ujar saya dalam hati. Hari Selasa (16/2) lalu, saya bertandang ke Bogor. Tujuan utamanya ke Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. TNGHS Hari-hari belakangan, kawasan konservasi ini kerap disebut media-massa. Khususnya koran terbitan Jakarta dan Jawa Barat. Mengapa? Nanti saya ceritakan. Kembali ke Stasiun Kereta Api Bogor. Saya berjalan ke luar stasiun mencari kendaraan umum. Pilihan akhirnya jatuh kepada ojek motor. Saat memasuki Desa Gunung Sari, sepanjang perjalanan saya disambut dengan pemandangan alam yang menakjubkan. Rangkaian gunung, hamparan sawah sampai lembah yang ada sungguh menyegarkan mata.

[caption id="attachment_81775" align="aligncenter" width="300" caption="Salah satu sudut pemandangan alam menuju TNGHS (Foto: M. Taufik Budi Wijaya) "][/caption]

Umumnya di daerah pegunungan, jalan tak enak dilalui kendaraan. Banyak lubang dan batu. Namun jalan mendaki yang kami lewati sepanjang 4,5 km relatif nyaman. Maklum sudah diaspal. Akhirnya sekitar pukul 11.30 WIB saya tiba di kawasan TNGHS. Masuk pintu gerbang kawasan ini, motor yang saya tumpangi distop sejumlah orang. Seorang lelaki berseragam. mendekati saya. "Sepuluh ribu rupiah pak," ujarnya. Saya tak perhatikan lebih detail identitas yang tertera di pakaian lelaki itu. Apakah dia bagian dari aparatur desa, Balai TNGHS, Perum Perhutani atau malah aparat keamanan. Memasuki kawasan TNGHS, di kanan kiri jalan saya lihat puluhan bangunan mewah. Kontras dengan rumah warga setempat yang relatif sederhana. Hampir dibagian depan bangunan , tertulis: "Villa Disewakan".

Langit mulai mendung. Saya lantas menuju sebuah warung kopi. Pemiliknya bernama Koko Sarkowi. Saya bertanya kepada lelaki 65 tahun, siapa pemilik tempat peristirahatan atau villa-villa tersebut? Mengapa mereka bisa membangun vila di kawasan konservasi yang dilindungi negara? Koko hanya tersenyum. Dia tak mau menyebut nama siapa pemilik villa-villa tersebut. Koko hanya menjawab: "Yang saya tahu, yang jadi permasalahan, Satu, mereka mungkin merambah hutan. Kedua, izin mendirikan bangunan (IMB) dari siapa? Ketiga dari siapa jual beli tanahnya?". Sambil menyerupu kopi susu dan menikmati semangkuk mie instan rebus hangat saya menyimak penuturan enam bapak itu . Sementara di luar sana hujan mulai mengguyur kawasan TNGHS. Kabut pekat mulai turun.

Selepas berbincang dengan Koko, pikiran saya terus bertanya. "Benarkah villa-villa tersebut bodong alias illegal?". Untuk menjawab rasa penasaran, saya bertemu sebut saja namanya Asep. Dia salah seorang pengelola villa. Pertemuan saya dengan Asep dibantu seorang warga Desa Gunung Sari yang juga relawan di Balai TNGHS. Villa yang dikelola lelaki 30 tahun berdiri di areal seluas 5 ribu meter dan disewakan untuk umum. Pemiliknya seorang pengusaha di Jakarta. Saya bertanya kepada Asep, villa ini ada izin atau IMB? "Yang kita tahu memang tak ada. Karena status tanah yang belum resmi. Jadi belum ada IMB," jawab Asep terus terang.

Asep menerangkan lahan yang dipakai untuk membangun villa, menggunakan sistem over alih garapan. Per meter tanah dihargai sekitar 20 ribu rupiah. Asep menyebut seorang nama, saat saya tanya siapa pemilik tanah, "Ya dia dulu veteran juga. Anggota LVRI juga? Ya. Dulu dia tinggal di sini sekarang tinggal di Jakarta," papar Asep. Selain anggota Veteran TNI proses jual beli lahan di areal konservasi TNGHS juga melibatkan calo tanah. Bukan hanya pendatang, warga Desa Gunung Sari juga ikut membangun villa dan fasilitas penunjang lainnya di kawasan wisata alam ini. Ini misalnya saya jumpai saat seorang warga yang tengah memperbaiki saung atau gubuk yang akan disewakan kepada wisatawan. " Kalau bangunan yang ada di hadapan kita itu apa pak?," tanya saya sambil menunjukkan jari telunjuk. " Itu semacam aula. Nginepnya (di saung), dan ngobrolnya di sana (aula pertemuan)," jelas si bapak. Karta, bukan nama sesungguhnya si bapak tadi, mengakui jika bangunannya tak memiliki izin dari pemerintah setempat.

140-an Vila Bodong Milik Pejabat sampai Artis

Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Bogor , sekitar 140-an villa dan bangunan liar telah berdiri di kawasan hutan lindung tersebut. Menurut Kepala Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor, Burhanudin tercatat 143 vila, yang telah berdiri. Itu belum termasuk rumah. Siapa pemilik vila itu? "Saya belum tahu pemiliknya siapa. Tapi yang jelas terindikasi semuanya tidak berizin. Karena harus ada IMB," terang Burhanudin. Selain villa di kawasan seluas lebih dari 250 hektar itu telah dibangun fasilitas lainnya. Seperti bangunan Komando Latihan Tempur Resimen Infantri Kodam Jaya milik TNI seluas 17 hektar, sekolah, masjid, mushola, jaringan listrik, telepon,jaringan komunikasi milik dua operator telepon selular, sampai sarana wisata.

Beberapawarga yang minta identitasnya tak disebutkan mengakui sebagian villa dan bangunan diTNGHS dimiliki pejabat negara yang masih aktif, bekas pejabat, bekas petinggi TNI sampai artis ibukota. Anggota DPR dari Partai Golkar Idrus Marham dan rekannya di partai beringin Rizal Malarengeng, diduga sebagai  pemiliknya. Sementara bekas pejabat yang juga diduga memiliki villa adalah mantan Menteri Koperasi dan UKM, Zarkasih Nur. "Penyanyi rock Ahmad Albar juga, diduga  punya villa di sana," kata seorang warga.

Ancaman Bencana Mengintai Warga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun