Gender seorang laki-laki terhadap pelecehan seksual masih didiskriminasi karena laki-laki dianggap lebih rentan melakukan tindakan pelecehan seksual kepada perempuan dibandingkan perempuan melakukan pelecehan seksual kepada laki-laki. Ketika adanya sebuah kasus bahwa laki-laki menjadi korban sebuah tindakan pelecehan seksual maka penegak hukum menggunakan Pasal 289 KUHP hingga Pasal 296 KUHP atas perbuatan cabul. Pasal ini dinilai memiliki tingkat responsif yang netral terhadap gender.
Seseorang yang sudah menjadi korban tindakan pelecehan seksual tentu sebaiknya harus didampingi dan mendapatkan sebuah konseling agar dapat mengatasi emosional yang ada pada diri korban dan memperkecil sebuah peluang korban menjadi pelaku tindakan pelecehan seksual di kemudian hari. Lalu seorang pelaku tindakan pelecehan seksual harus ditangani secara hukum pasal-pasal apa saja  yang sudah ia langgar dan menerima seluruh sanksi akibat perbuatannya.Â
Namun dukungan masyarakat sekitar juga diperlukan untuk korban tindakan pelecehan seksual. Masyarakat tidak memberikan sebuah julukan kepada korban ataupun pelaku tindakan pelecehan seksual agar tindakan tersebut bagi pelaku yang sudah selesai menjalani hukumannya berhenti sampai disitu dan bagi korban memberikan rasa percaya diri lagi untuk bisa melakukan interaksi dengan sekitarnya.