Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Teana - Almeera (Part 13)

13 November 2017   13:03 Diperbarui: 13 November 2017   13:26 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penjarahan dan perampokan makin hari makin marak di Kota Petra. Banyaknya pendatang dari Bangsa Romawi membuat keadaan masyarakat Petra menjadi kacau.

"Mari Tuan, Myrrh nya. Silakan boleh dicoba." ucap Teana sedikit berteriak menawarkan barang dagangannya kepada setiap orang yang melewatinya.

Sementara itu Rashad dan Galata mengamati Teana dari atas kuda mereka. Sedangkan rombongan yang lainnya berjalan lebih dulu. Berada tak jauh di depan.

Tiba -- tiba seseorang mendatangi Teana. Seorang wanita berkerudung coklat.

"Nak, bolehkah aku tahu apa yang kau jual itu?

Ini Myrrh Nyonya. Apa Nyonya mau beli? ucap Teana ramah sambil menyodorkan sebuah kendi kecil dari keramik.

"Myrrh? Apa itu?" tanya wanita itu sambil membetulkan letak kerudungnya.

"Oh ini adalah getah pohon Nyonya. Getah pohon Myrrh yang sudah disuling. Berkhasiat untuk mengobati segala penyakit." jawab Teana menjelaskan barang dagangannya

"Hmm... Jadi ini adalah getah pohon?" jawab si wanita sambil mengamati kendi yang baru saja diberikan oleh Teana kepadanya. Lalu ia membuka kerudung coklatnya dan membuka penutup kendi yang berisi cairan Myrrh. Mendekatkan hidungnya ke mulut kendi kecil yang terbuat dari keramik itu.

"Harum sekali baunya. Aku menyukainya." ujarnya pelan.

"Nyonya benar sekali. Myrrh ini bisa juga dipakai sebagai parfum karena harum baunya. Atau diminum untuk mengobati segala jenis penyakit. Cukup masukkan beberapa tetes Myrrh kedalam air minum. Khasiatnya langsung terasa Nyonya." ucap Teana menjelaskan.

Bakat berdagang nampaknya sudah mulai dikuasai Teana. Dalam pertemuan singkat itu, Teana telah berhasil menjual dua buah Myrrh kepada wanita yang ditemuinya di pelataran Al Khazneh.

Setelah beberapa menit mereka bercakap -- cakap...

"Terimakasih Nyonya sudah mau membeli Myrrh saya. Semoga Myrrh ini bermanfaat." ucap Teana dengan senyumnya yang ramah.

"Iya Nak, sama -- sama. Semoga Dewi Uzza memberkahimu. Semoga barang daganganmu habis terjual." balas wanita itu sambil memegang kepala Teana. Memberkatinya dengan do'a -- do'a.

"Terimakasih Nyonya," jawab Teana sambil tersenyum ramah.

Lalu Teana pergi meninggalkan wanita itu setelah ia menerima beberapa keping koin perak darinya. Tak lama kemudian mereka berdua berpisah di depan pintu Kuil Al Khazneh.

Suasana pelataran Al Khazneh siang itu makin ramai. Udara yang cukup panas siang itu tidak membuat orang -- orang disana berhenti beraktivitas. Sebagian dari mereka sedang sibuk membeli keperluan mereka sehari -- hari. Sebagian yang lain sibuk melakukan upacara pemujaan di Kuil. Memanjatkan segala keinginan mereka kepada Dewi Uzza. Dewi tertinggi Bangsa Nabataea.

Wanita itu kemudian melanjutkan perjalanannya. Ia hendak pergi ke Kota Petra setelah melakukan pemujaan kepada Dewi Uzza di Kuil Al Khazneh.

Begitu juga dengan Teana. Setelah ia berpamitan, ia kembali menawarkan barang dagangannya.

"Myrrh... Myrrh... Silakan yang mau beli."

Belum jauh Teana beranjak dari tempatnya. Belum lama Teana berpisah dengan wanita itu. Mendadak keributan terjadi. Empat hingga lima orang berjubah hitam dan bercadar keluar berhamburan dari dalam kuil. Seperti hendak melarikan sesuatu. Lebih tepatnya mereka telah mencuri sesuatu dari dalam kuil.

Salah satu dari gerombolan itu menabrak wanita yang baru saja membeli Myrrh milik Teana. Hingga membuat wanita itu jatuh tersungkur di tanah.

"Oh Dewi, tolong..." teriak wanita itu lirih.

Mendengar teriakan itu, Teana segera menghentikan langkahnya. Begitu halnya Rashad dan Galata. Tanpa berpikir panjang, Teana berlari ke arah wanita itu.

"Nyonya...." teriak Teana.

Dengan gerakan yang cepat dan sedikit menyingkap jubahnya, ia bergegas menolong wanita itu. Namun saat hendak mendekati si wanita malang itu, dirinya berpapasan dengan lelaki berbadan tegap dengan cadar hitam menutupi wajah dan kepalanya. Hanya nampak dua pasang matanya yang menatap tajam ke arah Teana.

Teana menahan laju kakinya. Ia menatap lelaki itu. Kedua mata mereka saling beradu pandang. Ingin rasanya Teana menyerang lelaki berjubah hitam yang berpapasan dengannya. Lelaki yang telah menabrak wanita itu hingga tersungkur di tanah.

Namun nalurinya berkata ia harus menolong wanita itu lebih dulu.

Tak berapa lama Teana telah berada disamping si wanita.

"Nyonya, kau tidak apa -- apa?" tanya Teana sambil membantu wanita itu untuk duduk. Ia merasakan tubuh wanita itu gemetar.

"Tunggulah disini Nyonya, aku akan segera kembali." ucap Teana.

Dengan cekatan, Teana bergegas menemui ayahnya Rashad, ia meminta sedikit air kepada ayahnya.

"Ayah, apakah persediaan air kita cukup?"

"Masih cukup banyak Teana. Apakah kau haus?"

"Tidak ayah, aku hendak memberi minum wanita itu. sedikit air pasti bisa menenangkannya sejenak. Beri aku satu kantung air ayah."

Rashad mengangguk. Lalu ia mengambil sebuah kantung kulit berisi air miliknya dan memberikannya kepada Teana.

"Ini anakku, bawalah. Segera kau tolong wanita itu."

"Baik Ayah. Terimakasih."

Kemudian Teana berlari menuju wanita itu untuk memberikan kantung air miliknya.

"Minumlah air ini Nyonya. Agar kau merasa tenang."

"Terimakasih atas pertolonganmu Nak, kau baik sekali." ucap wanita itu setelah minum beberapa teguk air yang diberikan oleh Teana.

"Nyonya sebenarnya mau kemana?" tanya Teana.

"Aku hendak ke Kota Petra. Ada sedikit urusan disana. Kau sendiri mau pergi kemana Nak?"

"Aku dan rombongan ayahku hendak kembali ke Kota Hegra. Pulang kerumah kami."

"Jadi kau bukan asli penduduk Kota Petra?"

"Bukan Nyonya, aku lahir di Kota Hegra. Aku kemari mengikuti ayahku berdagang Myrrh disini."

"Oh begitu rupanya. Semoga kau dan rombongan ayahmu selamat sampai di Kota Hegra. Dewa memberkati kalian Nak."

"Terimakasih Nyonya. Mari Nyonya, aku bantu berdiri. tidak enak dilihat banyak orang."

Mereka berdua akhirnya berpisah. Wanita itu kembali melanjutkan perjalanannya ke Kota Petra. Sedangkan Teana tetap berdiri di tempatnya. Matanya yang biru memandang lepas ke seluruh penjuru Al Khazneh. Matanya berusaha memburu keberadaan lelaki bercadar hitam tadi.

"Dia sudah tidak ada..." gumam Teana dalam hatinya.

Lalu ia berjalan menemui ayahnya dan Galata yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Apa yang kau cari Teana?" tanya Rashad.

"Tidak ayah, tidak ada."

"Oh ya sudah. Sepertinya kau kelelahan. Sebaiknya kau naik kuda saja. Biar Ayah suruh Karam memberikan satu kudanya untukmu."

"Baiklah Ayah. Apa kata Ayah saja."

Akhirnya rombongan Rashad memasuki Al Siq. Mereka telah meninggalkan pusat Kota Petra. Melanjutkan perjalanan mereka ke Kota Hegra.

Pulang kembali ke kota kelahiran mereka.

Dari kejauhan nampak seorang wanita berdiri tegap dengan senyum mengembang di wajahnya.

"Teana..." gumamnya lirih dari balik kerudung coklatnya.

***

"Almeera....." ucap Teana lirih dari balik pintu kamar Almeera. Namun karena belum ada jawaban, Teana mengetuk pintu kamar Almeera beberapa kali.

"Iya Tuan, sebentar." jawab Almeera kemudian.

Tak berapa lama pintu kamar Almeera pun terbuka. Muncullah wanita cantik dari balik pintu itu.

"Ada apa Tuan memanggil saya pagi - pagi begini? Apa ada sesuatu yang Tuan perlukan? Biar hamba melayani Tuan." balas Almeera sopan.

"Kau benar sekali Almeera. Maukah kau menemaniku keluar sebentar? Aku ingin jalan -- jalan keluar. Menikmati udara pagi yang masih segar ini."

"Tentu saja Tuan. Hamba akan menemani kemanapun Tuan pergi. Namun sebelum itu izinkan hamba mengganti pakaian hamba terlebih dulu."

"Baiklah. Aku tunggu kau di luar Penginapan Al Anbath."

"Iya Tuan."

***

Hubungan antara Teana dan Almeera sangatlah dekat. Bahkan melebihi saudara. Hal ini bukan karena sebab. Selain usia mereka berdua yang terpaut tidak terlalu jauh, Teana telah menyelamatkan nyawanya dari perampok Tabuk.

Masih tergambar jelas dalam ingatan Almeera. Waktu itu ia berlari menyelamatkan diri dari serangan para komplotan perampok di Kota Tabuk.

"Bunuh saja penduduk yang mencoba melawan dan tidak mematuhi perintahku!" teriak pemimpin perampok itu.

"Baik Tuan, akan hamba lakukan perintah Tuan."

Para penduduk Kota Tabuk berhamburan keluar dari rumah mereka. Suasana siang itu mendadak ricuh. Orang tua dan anak -- anak berlarian kesana kemari menyelamatkan diri dari serangan membabi buta kelompok perampok pimpinan Ja'far.

Mereka tidak peduli dengan harta mereka. Meskipun mereka tahu bahwa anak buah Ja'far mengambil paksa harta yang mereka miliki.

"Hei... Kau, serahkan barang -- barang berharga milikmu."

"Ampun Tuan, hamba tidak punya apapun." ucap seorang wanita ketakutan sambil memeluk anaknya yang masih kecil.

"Betul kata istri hamba Tuan. Kami hanyalah buruh perkebunan kurma disini. Tidak banyak harta yang kami miliki." bela suami dari wanita itu.

"Aaah... Kalian banyak alasan." ucap anak buah Ja'far.

Situasi menjadi semakin tegang. Wanita itu memeluk putri satu -- satunya dengan erat. Demikian halnya sang anak. Ia memeluk ibunya. Menenggelamkan kepalanya dalam dekapan sang ibu. Keringat dingin terus bercucuran di kening anak itu. Ia ketakutan.

Sedangkan suaminya melindungi mereka. Bersiap -- siap terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi.

"Kalau begitu, aku ingin anakmu. Berikan anakmu sebagai pengganti harta yang tidak bisa kailan serahkan padaku." teriak anak buah Ja'far tiba -- tiba.

"Jangan Tuan. Jangan ambil anakku. Lebih baik ambil semua yang kami miliki. Asal kau lepaskan anakku." ucap pria itu memohon.

Anak buah Ja'far tidak memperdulikan ucapan mereka. Ia turun dari kudanya. Mengeluarkan pedangnya dari sarung yang membungkusnya.

"Kalian tahu ini apa?" ucapnya sambil mengayun -- ayunkan pedang ke udara.

Anak wanita itu semakin ketakutan dan menagis dalam pelukan ibunya. Sedangkan ayahnya berusaha melindungi mereka. Ia mengambil sebuah tongkat yang berada tak jauh darinya. Menggunakannya sebagai senjata.

"Kalian berdua pergilah. Biar aku yang menghadapi lelaki ini." ucap suami wanita itu.

"Tapi suamiku, kau akan kalah. Ia tak sebanding denganmu."

"Sudahlah turuti perintahku. Lebih baik salah satu dari kita ada yang hidup daripada kita mati semua. Pergilah!" perintah suami Amirat.

Pertarungan antara ayah Almeera dengan anak buah Ja'far tidak bisa dihindari. Ia tahu bahwa ia tidak akan mungkin menang melawan anak buah Ja'far itu. Namun demi anak dan istrinya, ia berani menghadapi prajurit bertubuh besar yang sekarang ada di hadapannya.

"Kalian berdua pergilah. Cepaaat...!"

"Baiklah suamiku, jagalah dirimu. Tetaplah hidup demi kami." ucap ibu Almeera sambil membawa lari anaknya menuju bukit berbatu yang terhampar luas dihadapannya. Berharap tidak akan ada yang menemukan mereka.

Sementara itu, anak buah Ja'far sibuk menghadapi ayah Almeera. Lelaki bertubuh kecil dihadapannya itu cukup gesit. Meskipun ia hanya bersenjatakan tongkat, namun ia sanggup menghindar dari serangan pedangnya.

"Sialan kau orang tua!" umpat anak buah Ja'far sambil emosi.

"Ayo, hadapilah aku. Apa cuma itu yang kau bisa, haaaah...!" teriak ayah Almeera menantang.

Dengan gerakan cepat, anak buah Ja'far menghunuskan pedangnya kearah ayah Almeera. Begitupun sebaliknya, ayah Almeera menyerang balik dengan tongkat di tangan kanannya.

Namun takdir berkata lain. Anak buah Ja'far yang terkenal bengis dan licik itu berhenti ditengah pertarungan. Begitu ayah Almeera mendekat, anak buah Ja'far membungkukkan badannya dan mengambil segenggam pasir menggunakan tangan kirinya.

"Rasakan ini...." ucap anak buah Ja'far sambil melempar pasir itu kearah mata ayah Almeera.

"Aaah... Mataku!"

Dalam sekejap pandangan ayah Almeera berubah gelap. Pedih dan panas menggerogoti kedua matanya. Kesempatan itu tidak disia -- siakan oleh anak buah Ja'far. Segera ia menghunuskan pedangnya ke perut ayah Almeera. Darah mengalir segar membasahi pedang milik anak buah Ja'far.

"Mati kau...!" gumamnya dengan tersenyum puas.

***

Sementara itu, di bukit berbatu di pinggiran Kota Tabuk...

"Ibu, kita kemana bu?" tanya Almeera.

"Kita akan pergi meninggalkan Kota Tabuk Nak. Bersabarlah." ucap ibu Almeera sambil menggandeng anaknya.

"Kemana ayah? Mengapa ayah tidak ikut?"

"Ayahmu sedang ada urusan. Ia mengambil barang -- barang yang tertinggal dirumah. Sebentar lagi ayahmu akan menyusul." ucap ibunya sambil membelai rambut Almeera. Belaian yang menenangkan hati Almeera.

Dengan hanya berselimutkan jubah dan kerudung di tubuh, mereka berdua berjalan menyusuri bukit batu yang panas itu. sejauh mata memandang yang nampak hanyalah bebatuan.

Selangkah demi selangkah mereka berjalan menyusuri jalanan yang mulai menurun. Membawa mereka ke suatu tempat. Hingga akhirnya mereka berdua tiba di sebuah jalan yang cukup besar. Nampaknya jalan itu adalah jalan yang sering dilewati oleh para pedagang yang hendak menuju ke Kota Petra maupun Kota Hegra.

"Sekarang kita mau kemana Bu?" tanya Almeera kepada ibunya.

"Kita akan menuju Kota Hegra Nak, kita akan menemui pamanmu disana."

"Paman? Aku punya paman?"

"Iya Nak, kau memiliki seorang paman. Nanti kau akan mengetahuinya setelah kau bertemu dengannya di Kota Hegra."

Dengan langkah pelan, mereka berdua berjalan menyusuri jalanan yang besar itu. Almeera menggandeng tangan ibunya dengan erat. Seakan -- akan ia tak ingin berpisah darinya.

Setelah cukup jauh berjalan, tiba -- tiba terdengar suara ringkihan kuda. Seekor kuda yang melaju cepat. Ibu Almeera merasa senang. Karena itu artinya mereka akan mendapatkan bantuan. Setidaknya ada orang yang akan menolong mereka.

"Almeera... kita selamat Nak."

"Maksud Ibu?"

"Kau tunggu disini sebentar."

Wanita itu berjalan ke tengah -- tengah jalan. Ia hendak meminta bantuan kepada lelaki penunggang kuda yang nampak tidak jauh di depannya. Ia berusaha melambai -- lambaikan kedua tangannya agar terlihat oleh lelaki itu.

Namun saat lelaki penunggang kuda itu mulai mendekat, ia segera menghentikan lambaian tangannya. Wanita itu langsung berlari menemui anaknya Almeera.

"Almeeraaaaa.... Lariiiii... Selamatkan dirimu dari anak buah Ja'far!" teriak ibunya dari kejauhan.

Almeera yang tidak mengerti apapun hanya diam di tempatnya. Ibu Almeera terus berlari dan berlari menemui anaknya. Anak buah Ja'far semakin dekat. Saat ia berada tak jauh dari ibu Almeera, ia menyabetkan pedangnya ke arah wanita itu. Dengan gerakan cepat, ibu Almeera berhasil mengelak dari sabetan pedang tajam. Namun lengan kirinya bercucuran darah. Mata pedang telah menggores tangannya.

Melihat seorang anak kecil di depannya, anak buah Ja'far segera turun dari kudanya. Ia menginginkan Almeera untuk dibawanya pulang sebagai budaknya.

Ibu Almeera meringis menahan perih di lengan kirinya. Namun saat melihat anak buah Ja'far membawa Almeera, naluri keibuannya muncul. Ia segera bangkit untuk menyelamatkan anaknya. Ia mengambil sebuah batu besar. Lalu ia melemparkan batu itu tepat kearah anak buah Ja'far.

Lelaki itupun tewas dengan darah mengucur deras dari kepalanya.

"Ibuuu...." teriak Almeera sambil berlari kearah ibunya.

"Almera anakku....!" ucap ibunya lirih sambil memeluk anaknya.

"Ibu, ibu tidak apa -- apa kan?"

"Ibu baik -- baik saja Nak." balas ibunya sambil memegang lengan kirinya yang terus mengeluarkan darah segar.

"Jubah ibu kenapa? Kenapa merah semua?"

"Tidak apa -- apa Nak, ayo sini ibu gendong. Ibu akan membawamu naik keatas kuda itu. bukankah kau ingin naik kuda?" tanya ibu Almeera sambil tersenyum kepada anaknya.

"Horeee... Kita akan naik kuda." teriak Almeera senang.

Ibu Almeera tersenyum. Dengan sisa tenaga yang ia miliki, ia menaikkan Almeera keatas punggung kuda.

"Almeera, peluklah leher kuda ini erat -- erat. Apapun yang terjadi, janganlah menoleh ke belakang. Kalau kau menoleh ke belakang, kau akan jatuh. Kau ingat itu?" tanya ibunya.

Almeera mengangguk. Ia menuruti apa kata ibunya. Segera ia memeluk leher kuda itu. Setelah merasa Almeera sudah cukup tenang. Ibunya berkata...

"Almeera... Ingat baik -- baik. Jangan menoleh ke belakang. Kau paham?"

"Iya Bu, aku paham. Tapi... Mengapa ibu tidak ikut naik kuda bersamaku? Ibu takut?" tanya Almeera polos sambil terus memeluk leher kuda itu.

"Ibu akan ikut bersamamu Nak, kau pergilah dulu. Biar ibu mencari kuda lain. Sebentar lagi kuda itu akan datang." bujuk ibunya.

"Baiklah Bu, aku berangkat dulu." jawab Almeera.

Ibu Almeera memukul kaki belakang kuda, saat itu juga kuda melesat dengan cepatnya menyusuri jalan. Almeera masih tetap mematuhi perintah ibunya. Memeluk leher kuda dengan erat tanpa menoleh ke belakang.

Beberapa saat kemudian, setelah melihat kuda dan anaknya tidak nampak lagi di hadapannya. Ibu Almeera tersenyum.

"Semoga Dewi Uzza melindungimu anakku." gumam ibunya lirih.

Pandangan mata ibu Almeera seketika berubah menjadi gelap. Tubuhnya ambruk diatas pasir yang panas. Nafasnya berhenti bersamaan dengan berhentinya aliran darah ditubuhnya.

Hari mulai sore. Sementara itu kuda Almeera terus berlari. Rasa lelah melanda sekujur tubuh Almeera. Pandangan matanya mulai kabur. Ia merasa sangat kehausan dan kelaparan.

Hampir seharian Almeera belum makan. Sejak perjalanannya menghindari anak buah Ja'far.

Tiba -- tiba pengangan tangan Almeera menjadi longgar. Ia terhempas dari atas kudanya. Kepalanya terbentur batu besar ketika tubuhnya berguling -- guling diatas pasir. Almeera pingsan.

***

Saat itu hari mulai malam. Bintang memenuhi langit Kota Tabuk. Dengan beberapa obor sebagai penerang jalan, rombongan Rashad terus berjalan menyusuri jalan utama kota.

"Hei... Mengapa kalian berhenti?" tanya Rashad tiba -- tiba.

"Maaf Tuan, saya melihat ada seseorang tergeletak di pinggir jalan. Makanya kami berhenti." ucap Karam.

"Siapa dia Karam? Seorang pedagang atau prajurit kerajaan?" tanya Rashad penasaran.

Teana segera turun dari atas kudanya. Lalu ia berjalan menemui Karam.

"Dimana orang itu. biar aku melihatnya." ucap Teana.

"Anakku, sebaiknya kau tak usah kesana. Biar Karam saja yang mengatasinya." ucap Rashad kepada Teana.

"Tidak ayah, firasatku tidak enak. Sepertinya aku harus menolong orang itu sendiri."

"Baiklah kalau demikian. Berhati -- hatilah."

"Baik Ayah."

Karam bergegas mengantar anak majikannya menuju tempat yang dimaksud.

"Itu Tuan, dia disana." ucap Karam.

Teana segera berlari menuju orang itu. Tubuhnya tertelungkup diatas pasir. Kerudungnya menutupi kepalanya.

"Karam, berikan obormu padaku." perintah Teana.

"Ini Tuan." jawab Karam sambil memberikan obor miliknya.

Pelan -- pelan Teana mendekatkan obornya, ia membalikkan badan orang itu hingga wajahnya nampak jelas oleh Teana.

"Karam, dia seorang anak perempuan. Dia masih hidup" ucap Teana setelah ia memeriksa denyut nadi anak itu.

Teana segera mengambil kendi kecil Myrrh dari tas kecil miliknya. Lalu mengoleskannya dibagian bawah hidung anak perempuan itu.

"Aku dimana?" ucap anak itu lirih sesaat setelah ia sadar.

"Kau aman, tenanglah. Siapa namamu?" tanya Teana.

"Almeera."

Teana kemudian membopong tubuh Almeera. Ia berjalan menuju kuda miliknya.

"Siapa dia Teana?" tanya Rashad setelah mengetahui kedatangan Teana bersama Almeera.

"Dia Almeera ayah, dia kehabisan banyak cairan. Ia memerlukan perawatan. Bolehkah aku membawanya pulang Ayah?" tanya Teana kepada Rashad.

Melihat keadaan Almeera yang mulai kehabisan tenaga dan sedikit lusuh, Rashad menaruh iba padanya.

"Baiklah anakku, ajaklah ia ikut bersama kita."

"Terimakasih Ayah." ucap Teana sambil tersenyum.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun