Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Teana - Galata (Part 10)

25 Juli 2017   18:31 Diperbarui: 25 Juli 2017   18:39 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: goldwallpapers.com

Kehamilan Aairah kini makin membesar. Sudah menginjak bulan kedelapan. Itu artinya sebentar lagi ia akan melahirkan.

"Semoga kau selalu sehat anakku, kelak kau akan menjadi pemimpin Bangsa Nabataea." ucap Aairah pelan sambil mengusap perutnya sore itu.

"Semoga Dewa selalu memberkatimu anakku..." balas Rashad yang saat itu sedang duduk disebelah Aairah mengerjakan laporan keuangan kerajaan.

"Ia suamiku. Semoga." Balas Aairah sambil membolak -- balik lembaran buku ramuan minyak wangi.

Mereka berdua saling pandang dan tersenyum bahagia.

Dengan semakin besarnya perut Aairah, ia tidak bisa leluasa beraktivitas seperti dulu. Membersihkan kebun, memasak untuk suaminya dan aktivitas rutin lainnya kini dikerjakan oleh Hamra dan beberapa pelayannya.

Aairah hanya bisa beristirahat total sambil menunggu kelahiran anaknya. Sesekali ia membaca buku -- buku tentang jenis -- jenis rempah dan ramuan wewangian. Semua buku itu ditulis dalam Bahasa Aram. Yakni bahasa sehari -- hari Bangsa Nabataea.

Ia dengan mudah mendapatkan buku -- buku itu dari teman suaminya yang bekerja sebagai pedagang di Semenanjung Arab. Sebagai pedagang, tentunya mereka memiliki hubungan yang luas dengan pedagang lain dari berbagai negara.

Beberapa buku yang dimiliki Aairah diantaranya adalah buku tentang pengetahuan rempah -- rempah yang ia peroleh dari Suraj. Seorang pedagang rempah -- rempah dari India.

Saat itu India terkenal akan rempah -- rempah yang berkualitas.

Aairah juga memiliki buku pengetahuan tentang jenis -- jenis madu dan bunga -- bunga liar. Ia mendapatkannya dari seorang pedagang saat suaminya Rashad berkunjung ke Mesir untuk sebuah tugas kerajaan. Di Negara Timur Tengah, saat itu Mesir terkenal akan ramuan wewangiannya.  

Buku -- buku miliknya berjajar rapi diatas rak buku yang ada di ruang utama.

"Maaf Nyonya, Daleela sedang menunggu diluar. Ia ingin menemui Nyonya."

Pelayan Aairah tiba -- tiba memecah konsentrasinya membaca.

"Oh, persilahkan Daleela masuk." balas Aairah.

"Iya Nyonya." jawab pelayan itu sambil berlalu meninggalkan Aairah.

Tak lama berselang, Daleela masuk dan duduk disebelah mereka berdua.

"Ada apa Daleela? Sepertinya ada sesuatu yang membuatmu resah." tanya Aairah setelah ia mengamati raut wajah sahabatnya itu.

"Mmm... Begini Aairah, sebenarnya aku..." ucap Daleela terputus -- putus dengan mata memandang ke arah suami Aairah.

Seakan mengerti perasaan Daleela, Aairah memegang tangan sahabatnya itu dan berkata...

"Tenanglah, tidak apa -- apa. Ceritakan saja apa kepada kami." jawab Aairah dengan lembut.

Senyumnya menenangkan hati Daleela yang gugup.

Tumpahlah isi hati Daleela sore itu. Beban yang ditanggungnya sedikit ringan. Daleela menceritakan semuanya kepada Aairah.

Rashad hanya bisa mendengarkan saja sambil mengerjakan tugasnya. Ia tak berkomentar sedikitpun.

"Aku akan membantumu. Besok pagi -- pagi sekali aku akan mengantarmu ke Petra. Ke Al Khazneh." jawab Aairah singkat setelah Daleela selesai bercerita.

"Benar Daleela, kau tak perlu khawatir. Istriku akan membantumu. Aku juga akan mengirimkan beberapa pelayanku untuk menemani perjalanan kalian berdua." ucap Rashad kepada Daleela.

"Tapi Aairah... Kehamilanmu sekarang makin besar. Aku takut terjadi apa -- apa denganmu nanti. Lebih baik jangan Aairah. Utamakan bayimu. Biar aku diantar suamiku." ucap Daleela sambil menatap Aairah.

"Kau tidak usah khawatir Daleela. Aku selalu menjaga janinku ini dengan baik. Selain ramuan wewangian, aku mengerti akan segala jenis ramuan obat -- obatan. Sudah puluhan buku pengobatan yang aku baca. Kau harus tahu itu." ucap Aairah sambil memegang tangan sahabatnya. Sebuah bentuk perhatian dan kasih sayang dari seorang sahabat.

"Terimakasih Aairah, terimakasih Rashad. Kalian berdua sangat baik sekali. Semoga Dewa Dhushara memberkati kalian." balas Daleela sambil memeluk Aairah dengan mata berkaca -- kaca.

Dua hari kemudian...

"Semoga Dewi Uzza mengabulkan do'amu Daleela." ucap Teana.

"Semoga saja begitu Aairah. Aku sangat mengharapkannya." balas Daleela sambil tersenyum kepada Aairah.

Setelah membetulkan letak kerudung mereka, mereka berdua berjalan beriringan keluar dari Al Khazneh.

"Ritualnya sudah selesai Nyonya?" tanya Hamra yang menyambutnya diluar.

"Sudah Hamra. Semua berjalan dengan lancar." ucap Aairah.

"Syukurlah kalau begitu Nyonya. Saya sangat senang mendengarnya. Semoga Nyonya Daleela lekas mendapatkan keturunan." ucap Hamra dengan tangan menengadah keatas memohon kepada Dewi Uzza.

"Terimakasih atas do'amu Hamra." Daleela berkata pelan kepada Hamra. "Aku doa'kan agar bayimu lahir dengan selamat Aairah." Sahutnya kemudian.

"Terimakasih Daleela." balas Aairah.

"Mari Nyonya, mari kita pulang. Kishwar telah menunggu kita." ucap Hamra.

Akhirnya Aairah dan Daleela bertolak menuju Kota Hegra. Mereka pulang saat sore hari. Seperti umumnya para pedagang yang hendak menuju Kota Petra, rombongan Aairah pun melewati Al Djinn. Sebuah wilayah berbatu cadas yang cukup tandus dan kering.

Kereta unta Aairah berjalan pelan meninggalkan Kota Petra. Mereka telah keluar dari lorong Al Siq. Rombongan itu kini melewati Al Djinn.

"Apakah kau haus Daleela? Atau kau ingin membersihkan badanmu sebentar? Aku bisa mengantarmu menuju sebuah sumber mata air yang segar." ucap Aairah menawarkan bantuan kepada Daleela.

"Sepertinya aku tidak akan menolak tawaranmu itu Aairah." balas Daleela menyambut tawaran Aairah.

Rombongan Aairah berhenti sejenak. Aairah dan Daleela bergegas menuju sumber mata air. Sedangkan Hamra menunggu didalam kereta.

"Indah sekali Aairah. Airnya sangat jernih dan menyegarkan." ucap Daleela setelah sampai disana.

"Kau benar Daleela. Nikmatilah apa yang ada didepanmu sekarang." ucap Aairah.

Tanpa berpikir panjang, Daleela segera berjalan menuju mata air itu. berjongkok di tepian kolam, membasuh muka dan membersihkan tangannya.

"Oh Dewa.... Segar sekali air ini..." ucap Daleela senang.

Aairah berjalan menuju Daleela yang sedang asyik menikmati mata air itu. Aairah berjongkok dan meminum air yang ada disana.

"Bagaimana? Apakah sekarang kau merasa segar kembali?" tanya Aairah kepada Daleela.

"Iya Aairah. Aku sekarang merasa segar. Lelah dan letihku hilang." balas Daleela senang.

"Kalau sudah selesai, lekas kita pulang. Kishwar dan Hamra tentu telah lama menunggu kita."

"Ayo Aairah. Mari."

Aairah dan Daleela akhirnya meninggalkan mata air itu setelah mengisi kantung air yang mereka bawa. Sore itu cukup redup. Tidak begitu panas. Wilayah Al Djinn nampak cukup tenang. Tidak ada debu pasir yang beterbangan. Sehingga mereka berdua leluasa menikmati pemandangan yang ada disekitarnya.

Tiba -- tiba langkah Daleela terhenti.

"Ada apa Daleela? Mengapa kau berhenti?" tanya Aairah.

"Apa kau tidak mendengar sesuatu? tanya Daleela.

"Apa?"

"Suara tangisan bayi."

"Tidak, aku tidak mendengar ada suara tangisan disini selain suara desir angin gurun."

Daleela seakan tak mempedulikan ucapan Aairah. Ia berjalan menjauh dari Aairah. Ia mencari sumber suara itu.

"Daleela, kau mau kemana? Tunggu aku!"

Aairah hanya bisa berjalan mengikuti Daleela tanpa berkata apapun. Sedangkan mata Daleela terus mengamati sekelilingnya. Matanya menjelajahi seluruh bebatuan besar yang nampak didepannya.

Hingga akhirnya ia sampai di sebuah batu yang cukup besar. Batu itu memiliki lubang kecil didalamnya. Nampaknya lubang itu adalah lubang yang digunakan untuk menampung air hujan. Namun kini telah kosong.

Seperti terkena sihir, Daleela mendekati batu itu. Ia seolah mendengar suara tangisan bayi dari lubang batu. Lalu ia memasukkan sedikit kepalanya kedalam. Betapa bahagianya hati Daleela, ia melihat seorang bayi lelaki didalamnya.

"Puja Dewi Uzza....." teriak Daleela senang.

"Daleela, kau kenapa?" tanya Aairah yang berjalan pelan mendekati sahabatnya itu sambil memegangi perutnya dengan kedua tangannya.

Daleela membalikkan badannya.

"Oh Dewa....." Aairah terperanjak kaget. Matanya seakan tak percaya atas apa yang dilihatnya.   

"Dewi Uzza telah mengabulkan do'aku Aairah." ucap Daleela pelan dengan air mata menetes dari kedua bola matanya.

***

Beberapa jam sebelumnya...

"Jangan Tuan, ampun Tuan. Jangan bunuh bayi saya." budak wanita itu menangis terisak dibawah kaki majikannya.

Ia dan suaminya tidak bisa berbuat apa -- apa. Mereka tahu bahwa majikan mereka melarang adanya bayi dirumahnya. Namun sebagai pasangan yang telah lama menikah, mereka ingin mendapatkan momongan untuk meneruskan keturunan mereka kelak. Meskipun keturunan mereka nantinya akan menjadi budak juga.

Mereka tak peduli.

Dua hari setelah kelahiran bayi mereka, sang majikan akhirnya mengetahuinya. Ia marah besar kepada sepasang suami istri itu.

"Kalau kau masih ingin nyawa bayimu selamat, segera kau buang bayimu. Atau aku akan memenggal kepala kalian bertiga.!" bentak sang majikan.

"Ampun Tuan, jangan Tuan lakukan itu kepada bayi yang tak berdosa ini." Ayah bayi itu memohon sambil mencium kaki majikannya.

"Iya Tuan, kami akan membuang bayi kami ini. Kami rela berpisah dari bayi kami asalkan ia masih diberi kesempatan untuk hidup." isak budak wanita itu.

"Bagus kalau kalian mengerti. Kalian adalah budak -- budakku. Hidup dan mati kalian ada di tanganku. Segera kau buang bayi itu." perintah sang majikan.

Mendengar sang majikan berkata begitu, sepasang suami istri itu segera menyingkir membawa bayi mereka. Mereka berniat membuangnya jauh -- jauh agar tak ditemukan oleh majikan mereka. Agar tak dibunuhnya.

"Suamiku, lebih baik kita kabur saja dengan bayi kita. Lalu kita besarkan bayi ini bersama -- sama." ucap istrinya sambil berjalan pelan disebelah suaminya.

"Kabur katamu? Apa kau tidak melihat rantai yang memborgol tangan dan kaki kita ini? Kalaupun kita behasil kabur, anak buah majikan kita pasti akan mencari kita. Dan sudah bisa ditebak nyawa kita akan melayang." jawab suaminya singkat dan datar.

"Tapi suamiku..." ucap istrinya menyela.

"Sudahlah, buanglah angan -- anganmu itu jauh -- jauh. Lebih baik kita bergegas menuju Wilayah Al Djinn sebelum hari gelap. Kita akan menyembunyikan bayi itu disana. Diantara bebatuan gunung yang tinggi. dengan begitu bayi kita aman dari binatang buas yang kelaparan. Dan semoga desiran angin gurun membawa tangisan bayi kita. Mengalunkannya ke udara sehingga nantinya akan terdengar oleh orang yang lewat." ucap si budak lelaki.

"Kau benar suamiku. Semoga bayi kita ditemukan oleh orang yang baik. Semoga bayi kita kelak menjadi orang besar. Bukan menjadi budak seperti kita." ucap istrinya penuh harap.

***

Matahari beranjak ke ufuk barat. Hari makin sore.

"Selamat Daleela, akhirnya kau mendapatkan seorang bayi. Akhirnya Dewi Uzza mengabulkan permohonanmu. Ia memberimu seorang bayi laki -- laki yang sangat tampan Daleela." ucap Aairah. Ia sangat bahagia melihat sahabatnya mendapatkan bayi.

"Terimakasih Aairah, ini semua berkat do'a mu juga. Pertolonganmu juga. Berkat kau dan suamimu Rashad, aku mendapatkan bayi ini. Seandainya kau tidak mengantarku, mungkin sekarang bayi ini tidak ada dalam pelukanku Aairah." ucap Daleela berkaca -- kaca.

"Daleela...."

Aairah memeluk erat Daleela dan bayinya. Airmata bahagia menetes pelan dari kedua pelupuk matanya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun