Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wanita Bermulut Tiga

25 April 2016   12:56 Diperbarui: 25 April 2016   13:13 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah tuan rumah menghidangkan suguhan. Tetamu pun segera menyantapnya.

“Hmm… lezat sekali jaddah ini. Manis” ucap seorang ibu muda.

“Aaah… rasanya biasa saja bu, aku sering melihatnya di pasar dekat sini. Harganya murah, ya mungkin wajar ya kalau si Laili membeli makanan itu untuk suguhan. Kan dia orang tak mampu. Jadi suguhannyapun sesuai dengan kemampuannya” jawab Cik Rina seraya melumat habis kue lemper dalam mulutnya. Mulut Cik Rina seketika berjumlah tiga. Ibu muda itupun hanya bisa menyungging senyuman yang dipaksakan. Setelah tiga puluh menit, tetamu selesai menikmati suguhan aneka rupa dan rasa itu. Pengajian pun dibubarkan.

Dalam perjalanan pulang, Cik Rina, Khoirotin dan Jamaiyah berjalan beriringan. Kebetulan rumah mereka satu arah dan saling bertetangga dekat.

“Pengajian tadi sungguhlah khidmat. Penuh kesejukan hati ini rasanya” ucap Khoirotin.

“Iya… kau benar sekali Tin” balas Jamaiyah bersetuju dengan ucapan Khorotin tadi.

Mendengar obrolan mereka, air muka Cik Rina berubah masam. Kedua bola matanya yang hitam bergerak tak beraturan. Cik Rina hanya bisa menundukkan kepalanya. Entah karena paham atau karena malu. Tak ada yang tahu menahu isi hati Cik Rina kala itu. Hanya terdengar suara gemerutuk gigi – giginya menahan kesal atas obrolan mereka berdua.

***

Kehidupan Cik Rina terkenal buar. Gaya hidupnya royal. Suka bermewah - mewah. Baik dalam tingkah maupun penampilannya. Dirumahnya penuh dengan perabotan mewah. Ambal berwarna warni digelar di ruang tamu. Guci keramik cina tertata rapi di pojok ruangan. Kursi berukir dari jati berdiri kokoh ditengahnya. Sementara itu diatasnya tergantung hiasan bohlam warna – warni bak mutiara memancarkan kilaunya. Maklumlah, suaminya seorang kontraktor yang tak pernah kering sungai uangnya.

“Jadi… ibu mahu menyumbang berapa?” tanya seorang wanita.

“Hmmm… Kebetulan suamiku juga ketua pengurus masjid disitu. Jadi aku sebagai istrinya harus menyesuaikan dengan kedudukan yang disandangnya. Aku akan menutup semua kekurangan biaya pembangunan masjid” jawab Cik Rina dengan senyum pongah mengukir di wajahnya yang tak muda lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun