Mohon tunggu...
M. Hafid
M. Hafid Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer writer

Saya merupakan penulis lepas dan pernah menjadi kontributor di beberapa media online. Sejak awal kuliah sudah aktif di organisasi jurnalistik hingga selesai kuliah dan sampai sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Revolusi PSSI Harga Mati agar Tragedi Kanjuruhan tidak Terulang Lagi

18 Desember 2022   15:28 Diperbarui: 18 Desember 2022   15:30 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo PSSI. Foto: doc. PSSI

Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) saat ini mendiami posisi terendah, baik secara nilai maupun tata kelola yang dilakukan para pemimpinnya. Secara nilai, para pemimpin PSSI telah melupakan dan "memaksa" melepaskan tanggung jawab yang semestinya dilakukan.

Tindakan amoral para pemimpin PSSI ini tampak nyata dalam menghadapi tragedi Kanjuruhan yang telah menewaskan 135 orang. Tragedi tersebut bukan terjadi atas faktor ketidaksengajaan melainkan pengurus PSSI, pengelola liga, dan pihak terkait yang telah menyebabkan ratusan nyawa melayang.

Para pemimpin PSSI dan pihak terkait tampak acuh tak acuh dalam menyelesaikan persoalan itu, alih-alih memberikan keadilan, para pemegang kendali sepak bola Indonesia ini melah menambah luka kepada para keluarga korban. Mereka secara tidak serius untuk menuntaskan permasalahan tersebut hingga ke akar-akarnya.

Permohonan maaf juga sangat sulit untuk sekedar diucapkan oleh pimpinan PSSI. Hal ini menandakan adanya krisis moral akut di tubuh PSSI, krisis moral ini harus segera dientaskan dan PSSI harus diselamatkan sedini mungkin. Pasalnya, mengaca pada tragedi Kanjuruhan itu pihak pemimpin PSSI dapat dinilai menyudutkan para korban dengan menyebutkan bahwa korbanlah yang lebih dulu menyerang para penjaga keamanan dalam laga tersebut.

Selain persoalan itu, krisis moralitas para pemimpin PSSI ini telah membawa sepak bola Indonesia ke jurang terdalam. Kompleksitas permasalahan pemimpin PSSI ini akan menjalar ke setiap lapisan serta ke dalam hal yang paling krusial dalam sepak bola Indonesia, yakni nasionalisme para pemain. Oleh sebab itu, reformasi PSSI menjadi jalan yang tepat untuk menghalau atau memutus mata rantai kebobrokan para pemangkunya.

Revolusi PSSI

Revolusi PSSI harga mati jika ingin khitah sepak bola dan moralitas di lembaga yang menaungi persepakbolaan itu kembali. Sebenarnya kalau kita berbicara soal revolusi tidak melulu soal pergantian pemimpinnya, lebih jauh dari itu juga soal tata kelola yang ada saat ini.

Artinya, selain harus melakukan pergantian pengurus juga harus melakukan revolusi pengelolaan yang selama ini dilakukan. Sejauh ini pengelolaan yang dilakukan pemimpin PSSI masih terbilang jauh dari kata sukses karena masih banyaknya penyalahgunaan dan penyelewengan wewenang.

Transparansi dan profesionalitas belum sepenuhnya dilakukan bahkan seakan-akan sengaja tidak dilakukan, akibatnya membuat liga di Indonesia tidak berjalan sebagaimana mestinya, dalam artian liga di Indonesia tidak dijalankan secara bersih. Maka tidak heran jika sepak bola Indonesia masih berjalan di tempat dan mandek.

Revolusi PSSI harga mati ini harus selalu digaungkan, jangan biarkan mereka (pemimpin PSSI) menjadi parasit sepak bola yang dijadikan sebagai komoditas politik dan kepentingan kelompok tertentu. PSSI harus direstorasi sehingga tujuan awal dapat terpenuhi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun