Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Abad 21, Era Talbis

24 Oktober 2018   22:21 Diperbarui: 24 Oktober 2018   22:59 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kebenaran. Kata yang satu ini di zaman ini amat sulit ditemukan, termasuk sulit untuk didefinisikan, ditafsirkan, atau dimaknai, dipahami. Semakin susah pula untuk menemukan kebenaran universal, hingga kebenaran hakiki. Kebenaran sekarang lebih bersifat subyektif, relatif, dan parsial.

Benar menurut kelompok yang satu, belum tentu benar menurut kelompok yang lain. benar berdasarkan acuan ini, belum tentu benar berdasarkan acuan yang lain. benar yang sejatinya hanya benar sebagian (kecil), sedangkan sebagian (besar) lainnya adalah kebohongan.

Benar dan salah kian samar, kian bias, kian ambigu. Benar dan salah menjadi campur aduk. Benar bisa dianggap salah, dan salah pun bisa dianggap benar. Kesalahan yang dipoles sedemikian rupa bisa tampak seperti kebenaran. Sedangkan kebenaran yang sudah diotak-atik dapat terlihat sebagai kesalahan. Benar dan salah semakin tidak jelas, semakin kabur.

Orang yang dituduh telah melakukan suatu tindak kejahatan tertentu misalnya, bisa menuduh balik si penuduh bahwa ia juga telah berbuat suatu kejahatan. Orang yang mengajak berbuat kebajikan malah dicela dan dihina, sementara orang yang jelas-jelas berbuat tidak patut malah dibela dan dipuja. Orang yang terbukti bersalah dan melanggar hukum belum tentu dipenjara, justru orang yang belum jelas kesalahannya malah dijebloskan ke penjara.

Terlebih di tahun politik ini. Benar dan salah amat sulit untuk dibedakan, terutama yang menyangkut kabar atau berita tertentu. Warna hitam dan putih susah dibedakan, yang tampak adalah abu-abu. Mana yang malaikat, dan mana yang iblis semakin tak jelas. Masing-masing merasa benar sendiri, dan sudah barang tentu menyalahkan pihak lain.

Era Talbis

Inilah zaman kepalsuan, kemunafikan, kebingungan, atau terserah mau menyebutnya. Zaman yang penuh rekayasa, tipu daya, fitnah. Zaman yang bersifat artifsial, hipokrit, lipstik. Zaman yang oleh Cak Nun disebut "Abad Talbis", yaitu masa ketika iblis berkostum dan ber-makeup wajah seperti malaikat.

Neraka diperkenalkan sebagai surga, dan sebaliknya. Baik diburukkan, buruk dibaikkan. Benar dan salah dibalik. Pahlawan dituduh sebagai pengkhianat, dan pengkhianat dilantik menjadi pahlawan. Ilmu pengetahuan, teknologi, pandangan hidup, peta politik, nilai-nilai kebudayaan, dan semua segi kehidupan penuh bergelimang talbis.

Talbis sendiri berasal dari bahasa Arab, yang berarti perangkap atau tipu daya. Sehingga talbis dapat diartikan sebagai perangkap atau tipu daya iblis untuk menyesatkan manusia. Karena memang kosakata talbis berasal dari kata iblis itu sendiri. Talbis juga dapat diartikan sebagai mencampuradukkan antara kebenaran (haq) dengan kesalahan (bathil).

Siapakah para pelaku talbis itu? Talbis tidak hanya dilakukan oleh penjahat, teroris, atau politisi dll. Talbis bahkan dilakukan pula oleh para dai, pemuka agama, kaum akademisi, filsuf, tokoh masyarakat, atau siapapun yang selama ini kita anggap baik. Orang yang mudah sekali tergoda dengan iming-iming uang, harta-benda, wanita, kekuasaan dll juga termasuk lingkaran talbis.

Cara Menghindari Talbis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun