Mohon tunggu...
Muhammad Khairil
Muhammad Khairil Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis | Alumni Sastra Jawa UI

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Melawan Hoaks Tak Bisa Bertarung Sendiri

29 Desember 2021   22:06 Diperbarui: 2 Januari 2022   01:45 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua tahun lewat dunia merasakan situasi pandemi Covid-19. Selama itu pula kerap bermunculan informasi simpang siur terkait perkembangan virus korona. Beberapa waktu belakangan muncul kabar yang menyebutkan ada varian Covid-19 bernama Delmicron.

Informasi mengenai Delmicron itu sedikit banyaknya menyembulkan ketakutan tersendiri di tengah pandemi Covid-19 yang belum jelas juntrungannya. Kiranya tak sedikit pula yang percaya bahwa Delmicron merupakan varian baru Covid-19.

Sebenarnya, nama 'Delmicron' diketahui pertama kali tercetus dari Dr Shashank Joshi, seorang anggota gugus tugas Covid-19 di Maharashtra, India. Dr Joshi mengeluarkan istilah itu sebagai penyebutan adanya lonjakan kembar varian Delta dan Omicron di Eropa dan Amerika Serikat. 

Delmicron yang dimaksud oleh dr Joshi itu bukan menyebut pada adanya varian baru Covid-19 melainkan istilah untuk situasi lonjakan kasus virus korona varian Delta dan Omicron di sejumlah tempat di dunia.

Contoh kasus istilah Delmicron yang dipercaya sebagai varian baru Covid-19 ini menarik untuk diperhatikan. Ketika ada informasi yang belum lengkap mengenai sesuatu hal maka perlu sikap kritis agar tidak serta merta mempercayainya.

Kemampuan untuk mengkritisi informasi merupakan salah satu bagian dari literasi digital. Dari sikap kritis yang sudah dimiliki itu kemudian harus dipupuk dengan kemauan sehingga memunculkan kebiasaan mengecek ulang kebenaran informasi dari internet dan sumber lainnya.

Memang tidak mudah untuk membiasakan mengkritisi suatu informasi kemudian mengambil langkah memeriksa ulang kebenarannya. Akan tetapi, bila kebiasaan itu terus dilakukan maka kebiasaan akan menjadi tradisi di tengah masyarakat yang kemudian akan membuahkan budaya.

Dikatakan demikian lantaran budaya merupakan buah akal budi yang memiliki nilai-nilai dari sebuah tradisi dan kebiasaan di tengah masyarakat. 

Menciptakan budaya kritis dan melek literasi digital itu tentu menjadi hal yang harus disasar dan menjadi tujuan bila ingin menggapai ekosistem digital sehat dan bermanfaat.

Tak Bisa Bertarung Sendiri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun