Mohon tunggu...
Lutphita Simahamara
Lutphita Simahamara Mohon Tunggu... -

lahir dan besar di kaki gunung semeru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lumajang, Kota Kuno yang Terlupakan

15 Juni 2011   09:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:29 1557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lumajang adalah sebuah kota kecil yang terletak disebelah timur kaki gunung Semeru di propinsi Jawa Timur. Lumajang dapat di tempuh dalam waktu sekitar 4 jam dari Surabaya ke arah selatan. Secara astronomis wilayah Lumajang terletak pada 11253-11323’ Bujur Timur dan 754’-823’. Secara geografis wilayah Lumajang dikelilingi oleh pegununganvulkanik dengan puncak-puncaknya berupa gunung api aktif. Di sebelah barat ada gunung Semeru yang merupakan gunung berapi aktif dan juga gunung tertinggi di pulau Jawa. Disebelah utara ada pegunungan Tengger, Bromo yang juga merupakan gunung berapi aktif. Dan juga gunung Lamongan. Letak Lumajang yang di apit oleh pegunungan menyebabkan wilayah Lumajang mempunyai lahan yang subur. Menurut Fisiografi Pannekoek (1949) wilayah Lumajangbagian utara dimana terdapat gunung Semeru, pegunungan Tengger, gunung Lamongan merupakan zona vulkanik tengah sedangkan bagian selatan yang langsung berhadapan dengan Samudra Hindia merupaka zona plato yang membentang mulai dari pantai popoh, Blitar selatan, Malang selatan, Lumajang selatan

Berdasarkan beberapa penemuan arkeologis yang berupa penemuan manik-manik, beberapa watu lumpang, punden berundak dan menhir menunjukan bahwa wilayah Lumajang sudah dihuni oleh manusia prasejarah, walaupun sampai saat ini belum ditemukan fosil manusia purba. Pada masa selanjutnya yaitu masa Hindu-Budha Lumajang juga disebut-sebut dalam beberapa sumber sejarah yaitu dalam kitab Pararaton, Negarakertagama, Kidung Harsa Wijaya, Bujangga Manik, Serat Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda. Selain data tekstual di wilayah Lumajang juga ditemukan beberapa prasasti yaitu, prasasti Ranu Gembolo yang dibuat pada masa pemerintahan Kameswara raja Kadhiri, prasasti Pasrujambe. Prasasti Mula Malurung yang ditemukan di Kediri menyebutkan nama Lumajang dan juga disebutkan bahwa yang menjadi juru (pelindung) di Lamajang adalah Nararyya Kirana. Nararyya Kirana sendiri merupakan putra dari Nararyya Seminingrat (Wisnuwardhana) raja Singhasari. Prasasti ini berangka tahun 1177 Saka atau 1255 M, merupakan data tertulis tertua yang menyebutkan nama Lamajang. Prasasti Mula Malurung menjadi tonggak dasar penetapan hari jadi Kabupaten Lumajang.

Pada masa Majapahit, nama Lamajang mulai muncul lagi terkait dengan pemberian tanah hadiah oleh Raden Wijaya kepada Arya Wiraraja atas jasa-jasanya telah membantu Raden Wijaya mengalahkan Jayakatwang. Janji Raden Wijaya kepada Arya Wiraraja diceritakan dalam kidung Panji Wijayakrama yang dikutip oleh Slamet Mulyana (2006:122) bahwa Raden Wijaya secara jujur berjanji kepada Wiraraja, jika kelak Kabul maksudnya, dapat menguasai pulau Jawa, sebagai tanda terima kasih, kerajaan akan dibagi menjadi dua antara Raden Wijaya dan Arya Wiraraja, dimana Arya Wiraraja mendapatkan Lamajang Tigang juru meliputi Lamajang, Panarukan, dan Blambangan (Rangkuti,2003:27).

Sesudah Arya Wiraraja meninggal, yang menguasai Lamajang adalah Mpu Nambi. Kekuasaan Mpu Nambi di Lamajang tidak bertahan lama di karenakan serangan oleh Majapahit dibawah pemerintahan Jayanegara. Serangan Majapahit tersebut berhasil memporak-porandakan Lamajang bahkan pertahanan Mpu Nambi di Pajarakan juga ikut hancur. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Lamajang dikunjungi dalam rangka kunjungan kenegaraan. Hal itu tercatat dalam naskah Nagarakrtagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca, yang menyebutkan beberapa nama tempat di Lamajang yang disinggahi oleh Hayam Wuruk antara lain, Padhali (Ranubedali), Arenon (Kutorenon), Panggulan, Payaman, Rembang (Tempeh), Kamirahan, Kunir. Menurut Gunadi (1990) ada 8 kota kuno di Lumajang yaitu, Kertosari, Lumajang, Pajarakan, Kandangan, Kunir, Kutorenon, Kertowono dan Pasrujambe.

Lumajang pada masa Islam juga selalu menjadi incaran kerajaan-kerajaan Islam yaitu Demak dan Mataram. Secara geografis Lumajang memang harus di taklukan terlebih dahulu untuk menguasai daerah tetangganya yaitu Blambangan. Sultan Agung dari Mataram melakukan hal tersebut, sebelum melakukan penyerangan ke Blambangan, pasukan Mataram dibawah pimpinan Tumenggung Alap-alap menaklukan Lumajang. Pada saat penyerangan Mataram ke Blambangan, Lumajang menjadi pos penyerangan.

Ketika Nusantara berada dibawah pengaruh VOC, Lumajang juga dikuasai oleh VOC. Pada waktu itu status Lumajang adalah kepatihan. Sedangkan pada masa Hindia Belanda, berdasarkan statblat no 319/1927 Lumajang bagian dari kabupaten Probolinggo. Lumajang terdiri dari 4 distrik, yaitu distrik Yosowilangun, Lumajang (kota), Klakah, Pasirian. Pada tahun 1928 Lumajang menjadi kabupaten sendiri, hal itu berdasarkan statblat no 319/1928 Lumajang dari kepatihan berubah menjadi Regensh atau kabupaten.

Lumajang merupakan kota yang telah ada sejak masa Kadhiri, Singhasari, Majapahit, Islam, Kolonial, bahkan pada masa Jepang dan sesudah kemerdekaan Lumajang juga menunjukan eksistensinya. Melihat dari perjalanan Lumajang yang begitu lama, membuktikan bahwa Lumajang pantas disebut sebagai kota tua yang tetap eksis setelah Tuban. Akan tetapi kota kuno yang telah mengalami sejarah panjang sekarang masih tertidur, sejarah masa lalunya kurang mendapatkan perhatian. Bahkan perkembangan kotanya saat ini terasa lambat bila dibandingkan dengan tetangga kabupatenya yaitu Malang, Jember, dan Probolinggo. LUMAJANG AYOLAH BANGKIT, ULANGI KEJAYAAN MASA LALU.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun