Mohon tunggu...
Luthfi Zaennuri
Luthfi Zaennuri Mohon Tunggu... Karyawan Swasta

Karyawan Swasta , Freelancer, Wirausahawan. Hobi nulis / ngetik cerita disela waktu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tak Pernah Saling Mendengar, Tapi Kini Aku Melepaskan

25 April 2025   10:48 Diperbarui: 25 April 2025   10:48 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

(Aku)
Selamat tinggal masa lalu
Pergilah jelajahi dunia
Tak usah kembali
Dan mengingatkanmu
Pada kenangan getir
Saat kita bersama
Tumbuh dalam satu asrama
Yang pengap dan sempit

Dipaksa akrab
Dalam sekejap
Dari semua penjuru nusantara
Semuanya ada
Di atas label seiman dan sebangsa
Kita jalani kecewa
Kehilangan, kemunafikan, luka
Kesalahan, kebodohan
Persaingan, hingga titik

Kita wisuda
Di atas panggung perpisahan
Kita tangisi hubungan
Yang sangat naif itu
Aku tak tahu
Barangkali dalam hatimu
Ada dendam atau benci
Yang tak terungkap

Aku sudah muak bersandiwara
Menjaga hubungan di atas dalih agama
Sedangkan hanya sia-sia
Waktu terbuang hanya bercanda
Yang tak mendukung penghidupan kita

(Kau --- versiku)
Kenapa kau sangat cerewet
Seperti kurang kerjaan
Sedangkan kita hemat bicara
Membangun citra
Jajaran gelar sudah kita capai
Jangan buatku malu
Dan bertingkah seperti masa lalu

Makanya jangan ketinggalan
Dulu kita cerewet
Kau malah pendiam
Sekarang kita pendiam
Kau malah cerewet

Makanya tak usah ngide
Berbeda sendiri
Tak sejalan dengan kami
Bersama berbusana rapi
Dengan teori, prestis dan gengsi

Engkau justru lebih memilih
Duniawi, kesana kemari
Bau matahari
Debu dan mesin menderu
Tak mungkin membuka pikiranmu

(Aku)
Tapi aku tetap mengingatmu
Dalam senyap, dalam gusar
Dan saat kita bertemu
Dengan senyum biasa
Kau tampak tak terbebani
Sementara aku
Menanggung sisa percakapan
Yang tak pernah terjadi

Mungkin kau tak peduli
Atau mungkin terlalu sibuk bertahan
Namun aku,
Masih mencoba mencari makna
Dari diam-diam kita yang
terlalu keras untuk disebut persahabatan
Tapi terlalu lama untuk disebut tidak berarti

(Aku --- keluar dari perang batin)
Maafkan aku
Wahai masa lalu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun