Mohon tunggu...
Luthfiya Salsabiila
Luthfiya Salsabiila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

dream, believe, dare, do

Selanjutnya

Tutup

Politik

(Generasi Milenial) Berpendapat dengan Bijak

6 Desember 2021   10:24 Diperbarui: 6 Desember 2021   11:02 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Di Indonesia, media sosial sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Hampir semua orang memiliki media sosial. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah pengguna media sosial terbesar di dunia. Kementrian Komunikasi dan Informatika (Komenkominfo) mengungkapkan bahwa pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang. Dari jumlah tersebut, 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial.

Perkembangan teknologi informasi ini membawa sebuah perubahan dalam masyarakat. Lahirnya media sosial menjadikan pola perilaku masyarakat mengalami pergeseran baik etika, budaya dan norma yang ada. Perkembangan media sosial yang semakin pesat ini banyak memunculkan jejaring sosial seperti facebook, twitter, instagram, path, dan sebagainya. Jika tidak pandai dalam menggunakannya bisa terjerumus kedalam hal yang negatif.

Dengan adanya keberagaman media sosial ini dapat mempermudah masyarakat berinteraksi dengan siapa saja, kapan pun dan dimana pun, selama ada jaringan yang terkoneksi. Banyak manfaat positif dari media sosial, yaitu: memudahkan masyarakat untuk bisnis online, memudahkan seseorang mengirim kabar, foto, menyalurkan hobi dan sebagainya. Akan tetapi banyak juga dampak negatif dari media sosial, misalnya: menimbulkan permasalahan, menjauhkan orang-orang yang sudah dekat dan sebaliknya, dan mengeluarkan argumen atau mengomentari berita, foto, video tanpa berfikir dengan perkataan kasar.  

Berbicara tentang mengeluarkan argumen atau berpendapat di media sosial, pada saat ini sudah menjadi hal biasa bagi masyarakat. Banyak yang berlomba-lomba mengeluarkan pendapat di media sosial dan merasa seolah olah pendapatnya itu paling benar, dan pendapat orang lain itu salah. Padahal belum tentu argumennya itu lebih tepat dibanding argumen yang lain. Bahkan apa yang dikomentari belum tentu juga sesuatu hal yang memang benar atau fakta.

Asal berkomentar di media sosial ini bisa berdampak buruk bagi orang yang menerima komentar-komentar cibiran atau bully-an, tidak sedikit yang mengalami despresi, keterpurukan, kehilangan pekerjaan, maupun bisa mempengaruhi kehormatan dan martabat. Semakin banyaknya orang mengomentari berita-berita, foto, maupun video dapat mengundang emosi-emosi, yang mengakibatkan saling beradu komentar, bahkan menimbulkan kebencian. Biasanya orang-orang yang beropini sama saat berpendapat, mereka akan memiliki hubungan yang baik. Akan tetapi jika memiliki pendapat yang berbeda akan mudah timbul pedebatan, cacian, hingga hinaan.

Di zaman sekarang ini banyak yang lupa bagaimana etika berkomentar yang benar. Tidak memandang siapa yang mereka beri komentar, entah itu artis, pejabat, anak-anak, bahkan presiden. Aneka cibiran, cuitan, komentar-komentar pedas juga mereka ungkapkan pada kolom komentar, dan mengata-ngatai orang di media sosial sekarang ini menjadi hal yang biasa dengan mendasarkan kebebasan berpendapat.
Contoh kasus yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat adalah Fadhli Rahim, seorang Pegawai Negeri Sipil asal kabupaten Gowa Sulawesi Selatan tersandung kasus UU ITE akibat ucapannya di grup LINE. Ucapan yang menuduh bupati Gowa tidak inovatif dalam memungut fee dari investor itu diteruskan seseorang ke sang bupati dan membuat Fadhli terseret ke pengadilan. (ancaman kebebasan berekspresi di media sosial, mufti nurlatifah, S.IP,M.A.)

Aturan Berpendapat
Kebebasan mengeluarkan pendapat di muka umum memang merupakan hak setiap individu yang telah dijamin dan diatur dalam perubahan keempat dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 Pasal 28 E ayat (3) yang berbunyi : “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

Kebebasan berekspresi termasuk kebebasan berpendapat  merupakan salah satu hak paling mendasar dalam kehidupan bernegara. Undang-undang No.9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan meyampaikan pendapat dimuka umum pasal 1 ayat (1) kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (El Muhtaj Majda,2007, Hak Asasi Manusia dalm Konstitusi Indonesia, Kencani, Jakarta, hlm.29)

Akan tetapi semua itu ada koridor batasan-batasannya, seperti aturan yang sudah dituangkan dalam UU ITE pasal 28 Bab VII ayat (2) yaitu, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan.

Etika Berpendapat
Ketika seseorang memberikan komentar, cibiran, atau pun kritikan yang tidak tepat atau kurang tepat, maka ada beberapa kemungkinan: pertama, hanya ingin mengomentari atau mengkritik dan malas mencari tahu informasi yang sebenarnya. Kedua, mengomentari atau mengkritik tapi tidak peduli benar atau salahnya dan tepat atau kurang tepatnya. Ketiga, mencari informasi tapi informasi yang didapat kurang benar, sehingga komentar atau kritikannya pun kurang benar. Menurut saya dalam berkomentar alangkah lebih bijak bila mencari tahu kebenaran konten yang akan dikomentari, karena hanya dengan berpendapat terlalu bebas kita dapat menimbulkan banyak masalah untuk orang lain. Dan pada saat berkomentar juga bisa menggunakan kalimat-kalimat yang positif sehingga tidak mendatangkan unsur-unsur negatif yang memancing komentar negatif dari pihak lain.

Sangat disayangkan apabila perkembangan dan kemajuan teknologi internet ini hanya digunakan untuk update status atau saling beradu komentar. Sebaiknya, kemajuan teknologi internet dapat dimanfaatkan lebih dalam lagi agar indonesia tidak hanya menjadi pengikut dari penemuan luar dan dapat saling bersaing dengan negara lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun