Mohon tunggu...
Luthfi Kenoya
Luthfi Kenoya Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat Senja dan Kopi

S2 Ilmu Politik Universitas Indonesia | "A little Learning is dangerous thing" | find me at Instagram, Line, Twitter, Facebook, Linkedln by ID: @Luthfikenoya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gerakan Mahasiswa: Mana Lebih Menarik, Karhutla atau Revisi UU KPK?

26 September 2019   03:02 Diperbarui: 26 September 2019   03:17 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oke, itu menarik. Silahkan lanjutkan.

Di Revisi UU KPK yang baru terdapat beberapa pasal kontroversi, misalnya Pembentukan Dewan Pengawas (Pasal 37 A-H), Kewenangan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3 (Pasal 40) dll.

Tapi mari kita fokus pada dua poin tersebut, sejatinya siapa yang akan diuntungkan? Tentu saja koruptor, Siapa yang dirugikan? Tentu saja rakyat, bagaimana tepatnya? 

Pertanyaan terakhir inilah yang menarik. Karena bukan hanya menegasikan perdebatan check and balances tapi juga akan mengantarkan kita pada kasus lingkungan yang berpotensi semakin marak terjadi.

Saya beri contoh kebakaran yang terjadi tahun 2015, pendek kata Presiden Jokowi datang ke lokasi yang penuh asap dan setelah itu ada perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka. Publik saat itu memuji Pak Presiden yang rela-rela menerobos asap dan tampil sebagai pahlawan. Namun apa yang terjadi setelahnya?

Yap, SP3 dikeluarkan pada 15 perusahaan yang sebelumnya ditetapkan tersangka. Jadi pada titik ini kita tahu, bagaimana ajaibnya SP3.  

Tapi kasus itu kan ditangani oleh Polri, bukan KPK.

Oh yah, saya tahu itu. Tapi disini justru menariknya, ada 13 kasus yang dilaporkan Indonesian Corruption Watch (ICW) yang dilaporkan ke KPK dari tahun 2010-2016 terkait dugaan korupsi tentang Sumber Daya Alam (SDA) namun tidak jelas sejauh mana proses penyelidikannya.

Jadi pada titik ini, jauh sebelum dimulainya kontroversi revisi UU KPK, kita telah menyaksikan bahwa baik KPK maupun Polri tidak cukup tegas dan serius dalam melakukan penyelidikan.

Bayangkan jika ketidakmampuan atau ketidakseriusan itu dibatasi 1 tahun? Bukankah alibi yang sempurna untuk mengatakan bahwa itu perintah Undang-Undang? Selain itu, kaitannya dengan Dewan Pengawas adalah potensi birokrasi yang memperlambat proses perizinan atas penyelidikan.

Oke, mari bicara aspek politiknya. Jika polri dan KPK seringkali menangani kasus yang sama, kenapa Polri tertarik menjadi komisioner KPK?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun