Mohon tunggu...
Luthfi Hafidz Rafsanjani
Luthfi Hafidz Rafsanjani Mohon Tunggu... Lainnya - Undergraduate Law Student at Diponegoro University

Si Fakir Ilmu

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Urgensi Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

4 Desember 2020   20:51 Diperbarui: 13 Desember 2020   02:16 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesuai dengan tujuan negara yang termaktub dalam alinea keempat Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945), konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi mengamanatkan kepada negara dalam hal ini yaitu Pemerintah untuk senantiasa melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 

Salah satu wujud dari usaha pengimplementasian tujuan negara tersebut  yaitu dengan memberikan segenap perlindungan kepada warga negara sebagai bagian dari unsur bangsa dan tumpah darah Indonesia, yang salah satu wujudnya yaitu dalam bentuk pemenuhan serta perlindungan hak-hak dasar dalam rangka peningkatan kualitas hidup warga negara menuju masyarakat yang madani.

Secara konstitusional, sebagaimana yang termuat dalam ketentuan Pasal 27 ayat (1) dan (2) UUD NRI Tahun 1945 adanya penegasan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya, serta tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal ini yang menjadi landasan yuridis konstitusional bahwa setiap warga negara berhak untuk memperoleh perlindungan hukum mengenai bentuk jaminan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, atas dasar bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum. 

Lalu diperkuat dengan Pasal 28D ayat (1) dan (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menjelaskan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, serta berhak untuk bekerja dan mendapatkan imbalan dan memperoleh perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. 

Untuk menjamin kepastian hukum mengenai bentuk pengakuan, jaminan, serta perlindungan terhadap pemenuhan hak-hak warga negara untuk dapat bekerja, memperoleh imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam suatu bentuk hubungan kerja, maka diperlukan suatu payung hukum berupa peraturan perundang-undangan untuk mengatur mengenai hal-hal tersebut.

Konsep negara hukum yang berlandaskan pada ideologi Pancasila tentunya sangat menjunjung tinggi serta memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan di dalamnya, termasuk mengenai hal-hal yang berkaitan dengan segala bentuk perlindungan hukum dan jaminan atas pemenuhan hak-hak warga negaranya dalam hal ini yaitu Pekerja Rumah Tangga atau disingkat sebagai PRT. Sehingga, diperlukannya suatu payung hukum yang mampu memberikan perlindungan serta pemenuhan hak-hak para PRT sebagai bagian dari warga negara, dan hal ini telah tercermin dalam konstitusi.

Selayaknya sebagai seseorang yang juga menerima upah, perintah dan pekerjaan, secara normatif sebenarnya PRT juga dapat disebut sebagai seorang pekerja yang juga berhak atas perlindungan dan pemenuhan hak-hak sebagaimana yang diterima pekerja pada umumnya, serta dapat dikatakan bahwa antara PRT dan pemberi kerja timbul suatu hubungan kerja. 

Apabila kita mengaitkan hal ini dengan peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan seperti contohnya yaitu UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ketentuan di dalam undang-undang tersebut lebih mengatur terkait dengan hubungan antara pekerja/buruh dan pemberi kerja dalam sektor formal. Namun dalam praktiknya, sebagaimana kita tahu bahwa PRT belum masuk ke dalam sektor formal, hanya bergerak pada pekerjaan domestik pada sektor informal. 

Pengaturan terkait dengan perlindungan PRT hingga saat ini masih berada di luar peraturan secara formal. Sebagai gantinya, hubungan kerja antara PRT dan pemberi kerja pada umumnya hanya diatur berlandaskan pada rasa saling percaya saja. Bagi sebagian pekerja, kepercayaan yang dibangun di antara kedua belah pihak ini dirasa sudah cukup, di antaranya yaitu mereka diperlakukan selayaknya sebagai anggota keluarga. 

Namun, bagi sebagian pekerja yang lain, bentuk kepercayaan yang dibangun ini juga merupakan suatu hal yang tidak menguntungkan mengenai bentuk perlindungan mereka secara formal, karena tidak adanya regulasi yang mengatur secara tegas dan jelas terkait dengan perlindungan hukum dalam kaitannya mengenai pemenuhan hak-hak mereka sebagai seorang PRT. Karena belum adanya bentuk perlindungan hukum bagi PRT, mereka pun rentan diperlakukan secara diskriminatif dan dieksploitasi baik secara fisik, mental, emosional atau seksual, bahkan risiko terhadap human trafficking.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun