Mohon tunggu...
Luthfie Shamirazie
Luthfie Shamirazie Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka membaca buku dan olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sebagai Petugas Pemasyarakatan yang Anti Korupsi

23 September 2022   20:10 Diperbarui: 23 September 2022   20:11 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Korupsi merupakan musuh terberat negara dalam tata kelola pemerintahan. Di Indonesia, korupsi seakan-akan tidak dapat dihentikan bahkan dihilangkan. Semakin hari kasus korupsi semakin merajalela sehingga berbagai upaya telah gencar dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Korupsi diibaratkan sebagai penghambat dalam struktur pemerintahan dan dalam pembangunan.

            Asal kata dari korupsi ialah corruptus yang berarti perubahan perilaku dari bagus menjadi jelek. Secara hukum, Korupsi adalah setiap tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi atau hak orang lain. Klitgaard menyatakan bahwa korupsi adalah setiap tindakan yang menyimpang dari tugas resmi jabatannya di negara, termasuk perolehan jabatan atau keuntungan finansial, yang melibatkan individu (individu, keluarga dekat, kelompok sendiri) atau bertentangan dengan aturan perilaku pribadi.  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyalahgunaan dana pemerintah untuk hal yang bersifat pribadi atau lainnya. Jadi, korupsi ini dianggap sebagai suatu perbuatan yang tidak baik berupa kecurangan dan penyuapan.

            Jika diteliti secara mendalam, pengertian korupsi meliputi beberapa hal. Kesatu, penyalahgunaan tugas diluar batas hukum oleh aparatur negara. Kedua, prioritas manfaat yang bersifat individual atau yang berhubungan dengan pelanggan di atas kepentingan umum oleh para aparat.

            Dalam rekapitulasi data perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan RI, Tahun 2013 sebanyak 1.709 kasus (penyelidikan), 1.653 perkara (penyidikan), 2.023 perkara (penuntutan; yang berasal dari penyidikan Kejaksaan sebanyak 1.249 dan penyidikan Polri sebanyak 774) , dan kerugian negara yang berhasil diselamatkan sebesar Rp. 403.102.000.215 dan USD 500.000. Sedangkan data pada KPK Tahun 2013, sebanyak 81 kasus (penyelidikan), 102 perkara (penyidikan), 73 perkara (penuntutan), dan kerugian negara yang berhasil diselamatkan sebesar Rp. 1,196 triliun.

            Melihat data tersebut dapat menggambarkan betapa banyaknya kasus korupsi di Indonesia. Seluruh bidang kehidupan mengalami korupsi. Korupsi disebabkan oleh dua faktor: internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari sisi moralitas, seperti iman yang lemah, kurang jujur, rasa malu, berperilaku seperti gaya hidup hedonisme. Faktor eksternal dapat dilihat seperti aspek keuangan seperti penghasilan, politik seperti ketidakstabilan politik, kepentingan politik, keuntungan perusahaan, yaitu ketiadaan tanggungjawab dan informasi yang jelas, dan dimensi sosial, yaitu masyarakat yang mendukung lingkungan yang buruk dan praktik anti korupsi.

            Kasus korupsi juga terjadi pada lingkungkan pemasyarakatan. Masalah di lingkungan pemasyarakatan, yaitu lemahnya mental pertugas pemasyarakatan yang tergiur dengan uang. Rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan adalah tempat terjadinya korupsi dilingkungan pemasyarakatan. Penyuapan merupakan salah satu korupsi yang sering terjadi ditempat ini. Suap diberikan oleh narapidana atau tahanan kepada petugas agar tahanan atau narapidana tersebut mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan. Adapun kasus terbesar korupsi dilingkungan pemasyarakatan adalah kasusoperasi tangkap tangan (OTT) kepalaLAPAS Sukamiskin oleh KomisiPemberantasan Korupsi (KPK), yangmenjadi tersangka adalah Kepala LapasSukamiskin yang tentunya juga berstatuspetugas Pemasyarakatan. Bagaimanamungkin petugas Pemasyarakatan yangseharusnya membina dan membimbingWarga Binaan Pemasyarakatan justrumalah melakukan pelanggaran hukum. Halini bisa menimbulkan degradasi penurunankepercayaan masyarakat terhadap prosespenegakan hukum di Indonesia. Masyarakatakan melihat, bahwa ternyata sampaisetingkat petugas Pemasyarakatan jugatidak memahami hukum, sampai--sampaiterjerat hukum.

            Menurut Tanzi (1998), perlu dilakukan pembenahan pada 4 bidang dalam memerangi korupsi, yaitu: komitmen yang jujur dan nyata dari pimpinan untuk memerangi korupsi, di mana pimpinan harus menunjukkan tidak adanya toleransi terhadap pelanggaran; perubahan kebijakan yang mengurangi permintaan korupsi dengan mengurangi peraturan dan kebijakan lain seperti insentif pajak, dan dengan membuat yang dipertahankan setransparan dan senonoh mungkin; mengurangi penawaran persaingan dengan menaikkan upah sektor public, meningkatkan insentif menuju perilaku jujur, dan melembagakan yang efektifkontrol dan hukuman pada pegawai negeri; dan bagaimana memecahkan masalah pembiayaan partai politik.

            Di Indonesia, banyak dikeluarkan peraturan perundang-undangan sebagai upaya penanggulangan kasus korupsi. Tetapi, hal ini belum dikatakan berhasil karena kasus korupsi masih dapat merajalela di Indonesia dan tidak dapat diberantas sampai keakar-akarnya. Adapun undang-undang tersebut adalah: Perpu Nomor 24 Tahun 1960 tentang Penyidikan dan Pengawasan Tindak Pidana Korupsi (tidak berlaku lagi); UU No 3 Tahun 1971, tentang Pemberantasan Korupsi (tidak berlaku lagi); TAP MPR No. XI/MPR/ 1998, tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas KKN; UU No 28 Tahun 1999, tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas KKN; UU No 30 Tahun 1998, tentang Pembentukan KPK; UU No 20 Tahun 2001, tentang Perubahan UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, Instruksi Presiden No 5 Tahun 2004, tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi; Kepres No 18 Tahun 2000, tentang Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

            Tampaknya, kasus korupsi ini menjadi suatu kasus turun-temurun yang sangat susah untuk dihilangkan. Karena turun-temurun ini maka harus diberikan suatu penguatan atau pembelajaran kepada generasi bangsa mengenai sikap atau sifat anti-korupsi. Mengintegrasikan pendidikan formal ke dalam antikorupsi bukanlah hal baru, ini strategis dan berwawasan ke depan. Upaya pencegahan budaya korupsi di masyarakat pertama-tama dapat dilakukan dengan mencegah berkembangnya mental korupsi pada anak Indonesia melalui pendidikan yaitu tentang pembinaan pikiran, sikap dan tindakan.. Karena sekolah adalah proses peradaban, sektor pendidikan formal Indonesia dapat berperan dalam memenuhi kebutuhan antikorupsi. Pencegahan secara tidak langsung dapat melalui dua pendekatan: pertama, menjadikan peserta didik sebagai tujuan; kedua menggunakan pemberdayaan peserta didik untuk meredam lingkungan dan tidak memupuk korupsi. Pendidikan untuk mengurangi korupsi berbentuk pendidikan nilai, yaitu pendidikan yang mendorong setiap generasi untuk merekonstruksi sistem nilai

            Pendidikan anti korupsi juga harus didapatkan oleh calon petugas pemasyarakatan maupun petugas pemasyarakatan itu sendiri sehingga bentuk korupsi terkecil dan terbesar di lingkungan pemasyarakatan dapat terataisi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun