Mohon tunggu...
Luthfia Sanyoto
Luthfia Sanyoto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi

Universitas Muhammadiyah Malang Penjurusan Public Relations

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebebasan Berpendapat dan Sosial Media di Indonesia

23 April 2021   11:25 Diperbarui: 23 April 2021   11:40 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi, sumber: www.freepik.com

Belakangan ini, media sosial telah menjadi hal yang sangat krusial di tengah masyarakat Indonesia. Dalam media sosial, setiap orang memiliki kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya. Sebagaimana yang telah tercantum dalam Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) yang berbunyi:

"Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat".

Di sisi lain, perihal kebebasan berserikat dan berpendapat baik secara lisan maupun tulisan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam undang-undang juga telah diatur dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) sebagai berikut:

"Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pendapat sesuai dengan hati nuraninya secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara"

Namun ditengah maraknya hak kebebasan dalam berpendapat, ada berbagai macam tantangan yang dihadapi masyarakat dalam mengekspresikan haknya, sehingga butuh yang namanya sikap kehati-hatian dalam berpendapat di sosial media. Adapun salah satu faktor yang mempengaruhi kebebasan berpendapat di sosial media khususnya negara Indonesia adalah umur. Perbedaan cara berfikir antar generasi yang berbeda, tentu akan memberikan kedinamisan dalam berpendapat. Tantangannya bisa berupa menjaga perkataan, perasaaan orang lain, dan menjaga etika. Ada pula tantangan nyata lainnya yang kerap kita jumpai saat ini adalah perundungan (bullying), menghakimi, ujaran kebencian, hoax, dan salah satunya penurunan norma dan etika dalam bermasyarakat. Hal ini sepatutnya dapat dijadikan alasan terkait betapa pentingnya batasan-batasan tersebut diciptakan dalam upaya menghadapi tantangan saat ini maupun di masa yang akan datang. Batasan dan peraturan dapat membantu setiap orang untuk menjaga perkataan, menjaga perasaan orang lain, dan menjaga etika dalam menggunakan hak kebebasan berpendapat, terutama dalam media sosial.

Perkembangan zaman yang semakin kompleks membuat fitur dan fungsi media sosial saat ini semakin canggih. Pengiriman pesan singkat, pengunggahan konten, situs pencarian, pencarian teman baru, berniaga dan hal-hal serupa lainnya hampir semuanya dilakukan untuk mengekspresikan kehidupan kita sehari-hari, lebih hebatnya lagi hal tersebut tidak membutuhkan banyak tenaga ataupun biaya, setiap orang bisa melakukannya dengan bermodalkan sebuah telepon genggam ataupun alat elektronik canggih lainnya. Dengan kemudahan dan kepratiksan sosial media saat ini, menyebabkan hampir seluruh masyarakat Indonesia menggunakan berbagai jenis sosial media yang ada. Mulai dari Line, Whatsapp, Instagram, Youtube, Facebook dan bahkan saat ini sudah merambah ke sosial media TikTok. Dengan kalangan pengguna rata-rata sekitar berusia 16-25 tahun.

Sejatinya kebebasan berpendapat di sosial media adalah hal yang wajar mengingat kita saat ini hidup di era reformasi, yang mana pada dasarnya kebebasan berpendapat bertujuan untuk kemajuan bangsa Indonesia. Akan tetapi, pemanfaatan hak kebebasan berpendapat yang salah justru akan menjadi bumerang dan ancaman bagi diri sendiri bahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dilansir dari BBC, Indonesia berada di peringkat ke-2 di Asia dengan rata-rata waktu penggunaan sosial media sekitar 3-4 jam. Bayangkan saja ditambah masa pandemi saat ini, membuat masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu beraktivitas di dalam rumah. Dan hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan trafik penggunaan sosial media khususnya di bidang hiburan, pekerjaan, bahkan sekolah. Penggunaan sosial media yang sangat mudah, ditambah lagi tidak adanya batasan nyata yang mengatur terkait waktu penggunaan sosial media menimbulkan banyak polemik di tengah masyarakat Indonesia. Apalagi untuk saat ini media sosial sejatinya merupakan ruang maya bagi masyarakat untuk berekspresi, berbagi, dan bertukar informasi secara cepat dan mudah. Tetapi hal tersebut tidak menjamin penggunaan fasilitas media berpendapat dapat digunakan sebagaimana mestinya, hal ini dibuktikan dengan maraknya konten-konten negatif di sosial media yang tak jarang memicu sebuah pro kontra sehingga menyebabkan perselisihan.

Dengan maraknya perkembangan media sosial, dilema dalam beretika juga semakin meningkat. Etika secara umum berguna untuk membimbing manusia dalam bertindak, termasuk salah satunya berpendapat di sosial media. Etika dalam berkomunikasi tidak hanya berkaitan dengan tutur kata yang baik, namun juga dapat diwujudkan dari niat tulus yang diekspresikan. Bentuk komunikasi yang beretika akan mencerminkan sebuah penghargaan, perhatian, serta dukungan secara timbal balik dari pihak yang berkomunikasi.

Namun realitanya, sampai saat ini penggunaan etika dalam berkomunikasi masih sangat kurang. Yang mana seharusnya sebagai pengguna yang cerdas, kita harus bijak dalam bersosial media. Mampu memilah dan memilih informasi mana yang harus dan tidak untuk disebar, serta tahu mana yang harus didengar dan dicamkan. Hal ini agar informasi tersebut tidak merugikan pihak lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun