Sejak akhir tahun 2022 yang lalu, elektabilitas bakal calon Presiden pada Pemilu 2024 mendatang sebetulnya sudah menjadi perhatian masyarakat Indonesia. Nama-nama Calon Presiden (Capres) menurut elektabilitasnya sudah diramal sebagaimana dalam survei Poltracking Indonesia sejak dua tahun yang lalu, pertama, Ganjar Pranowo dengan elektabilitas sebesar 26,6%, kedua Prabowo Subianto sebesar 19,7% dan Anies Baswedan sebesar 17,7%. (Kompas 3/9/2022)
Ramalan survei tersebut saat ini menjadi kenyataan, dan secara kualitas ketiganya cukup layak menjadi Capres 2024. Namun tentu saja hal tersebut juga belum pasti, dikarenakan pembukaan pendaftaran Capres menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3/2022 tentang Jadwal dan Tahapan Pemilu 2024 yang dilakukan pada tanggal 7 Oktober 2023 sampai 25 November 2023. Tetapi dalam usulan Pemerintah, pendaftaran Capres akan dimajukan pada tanggal 13 November 2023 disebabkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Pemilu yang akan disahkan pada awal tahun 2024. Sehingga nama bakal Capres dapat saja berubah-ubah sewaktu-waktu tergantung kepentingan Partai.Â
Melihat semakin dekatnya pembukaan pendaftaran Capres tersebut maka maka yang menjadi perhatian penting saat ini Partai pengusung dari ketiga calon tersebut masih memiliki pekerjaan rumah (PR) terhadap syarat yang ditentukan oleh UU No 7/2017 tentang Pemilihan Umum, bagi Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya (vide Pasal 222).
Maka dapat juga dilihat saat ini bahwa rekonsiliasi masih bebas berjalan, partai pendukung yang telah mempersunting calon lebih dulu akan terbuka menerima partai-partai lain untuk berkoalisi, sehingga partai besar yang memiliki perolehan kursi minimal 20% akan mulai menggaet nama-nama yang memiliki elektabilitas sebagai Capres, namun dapat juga bermain aman dengan masuk ke koalisi partai pengusung bakal Capres dan bahkan masih diperbolehkan "minggat" ke Partai lain apabila tidak merasa cocok.
Pemilu 2024 akan menjadi panggung demokrasi yang melibatkan semua rakyat Indonesia. Sehingga partisipasi masyarakat diharapkan untuk terlibat menentukan masa depan bangsa. Maka sebagai masyarakat yang semakin cerdas dan telah memiliki pengalaman Pemilu sebagai pemilih sudah bisa melihat kondisi pada Pemilu serentak tahun 2019 yang lalu.
Tentu saja ada beberapa hal yang dapat menjadi refleksi untuk kedepannya. Karena evaluasi dan penilaian terhadap kurang baik atau baiknya Pemilu serentak harus bersifat objektif. Maka sebagai rakyat Indonesia yang memiliki hak pilih atau baru memiliki hak pilihnya, harus mengerti bahwa demokrasi Indonesia selalu menghadirkan pengalaman-pengalaman berdemokrasi untuk Pemilu yang akan datang, hal ini beralasan karena Pemilu senyatanya akan dilakukan secara terus menerus (Consistently) per-lima tahun berdasarkan amanat UUD 1945.Â
Refleksi Pemilu Serentak 2019 untuk 2024
Pasca terselenggaranya Pemilu serentak 2019 merupakan titik awal dari penguatan sistem Presidensil di Indonesia. Sebetulnya keinginan agar terlaksananya Pemilu serentak ini akan dilaksanakan pada Pemilu 2014 yang lalu, namun Putusan MK No. 14/PUU-XI/2013 muncul hampir mendekati Pemilu maka pertimbangannya Pemilu serentak dilaksanakan di tahun 2019.
Melalui Pemilu, masyarakat berpartisipasi secara langsung untuk memilih calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia selama satu periode (5 tahun) atau memilih para wakil-wakilnya untuk duduk di kursi Parlemen (vide Pasal 22 E ayat 2 UUD 1945).
Konsekuensi logis dalam pelaksanaan pemilu serentak adalah semua kampanye di fokuskan pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Tidak hanya itu, dalam penyelenggaraan Pemilu serentak di butuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang banyak dan berkualitas tentunya, karena harus menghitung jumlah suara pada kertas coblos Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten.Â
Amandemen UUD 1945 menghasilkan (resultante) mengenai penguatan Presidensil, sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, Presiden tidak lagi bertanggung jawab terhadap DPR/MPR tetapi langsung bertanggung jawab terhadap seluruh rakyat Indonesia. Kekuasaan Presiden yang absolut bisa menjadi minim kekuatan karena pemindahan beberapa kekuasaan kepada legislatif seperti hak membuat undang-undang.