Mohon tunggu...
Mohammad Lutfi
Mohammad Lutfi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tenaga pengajar dan penjual kopi

Saya sebenarnya tukang penjual kopi yang lebih senang mengaduk ketimbang merangkai kata. Menulis adalah keisengan mengisi waktu luang di sela-sela antara kopi dan pelanggan. Entah kopi atau tulisan yang disenangi pelanggan itu tergantung selera, tapi jangan lupa tinggalkan komentar agar kopi dan tulisan tersaji lebih nikmat. Catatannya, jika nikmat tidak usah beri tahu saya tapi sebarkan. Jika kurang beri tahu saya kurangnya dan jangan disebarkan. Salam kopi joss

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Satu Tahun Virus Corona, dari Daring ke Garing?

15 Februari 2021   20:32 Diperbarui: 16 Februari 2021   05:48 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu tahun virus corona membayang-bayangi kehidupan kita dan masih berlanjut yang entah sampai kapan akan berakhir. Banyak cerita yang sudah kita kenyam selama satu tahun bersandingan dengan virus corona ini. Ada yang unik dan lucu seperti munculnya kata-kata plesetan di jagad media tentang virus corona yang menggelitik perut saat membacanya. Ada yang menyebalkan bahkan dapat mengaduk emosi pendengar atau pembaca, misalnya mengambil untung dari virus ini, dengan jalur yang tidak dibenarkan seperti korupsi.

Satu tahun virus corona menjadi catatan panjang yang belum ditemukan jawaban pasti untuk mengakhirinya. Riset para ahli terus berjalan beriringan dengan otak-atik kebijakan yang kiranya tepat untuk menangkal virus corona ini. Dari otak-atik itulah kita mengenal istilah bekerja, beribadah dan belajar dari rumah. Kebijakan itu dicetuskan oleh presiden pada tanggal 16 Maret 2020 lalu.

Kasak-kusuk mengenai orang Indonesia kebal terhadap virus corona rupanya tak digubris oleh si virus itu sendiri. Worldmeters.com justru menunjukkan kalau Indonesia berada di urutan ke-19 dengan jumlah terpapar virus corona 1.217.468 per 14 Februari 2021. Harapannya semoga pandemi virus corona ini berakhir dalam waktu dekat agar aktivitas kembali seperti sediakala.

Kembali kebijakan pemerintah tentang belajar, beribadah dan bekerja dari rumah, kebijakan itu pun menjadi titip pangkal keluarnya kebijakan-kebijakan lainnya dari berbagai intansi dan institusi. Sebut saja institusi pendidikan yang turut mengeluarkan kebijakan tentang belajar dari rumah melalui surat edaran Mendikbud nomor 4 tahun 2020 yang diperkuat dengan SE Sesjen nomor 15 tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan BDR selama darurat Covid-19. 

Kebijakan Mendikbud tersebut kemudian disusul kebijakan-kebijakan lainnya. Misalnya kebijakan program pembelajaran melalui radio, pemebalajaran via televisi di mana pemerintah bekerjasama dengan TVRI, pembelajaran daring, luring dan campuran antara keduanya. Tak cukup sampai di situ, pemerintah juga memberikan bantuan paket internet gratis untuk mendukung belajar dari rumah dengan metode pembalajaran jarak jauh.

Lantas apakah pembelajaran jarak jauh efektif dilaksanakan saat pandemi? Jawaban pertanyaan ini rupanya ada dua versi. Versi pertama menyebutkan efektif dengan catatan bagi yang memiliki perangkat, paket internet, sinyal, individu dan orangtua yang mendukung. Versi kedua justru sebaliknya dan menjadi persoalan hingga saat ini. Kedua versi ini menjadi catatan penting dalam artikel ini sebagaimana yang saya dan rekan-rekan guru lain alami.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan versi tersebut. Pertama, faktor individu, setiap individu memiliki motivasi yang tidak sama untuk belajar. Motivasi inilah yang mendukung semangat belajar siswa dan terus berusaha untuk tidak menyerah terhadap keadaan, terutama selama pandemi virus corona ini. Pengalaman lain justru akan berbeda bagi siswa yang tidak memiliki motivasi tinggi untuk belajar. Siswa yang rendah motivasinya akan memanfaatkan pembelajaran dari rumah serupa liburan. Tingkat partisipasi dalam kelas daring pun rendah. Inilah yang nantinya disebut pembelajaran menjadi garing.

Kedua, faktor perangkat, perangkat semisal smartphone dan jaring internet sebagai modal utama tidak dapat dielakkan kebutuhannya. Sayangnya, melihat kondisi ekonomi yang tidak merata dan cenderung menengah ke bawah, tidak sedikit siswa yang harus gigit jari untuk turut serta dalam pembelajaran daring karena ketidakmampuan dalam menyediakan smartphone. Kebutuhan smartphone ini kemudian berbanding lurus dengan data internet yang perlu dibeli dengan harga yang tidak murah.

Ketiga, faktor jaringan, jaringan dapat diibaratkan pembuluh darah  dalam tubuh yang kemudian mentransmisikan darah ke seluruh tubuh. Begitu pula dengan jaringan yang dapat mentransmisikan informasi ke dalam otak sebagai bentuk informasi dan pengetahuan. Pada masa virus corona ini justru tidak semua tempat dan daerah mampu menyediakan jaringan internet. Lalu bagaimanakah mereka belajar? Inilah menjadi pekerjaan rumah bagi kami sebagai guru.

Keempat, faktor orangtua. Orangtua sebagai bagian tripusat pendidikan tidak dapat dilepas pisahkan dari siswa dan sekolah. Kontrol orangtua terhadap tumbuh kembang kemampuan siswa dapat membantu sekolah dalam usaha menanamkan nilai-nilai positif baik pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. 

Di masa pandemi ini tampaknya beban orangtua bertambah dan harus membagi waktu dengan pekerjaan. Kesibukan orangtua dan keterbatasan pengetahuan orangtua terhadap materi pelajaran di sekolah menjadi kendala orangtua untuk membantu anaknya. Sebab itu, sejauh ini banyak orangtua bertanya-tanya kapan sekolah akan normal kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun