Mohon tunggu...
Mohammad Lutfi
Mohammad Lutfi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tenaga pengajar dan penjual kopi

Saya sebenarnya tukang penjual kopi yang lebih senang mengaduk ketimbang merangkai kata. Menulis adalah keisengan mengisi waktu luang di sela-sela antara kopi dan pelanggan. Entah kopi atau tulisan yang disenangi pelanggan itu tergantung selera, tapi jangan lupa tinggalkan komentar agar kopi dan tulisan tersaji lebih nikmat. Catatannya, jika nikmat tidak usah beri tahu saya tapi sebarkan. Jika kurang beri tahu saya kurangnya dan jangan disebarkan. Salam kopi joss

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nilai-nilai Penting di Warung Kopi

18 Desember 2020   19:39 Diperbarui: 18 Desember 2020   19:47 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi warkop | Gambar oleh KOMPAS.com/Tria Sutrisna

Warung kopi atau yang kini lebih akrab disebut warkop menjadi daya tarik kekinian untuk melepas penat dengan seduhan kopi yang nikmat. Dengan konsep yang menarik, warkop telah mengubah entitas warkop yang hanya menjadi tongkrongan bapak-bapak sebelum berangkat kerja menjadi siapa saja bisa nongkrong. Saat ini kita bisa melihat tua-muda atau cowok-cewek dari elemen masyarakat menjadikan warkop sebagai tempat yang nyaman untuk bercengkerama.

Melihat geliat masyarakat khususnya anak muda yang senang nongkrong, maka kita juga dapat merasakan tumbuh kembangnya usaha-usaha warkop saat ini. Keuntungan yang bisa dibilang menjanjikan turut pula mendongkrak geliat bisnis ini. Makanya, kita mudah menjumpai warkop-warkop di pinggir jalan atau cafe-cafe tempat ngopi.

Terlepas dari keuntungan yang diraih oleh penjual dan penikmatnya, sebagai bagian dari sosial budaya maka, warkop yang menjadi tempat berkumpul tidak akan lepas dari nilai-nilai yang melekat pada setiap individu dan sosial sekitarnya. Di warkop beberapa nilai ini dapat kita temukan pada diri penjualnya sebagaimana yang penulis temukan. 

Nilai moral. Dalam dunia usaha  kita dapat menemukan seseorang yang penuh semangat menjalankan usahanya. Kita juga bisa menilai seseorang sebagai pribadi yang mandiri, pekerja keras, dan bersabar dalam menunggu pelanggan. Begitu juga sebaliknya, kita juga menemukan orang yang mudah putus asa, tidak semangat dan setengah-setengah menjalankan usaha. 

Di warkop, nilai moral menjadi penting sebagai bekal dan modal utama penjual. Keteguhan hati dan kesabaran menunggu dan melayani pelanggan akan berdampak pada jalan tidaknya usaha kopi yang digeluti. Ketika penjual tidak teguh hati dan sabar dalam menunggu pelanggan serta warkop sepi dari pengunjung, dampaknya adalah keputusasaan yang berujung pada tutupnya usaha yang digeluti.

Kesabaran berikutnya adalah sabar terhadap rezeki yang diperoleh. Kita tidak tahu besar kecilnya rezeki yang diperoleh di warkop setiap hari. Bisa saja hari ini banyak pelanggan, besok malah sedikit karena hujan dan sebaliknya. Lebih-lebih saat pandemi covid-19 sabar menjadi pembatas antara kebaikan dan keburukan. Jika tidak sabar, ditambah dengan penghasilan di warkop terjun bebas maka jalan pintas berbau kejahatan dijadikan alternatif seperti merampok, mencuri dan memalak

Seiring dengan keteguhan hati dan kesabaran, nilai moral lainnya yang dapat mendongkrak kemajuan usaha warkop adalah kerja keras dan kreativitas yang tinggi. Kerja keras mempromosikan usaha warkop yang kita geluti turut memperbesar peluang ramainya pengunjung di warkop. Apalagi, jika kerja keras tersebut didukung dengan kreativitas dari pelaku usaha. Desain warkop kekinian dengan penuh estetika memanjakan mata pengunjung dan membuatnya ingin berlama-lama di dalamnya.

Nilai sosial. Tidak hanya nilai moral, usaha warkop tidak lepas dari nilai sosial sebab usaha ini berhubungan erat dengan sosial budaya masyarakat. Nilai sosial berkaitan erat dengan hubungan antara penjual dan pelanggan atau antar pelanggan. Dengan kemampuan sosial dan komunikasi yang baik antara penjual dengan pelanggan akan terjadi kehangatan dan keakraban di antara keduanya. Jika keakraban sudah terbentuk, maka relasi keduanya bukan sebatas penjual dan pelanggan saja, namun lebih pada persahabatan yang terjalin.

Kemampuan sosial yang baik dengan mengacu pada nilai-nilai sosial yang ada, semisal tidak berkata kasar kepada pelanggan akan membuat pelanggan betah di warkop. Nilai ini menjadi modal utama agar pelanggan kerasan dan menjadi pelanggan setia di warkop. Implikasi jika pelanggan memeroleh kenyamanan dari perilaku baik penjualan maka pelanggan tersebut akan mengajak pelanggan lainnya seperti kerabat atau teman.

Implikasi besar lainnya  dari penerapan nilai-nilai sosial yang berkaitan dengan pelayanan yang baik dari penjual terhadap pelanggan adalah hasil yang melimpah dengan seringnya pelanggan kembali lagi untuk ngopi. Dengan begitu, baiknya pelayanan sebagai bentuk moral positif mendukung tujuan awal pelaku usaha warkop yaitu mencari keuntungan dari berjualan.

Kita bisa membayangkan atau paling tidak kita dapat melihat sepintas tentang warkop yang memiliki pelayanan buruk. Pada akhirnya untung tak dapat diraih dan malang tak dapat ditolak karena sepinya pelanggan. Puncak akhirnya dari kegagalan penerapan nilai sosial dalam melayani pelanggan adalah gulung tikar atau tutup usaha.

Nilai religius. Segala bentuk keuntungan di warkop baik dari segi finansial dan bertambahnya relasi tidak lepas dari kehendak Tuhan. Maka dari itu, warkop tidak pernah lepas dari nilai-nilai religius. Nilai religius lebih identik dengan nilai-nilai keagamaan yang lebih menitikberatkan pada hubungan manusia dengan Tuhannya dan sesama manusia. Contoh nilai religius ini adalah ibadah, berdoa, bersyukur, peduli terhadap sesama dan lainnya. Harapan dari praktik nilai ini di warkop adalah keberkahan dalam usaha warkop.

Dalam praktiknya, pengusaha warkop biasanya memulai usahanya,  mengawali dengan doa dan diakhiri dengan rasa syukur. Doa ditujukan sebagai bentuk penghambaan dan rasa tiada berdaya menentukan apa dan berapa yang diperoleh. Maka dari itu bersandar pada Tuhan di balik doa menjadi jalan utama.

Rasa syukur pengusaha warkop sebagai bentuk pujian pada Yang Mahakuasa terhadap apa yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Besar kecilnya keuntungan harus disyukuri, dengan begitu rezeki akan berkah dan bertambah. Selain keuntungan finansial, pengusaha warkop juga dapat bersyukur karena bertambahnya pelanggan yang kemudian menjadi relasi. Dari pelanggan yang satu dengan pelanggan yang lain inilah nantinya bertambah keuntungan dan relasi.

Puncaknya adalah usaha warkop sebagai bentuk ibadah. Dalam artian, warkop bukan sekadar untuk memeroleh keuntungan belaka. Warkop sebagai praktik religius hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan hubungan dengan pelanggan sebagai bagian dari makhluk sosial. Warkop yang dijadikan sebagai tujuan ibadah dan sosial seperti keuntungan dibelanjakan untuk hal-hal yang diridhoi Tuhan. Misalnya, membantu orang yang membutuhkan, sumbangan acara keagamaan, perbaikan tempat ibadah dan lainnya.

Akhirnya menjadi sebuah catatan nilai baik akan memberikan citra baik terhadap usaha warkop, begitu pun sebaliknya. Sama halnya dengan kopi yang dijual, citarasa kopi sudah dapat dinilai saat seruputan pertama. Warkop pun sama, warkop mulai dinilai saat mata memandang ke warkop tersebut. Warkop bersih dan pelayanan ramah menjadi nilai pertama sebelum kopi masuk ke mulut. Jika baik, pelanggan dengan sukarela masuk dan ngopi. Jika buruk, pelanggan akan pindah ke lain hati.
.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun