Aku menjadi gamang melihat ketelatenan ibu dan berseru dalam hati, Tuhan itukah praktikum ibu dalam usaha membesarkanku dan menjadikan aku yang utuh mewarisi sifat-sifatnya yang mulia?
Satu pintu dua cahaya
Selain ketelatenan ibu dalam mengurus aku, ibu pula mengajarkan keteladanan yang patut ditiru dan dilakukan. Sebagai cermin, tentu ibu menginginkan agar cermin itu tidak retak atau bahkan pecah.Â
Lebih-lebih ibu menginginkan cermin itu punya nilai guna bagi diri sendiri dan orang lain. Oleh karenanya, bekal hidup dikantongi kemudian diberikan kepadaku dalam bentuk nasihat-nasihat yang bisa aku pegang dalam mengarungi hidup.
Ibu yang tidak punya ijazah formal dan tidak bisa baca tulis memberikan nasihatnya menggunakan bahasa daerah (bahasa Madura) yang mengandung kearifan lokal. Aku meyakini apa yang ibu ketahui adalah nasihat-nasihat dari para leluhur yang kemudian ditambah dan diramu berdasarkan pemahaman ibu dari hasil pengamatan dan olah rasanya.
Misalnya, yang sering ibu nasihatkan kepadaku saat masih kecil "Mon ngakan maca du'a gellu ma'le ta' ekampongi setan" artinya 'Kalau makan makan baca doa terlebih dahulu agar setan tidak ikut makan juga'. Nasihat ini ditujukan agar aku terbiasa berdoa sebelum makan.Â
Nasihat lainnya yang berhubungan dengan orang lain misalnya "Ka oreng laen kodhu pa andhep asor". Nasihat ini memiliki arti 'Terhadap orang lain harus rendah hati' yang dimaksudkan untuk berperilaku sopan dan santun serta menghormati  orang lain.
Dalam urusan sekolah dan karir, ibu selalu mengatakan "Mandhar ta' pade'e ban sengko' se ta' tao maca reya" artinya 'semoga tidak sama dengan saya yang tidak bisa membaca'. Dari nasihat itu aku menafsirkan bahwa ibu begitu memotivasi aku sehingga dia mencotohkan dirinya sendiri agar aku bersungguh-sungguh dalam hal apapun khususnya dalam belajar.
Dengan beragam nasihat dan laku kasih sayang ibu, secara tidak langsung ibu telah membuka satu pitu  agar dapat melihat dua cahaya. Cahaya yang dimaksudkan di sini adalah cahaya dunia dan cahaya akhirat.Â
Tuntunan perilaku penghormatan kepada siapa saja dan kesungguhan dalam hidup menjadi petuah agar hidup tenang di dunia. Pun dengan akhirat, sedari kecil ritual-ritual keagamaan sudah ditanamkan ibu, seperti belajar sholat, dzikir dan mengaji sebagai bekal nanti.
Ibu Sekolah Pertamaku yang telah meletakkan dasar-dasar hidup untuk menjadi seseorang yang punya nilai, martabat dan pribadi yang berbudi luhur. Aku juga merasa ibu para pembaca adalah ibu yang tangguh pula. Ibu yang menginginkan anaknya melihat dua cahaya kebahagiaan di dunia dan akhirat. Oleh karenanya, pendidikan karakter, kecerdasan, dan keterampilan yang ditanamkan sedari dini adalah seberkas kasih yang diharapkan bisa membuatnya tersenyum melihat anaknya yang sukses dan berbudaya.