Mohon tunggu...
Mohammad Lutfi
Mohammad Lutfi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tenaga pengajar dan penjual kopi

Saya sebenarnya tukang penjual kopi yang lebih senang mengaduk ketimbang merangkai kata. Menulis adalah keisengan mengisi waktu luang di sela-sela antara kopi dan pelanggan. Entah kopi atau tulisan yang disenangi pelanggan itu tergantung selera, tapi jangan lupa tinggalkan komentar agar kopi dan tulisan tersaji lebih nikmat. Catatannya, jika nikmat tidak usah beri tahu saya tapi sebarkan. Jika kurang beri tahu saya kurangnya dan jangan disebarkan. Salam kopi joss

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengulik Fungsi dan Makna Bunyi Klakson Kendaraan

30 September 2020   13:26 Diperbarui: 30 September 2020   13:28 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membunyikan klakson | Sumber: Kompas.com

Aku dapat ide menulis artikel ini setelah beberapa waktu lalu antre di persimpangan jalan menunggu lampu hijau menyala. Saat proses menunggu dari lampu merah ke hijau inilah insiden kecil terjadi. Salah satu pengendara dengan pengendara lainnya saling bersitegang. Untungnya belum jadi baku hantam, sebab pengendara lain melerai. Bunyi klakson sahut-sahutan dari tiap-tiap kendaraan karena lampu menunjukkan warna hijau yang menyala.

Aku kasih tau kronologisnya. Ketegangan itu bermula sekira lima belas detik sebelum lampu merah berganti ke hijau. Penyebabnya, salah satu kendaraan membunyikan klakson begitu lama dan menimbulkan kebisingan. Mungkin maksudnya agar si pengendara yang ada di depannya untuk siap-siap atau dia sedang buru-buru. Sayangnya, tanpa menghiraukan pengendara lain, pengendara tersebut telah mengganggu kenyamanan berkendara. Aku yang ada di paling depan juga merasa terganggu.

Terik matahari yang menyengat kulit turut menyengat isi kepala yang kemudian ditambah bunyi klakson yang mengganggu. Alhasil, salah satu pengendara lain menegur. Namun, sayang sambutan tak baik malah diterima si penegur. Kata si pengendara yang mebunyikan klakson, di jalan raya itu bebas. Kalau tidak mau bising tidak usah jalan. Yah, tanpa basa-basi pengendara yang semula menegur dengan baik-baik berubah emosi karena sambutan yang kurang baik. Jadilah keributan itu beberapa saat.

Aku yang ada di paling depan tak turut campur meski merasa bising pula. Adanya hanya  ngedumel sejadi-jadinya, itupun dalam hati. Setelah lampu hijau menyala, aku tarik gas motorku dengan pelan sambil memikirkan kejadian tadi. Aku rasakan ada yang mengganjal dalam pikiran tentang bunyi klakson. Aku pikir dalam berkendara, klakson tak hanya sebatas alat penanda kalau ada kendaraan lain yang mau lewat atau kita mau lewat, yang ditempelkan oleh pabrik kendaraan.

Selepas kejadian itu, aku mulai berpikir pula bahwa klakson bukan sekadar bunyi "tit-tit" atau yang lebih panjang lagi "tiiitt-tiittt". Klakson menjadi penyambung lidah penggunanya untuk menyampaikan pesan kepada yang lain. Dalam menyampaikan pesan inilah aku coba  memaparkan beberapa makna dari bunyi klakson berdasarkan pengamatan dan pengalamanku sendiri.

Selain bunyi klakson dapat menyebabkan ketegangan urat saraf atau bahkan ketegangan otot sebagaimana kejadian yang aku ceritakan di atas, sudah jamak klakson dijadikan alat sapa oleh pengendara. Kita dapat melihat seorang pengendara membunyikan klakson sebagai pengganti kata "Hai, woy, bro" ketika bertemu teman di jalan. Dengan bunyi "tit-tit", pengendara sudah dianggap menyapa seseorang.

Misalnya saja, suatu waktu aku pergi bersama teman mengitari kota kelahiranku menggunakan motor. Di jalan, iseng-iseng aku bunyikan klakson untuk menyapa pengendara lain yang kebetulan seorang perempuan. Rupanya si perempuan itu menoleh ke arahku. Seketika itu aku iringi dengan senyuman. Alhasil perempuan itu juga tersenyum kepadaku. Temanku yang di belakang berbisik "Cantik juga, Fi". Aku tak menghiraukan kata teman dan melaju begitu saja menyalip perempuan itu.

Contoh lainnya, klakson dapat digunakan untuk menyapa teman dan ini sering dilakukan di masyarakat. Bila teman kita jauh, kita tak perlu berteriak pula. Meski begitu, perlu menjadi catatan menyapa dengan menggunakan klakson tidak bisa dilakukan pada setiap orang. Aku hanya melakukannya pada teman-teman yang akrab. Sebab, ada nilai-nilai kesopanan yang tidak dapat ditunjukkan oleh klakson kepada orang lain, khususnya kepada yang lebih tua.

Selanjutnya, beralih ke arti klakson lainnya, yaitu alat untuk menyampaikan rasa kesal dan marah. Aku yakin para pembaca pernah melihat emak-emak marah-marah di jalan dan menimbulkan kemacetan. Mungkin pula, para pembaca pernah kena prank pengendara lain seperti sen kanan tapi belok kiri yang kemudian menyebabkan hampir kecelakaan.

Kejadian yang kedua itu pernah aku alami. Betapa kesalnya aku, saat tiba-tiba seorang di depanku yang semula memberikan tanda untuk belok kanan, namun tiba-tiba belok kiri. Aku yang waktu itu berada di sebelah kiri kaget bukan kepalang dan terpaksa melakukan pengereman mendadak, untung tidak selip. Tanpa menghiraukan aku, pengendara tersebut tetap melaju. Aku kesal. Aku bunyikan klakson dengan panjang agar si pengendara tersebut sadar akan perbuatannya. Sayang pengendara itu tetap melaju tanpa menoleh sedikitpun.

Klakson dengan bentuk yang tidak begitu besar memunculkan fenomena yang unik di masayarakat. Fungsi dan maknanya menyebabkan berbagai rasa. Aku juga ingat beberapa tahun yang lalu, om telolet om telah viral menembus jagat dunia maya. Netizen dari beberapa negara mempertanyakan arti om telolet om. Tak tanggung-tanggung, yang berkomentar adalah kalangan musisi.

Di Indonesia sendiri, hasil modifikasi klakson tersebut direspons oleh orang nomor satu di Indonesia, yaitu Presiden Joko Widodo. Beliau memaknai fenemona tersebut sebagai bentuk kesederhanaan dan kebahagiaan masyarakat. Aku setuju dengan Pak Jokowi. Di tempatku, anak-anak kecil yang melihat mobil, bus, dan truk biasanya akan berteriak "om telolet om". Si pengemudi biasanya merespons dengan membunyikan klakson meskipun bunyinya masih standar.

Meskipun "om telolet om" menjadi fenomena sosial yang tak bertahan lama, setidaknya bunyi klakson tersebut telah memberikan hiburan kepada masyarakat Indonesia. Dengan begitu, secara sederhana klakson dengan beberapa fungsinya telah memberikan makna berbeda pada setiap kegunaannya. Beberapa fungsi dan makna lain yang tak dapat aku jelaskan lebih lanjut --seperti untuk menggoda cewek, alat bunyi ketika konvoi  atau musik klakson-- akan aku ulas di artikel berikutnya.

Demikian ulasanku mengenai klakson dari sudut fungsi dan maknanya. Semoga kita bisa lebih bijak lagi dalam memanfaatkan klakson.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun