Mohon tunggu...
Mohammad Lutfi
Mohammad Lutfi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tenaga pengajar dan penjual kopi

Saya sebenarnya tukang penjual kopi yang lebih senang mengaduk ketimbang merangkai kata. Menulis adalah keisengan mengisi waktu luang di sela-sela antara kopi dan pelanggan. Entah kopi atau tulisan yang disenangi pelanggan itu tergantung selera, tapi jangan lupa tinggalkan komentar agar kopi dan tulisan tersaji lebih nikmat. Catatannya, jika nikmat tidak usah beri tahu saya tapi sebarkan. Jika kurang beri tahu saya kurangnya dan jangan disebarkan. Salam kopi joss

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Gawai dan Aplikasi Anak: Antara Kebutuhan dan Kecanduan Dini

20 Mei 2020   15:03 Diperbarui: 20 Mei 2020   15:57 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sejumlah anak asyik bermain gawai | Sumber: ayobandung.com

Kebutuhan manusia akan informasi mendorong manusia itu sendiri untuk terus bereksperimen. Dengan dorongan tersebut, akhirnya membuat manusia menemukan temuan-temuan baru yang dapat mempermudah manusia memeroleh dan membagikan  informasi. Penemuan itu dapat kita lihat dalam bidang teknologi, sehingga muncullah istilah teknologi informasi.

Salah satu contoh kemajuan teknologi informasi yang kita rasakan saat ini adalah gawai yang kita gunakan sekarang. Dengan didukung temuan aplikasi semacam Google, Facebook, Twitter, Instagram, dan aplikasi lainnya, kita mudah mencari dan membagikan apa saja dan menghubungi siapa saja, yang jauh maupun yang dekat.

Kita bisa membayangkan bagaimana susahnya kalau produk teknologi informasi ini tidak ditemukan. Contoh yang paling kecil saja kita tidak dapat mencari resep masakan kesukaan kita. Apalagi saat ini di tengah pandemi covid-19, jika tidak ada laptop, gawai, internet kita tidak bisa berbagi informasi tentang pembelajaran, pekerjaan dan hal lainnya.

Karena sangat dibutuhkan dan sering digunakannya, gawai dan aplikasi pendukungnya telah menjadi kebutuhan primer dalam hidup manusia. Minimal setiap individu memiliki satu gawai untuk terhubung dengan individu lainnya. Bahkan, kiwari ini seseorang sudah banyak yang memiliki lebih dari satu perangkat, contohnya gawai dan laptop bisa dimiliki satu orang.

Berkat sokongan aplikasi berupa Google, Facebook, Twitter, Instagram dan aplikasi serupa lainnya yang dapat di unduh di playstore atau applestore, seseorang dapat menjelajahi dunia. Pantaslah jika ada ungkapan "dunia dalam genggaman", yang kenyataannya memang seperti itu.

Perkembangan selanjutnya, gawai tidak hanya dimanfaatkan oleh orang dewasa. Produk kemajuan teknologi ini telah dirasakan pula oleh anak-anak. Saat ini anak usia taman kanak-kanak dan sekolah dasar sudah bisa akrab dengan perangkat bernama gawai atau laptop. Jadi, tidak perlu heran lagi jika melihat anak kecil sudah bisa mengakses Google, Youtube, Facebook atau Instagram dari gawai mereka.

Beragam alasan kebutuhan anak terhadap gawai atau laptop. Ada yang bilang untuk mencari hiburan dengan menonton video atau bermain gim. Ada juga yang bilang untuk berbagi informasi tentang lingkungan sekitar, maka munculla istilah update status. Di lain pihak, ada juga yang beralasan untuk menunjukkan eksistensi diri.

Melihat perkembangan itu, tidak salah jika produsen atau pengembang aplikasi di perangkat gawai menyasar kebutuhan anak. Secara, namanya perusahaan pasti tidak akan membuang peluang bisnis. Terlebih jika ada keuntungan yang bisa didapatkan dari hasil pengembangannya itu.

Oleh karenanya, muncullah beragam aplikasi anak seperti Kiddle, YouTube Kids, dan Messenger Kids. Aplikasi yang disinyalir ramah untuk anak dan mendukung kebutuhan anak, seperti yang diberitakan Kompas.com (19/5/2020). Penasaran dengan isi aplikasi tersebut, pembaca bisa mencoba menginstalnya.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, kemajuan teknologi seperti gawai yang didukung aplikasi yang sudah disebutkan di atas tidak hanya menampakkan sisi positifnya saja. Ibarat uang koin, ada dua sisi yang bertolak belakang. Sisi negatifnya tampak pula dan dapat berdampak negatif terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak.

Asosial dan adanya jarak antara anak dan orangtua adalah salah satu contoh dampak negatif terhadap anak. Anak akan lebih asyik bermain dengan gawai yang dimiliki tanpa menghiraukan orang lain. Jika pun gawainya diambil saat anak sedang asyik berselancar di media sosial atau di mesin pencari, anak akan marah.

Belum cukup sampai di situ, aplikasi seperti Kiddle, Youtube Kids dan Messenger Kids sepertinya akan menciptakan kecanduan baru dan sedini mungkin terhadap gawai. Hal itu bisa saja terjadi. Jika yang dewasa masih bisa kecanduan gawai, maka tidak menutup kemungkinan seorang anak akan kecanduan juga.

Kita dapat melihat bagaimana gawai menjadi candu saat ini. Tidak perlu jauh-jauh, di sekitaran rumah saja, anak-anak sering bermain gawai, bahkan disapa pun tidak menyahut karena khusukya bermain. Dunia maya dan gim online seperti dunia kedua buat mereka.

Kecanduan semacam inilah yang menjadi problema besar di masa depan. Anak-anak usia taman kanak-kanak dan sekolah dasar seperti menjadi peluang besar pengembangan bisnis untuk menghasilkan keuntungan dengan embel-embel ramah anak. Anak-anak seperti ditarget untuk menjadi konsumen aktif sejak dini.

Sifat asosial, individualis, tempramental dan negatif lainnya menjadi ciri khas generasi berikutnya. Gotong royong, tolong-menolong, dan tenggang rasa sebagai ciri khas bangsa Indonesia akan memudar manakala candu terhadap gawai dan aplikasi pendukungnya tidak disikapi dengan baik.

Apa yang kita usahakan hari ini akan berbuah di masa depan. Memilah mana kebutuhan dan mana yang dapat menjadikan candu yang tidak baik adalah langkah yang harus kita usahakan demi kebaikan penerus bangsa. Orangtua sebagai kontrol anak di rumah dapat mengawasi dan memberikan batasan penggunaan gawai dan penelusuran konten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun