Mohon tunggu...
Mohammad Lutfi
Mohammad Lutfi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tenaga pengajar dan penjual kopi

Saya sebenarnya tukang penjual kopi yang lebih senang mengaduk ketimbang merangkai kata. Menulis adalah keisengan mengisi waktu luang di sela-sela antara kopi dan pelanggan. Entah kopi atau tulisan yang disenangi pelanggan itu tergantung selera, tapi jangan lupa tinggalkan komentar agar kopi dan tulisan tersaji lebih nikmat. Catatannya, jika nikmat tidak usah beri tahu saya tapi sebarkan. Jika kurang beri tahu saya kurangnya dan jangan disebarkan. Salam kopi joss

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Suara Itu Suara Ibu

30 Maret 2020   14:25 Diperbarui: 30 Maret 2020   14:28 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berabad-abad yang lalu suara itu telah aku dengar. Tepatnya saat aku masih dalam perencanaan Tuhan. Tidak sengaja aku menguping pembicaraan Tuhan dengan malaikat tentang penciptaanku. Aku merasa senang, aku akan menghirup udara dunia dan mendengar semriwing suara-suara manusia juga.

Aku tidak memilih di mana aku akan ditempatkan oleh Tuhan untuk menjadi khalifahnya. Lagian bukan wewenangku untuk memilih.

Aku penasaran dimana aku akan ditempatkan dan sekaligus juga penasaran dengan siapa orang yang akan diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk mengandungku.

Tidak sulit bagi Tuhan untuk menentukan dan memberi tahuku dimana aku akan tinggal dan siapa yang akan mengemban amanah mengandungku.

Aku penasaran, tapi namanya Tuhan yang memiliki kuasa mutlak atas penciptaannya, sekehendak Dia mau diberi tahu atau tidak. Lagian tidak baik untuk karakterku kalau semuanya dibocorkan. Aku takut jadi anak yang tidak mandiri.

Lamat-lamat aku merasakan ada yang aneh pada sosokku. Sepertinya ada sesuatu yang telah terbentuk menjadi wadahku dan itu seperti getaran memberi sinyal kepadaku. Aku semakin penasaran siapa pengemban amanah itu. Selang bebera hari Tuhan mengambilku ditiupkannya aku pada wadah itu.

Aku terkesiap, bergetar dan perlu adaptasi, adaptasi yang sebentar saja. Tiba-tiba aku telah menyatu, menjadi satu dengan yang namanya tubuh satu saat nanti. Aku sedikit tersentak setelah tahu itu tubuhku dan terpana kemudian berucap "ohh ini rahim, aku pikir begitu sempit ternyata luas.

Saat ini aku mengerti Tuhan, Engkau menempatkanku sesuai dengan ukuranku dan mungkin suatu saat Engkau akan mengeluarkanku dan menempatkanku di tempat yang disebut dunia."

Semenjak dalam rahim, aku sudah tahu ibu. Aku tidak penasaran lagi akan sifatnya seperti sediakala sebelum aku masuk ke dalamnya. Aku sekarang penasaran akan wajahnya.

Sesekali ibu maengajakku bercanda dan dielusnya aku dari luar kulit perutnya. "Aiihh ibu, begitu sayangnya engkau padaku," kataku dalam rahim ibuku. Biar mengerti kuperkataan ku, aku menendang perut ibu. Sesekali aku ingin mengintip wajah ibu melalui pusar ibu, tapi sayang tidak bisa.

Aku juga tahu ibu selalu bersimpuh memohon agar aku jadi anak yang taat. Yang paling membuat aku bergetar dan tercenung, q melihat ibu dari dalam rahim memanjatkan doa tidak seperti biasanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun