Mohon tunggu...
Lutfi Syarqawi
Lutfi Syarqawi Mohon Tunggu... -

Pemerhati Sosial-Politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Radikalisme Agama dalam Pandangan Cak Imin

22 Mei 2018   16:20 Diperbarui: 22 Mei 2018   18:08 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kekerasan atas nama agama kembali terjadi di negeri ini. Rangkaian teror yang terjadi di beberapa tempat seperti markas kepolisian serta bom bunuh diri di tiga gereja Surabaya menghentak kembali kesadaran kita bahwa kekerasan atas nama agama belumlah hilang sepenuhnya. Agama bagi sebagian orang dianggap pembenar tindakan teror dengan alasan-alasan yang justru jauh dari nilai luhur ajaran agama.

Agama yang sejatinya ditempatkan dan digunakan untuk memuliakan dan mengangkat derajat manusia dibelokkan oleh pelaku teror menjadi alat pembunuh yang sangat menakutkan. Menakutkan karena ia digunakan untuk menghilangkan nyawa orang lain. Janji surga yang seharusnya ditempuh dengan cara menanam kebajikan sebanyak mungkin diubah dengan cara mengalirkan darah dan menciptakan ketakutan.

Tidak ada yang salah dalam ajaran agama yang salah adalah para pemeluknya yang memahaminya tidak dengan akal budi. Seperti sebuah pisau, ia akan menjadi baik jika digunakan untuk memotong sayuran dan kebutuhan lainnya tapi dapat juga menjadi alat pembunuh bagi yang salah memahami dan menggunakannya.

Memang sejak reformasi bergulir dan kran kebebasan dibuka seluas-luasnya, kelompok-kelompok kecil agama yang sebelumnya tidak mendapat kebebasan kini tampil menunjukkan taringnya yang buas. Atas nama demokrasi dan kebebasan mereka besuara nyaring mengkampanyekan pentingnya Islam sebagai ideologi negara. Islam dianggap sempurna dan omnipresent dalam menyelesaikan beragam persoalan. Karenanya hukum dan ideologi negara harus berdasarkan syariah Islam.

Bagi mereka, hukum buatan manusia sangat tidak adil dan menyengsarakan. Hanya hukum Allah yang perlu ditegakkan. Yang lain hanya hukum thoghut yang mesti dilawan. La hukma illallah atau tiada hukum apapun yang perlu ditegakkan selain hukum Allah, menjadi semboyan yang selalu mereka dengungkan. Negara yang yang tidak berhukum dengan syariah Allah dianggap negara kafir. Karena itu harus di lawan kalua perlu dengan kekerasan.

Mereka ini meski kelompok kecil tapi sangat mahir dalam memanfaatkan kelemahan demokrasi dan menggunakan media-media sosial dalam menyebarkan paham mereka yang radikal. Tidak sedikit dari kalangan awam agama dan anak muda yang terepengaruh paham seperti itu. Janji-jani masuk surga tanpa hisab sampai bersanding dengan biadadari menjadi daya Tarik bagi mereka yang mudah dilanda pustus asa dalam hidupnya. Lalu, apa kira-kira faktor yang meyebabkan tumbuh kembang paham radikal di negeri ini di samping paham mainstream yang diwakili NU dan Muhammadiyah ?

Menurut Muhaimin Iskandar dalam bukunya, Kontekstualisasi Demokrasi di Indonesia, terdapat sejumlah faktor kenapa radikalisme tumbuh subur di Indonesia;

Pertama,  faktor Historis. Faktor ini tidak bisa kita abaikan begitu saja mengingat kelompok-kelompok ini sudah ada sejak awal-awal kemerdekaan. Meskipun secara formal sudah ditumpas dan tidak ada, namun para pengikutnya terus menerus mensosialisasikan perlunya perjuangan menegakkan cita-cita yang belum selesai. Seperti kita ketahui, pada masa lalu muncul gerakan-gerakan radikal seperti DI/TII yang menginginkan tegaknya negara Islam di bumi Indonesia. Gerakan ini meski secara formal sudah dibubarkan dan pemimpinnya ditangkap, tetap menjadi isnpirasi dan cita-cita bagi generasi penerusnya.

Kedua, faktor Ideologi. Ideologi yang menganggap bahwa keyakinan kelompoknya benar dan harus ditegakkan dengan segala cara. Ada klaim bahwa ideologi dan keyakinan mereka saja yang benar sedangkan di luar itu salah dan harus diluruskan. Pandangan dan keyakinan ini merupakan "tugas suci" yang wajib dilaksanakan baik dengan cara halus maupun kekerasan. Cara ini terus disosialisasikan dan terinternalisasi kepada para pengikutnya sampai ada yang siap menjadi pengantin bom bunuh diri. Atas nama tugas suci maka tindakan yang mereka lakukan dianggap bukanlah suatu dosa tapi sebagai "ibadah", "jihad", atau "syahid".

Ketiga, faktor Sosial-Ekonomi. Faktor ini juga memberikan sumbangan bagi munculnya gerakan radikalisme. Kemiskinan, keterbelakangan, terhimpitnya kehidupan ekonomi, pengangguran dan faktor sosial-ekonomi lainnya mendorong seseorang mudah tertarik pada ideologi radikalisme. Ketidak beruntungan ekonomi yang menimpa kehidupan mereka misalnya bukan dianggap terletak pada kesalahan diri mereka sendiri tetapi pada orang lain atau pemerintah yang ikut andil. Melalui indoktriniasi tersebut, kelompok rentan ini akhirnya terhipnotis atau terbius sehingga mereka menjadi pengikut gerakan radikal yang menjanjikan jaminan hidup yang enak dan instan dengan jalan kematian.

Keempat, pengaruh Internasional. Globalisasi memberikan dampak signifikan bagi tersebarnya dna tumbuh-kembangnya gerakan radikal. Pengaruh ideologi trans-nasional memberikan amunisi bagi kelompok ini dalam melahirkan ideologi radikal. Dari para pelaku yang ditangkap terdapat bukti bahwa mereka pernah terlibat dalam gerakan-gerakan radikal di negara lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun