Mohon tunggu...
Lutfiani Sayyida
Lutfiani Sayyida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ilmu Politik Universitas Airlangga

Hanya ingin belajar sebanyaknya dan membagikan hasil kepada sesama.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Malam-malam Durjana

14 November 2022   12:25 Diperbarui: 14 November 2022   12:53 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: Pinterest/pin

"Tolooong! Toloong!"

Lolongan minta tolong dari seorang laki-laki di malam itu lantas memecahkan keheningan seisi desa. Kepala desa beserta bapak-bapak lantas datang dengan obor di tangan kanannya. Sebagian di antara mereka membawa bambu, batu besar, dan cangkul. Sebagai perlindungan diri dan untuk menghajar sang pelaku, mungkin saja ini kasus pencurian sapi, seperti malam-malam sebelumnya. Pemuda desa mengikuti di belakang, dengan langkah terseok-seok dan mata yang masih mengantuk. 

Teriakan itu makin lama makin nyaring. Seakan menggambarkan kepedihan yang tak terkira. Beberapa kali suara itu melemah, namun selanjutnya menguat. Begitu terus. Memancing rasa penasaran warga, ada apa gerangan yang dirasakan hingga membuat suara sekencang itu. 

Mereka mendatangi sumber suara, yang rupanya berasal dari gubug reot milik seorang kakek tua. Gubugnya berada di sebelah ladang tebu. Namanya Pak Bandi, asalnya dari salah satu desa di hilir sungai. Yang seingat mereka, beliau sudah meninggal sebulan lalu, dan kini seharusnya tak ada yang menempati. Dan, lebih seramnya lagi, suara yang sejak tadi melolong meminta bantuan itu adalah suara Pak Bandi, atau mungkin arwahnya yang menjerit. 

Begitu sadar empunya suara yang diyakini telah tiada, para pemuda lari terbirit-birit. Bapak-bapak pun ciut nyalinya. Namun, kepala desa meminta untuk melakukan hal yang ekstrim, yang tentu saja memicu protes bapak-bapak di situ. 

Benar, kepala desa meminta untuk mendobrak pintu gubug tersebut. Di antara mereka pun akhirnya memberanikan diri menemani kepala desa mendobrak paksa pintu bambu tersebut, sedangkan yang lain mundur selangkah demi selangkah, sembari mempersiapkan 'senjata' mereka kalau-kalau sang pelaku menampakkan dirinya. Yang akan langsung dihajar tanpa ampun. 

Dengan bambu yang mereka bawa, pintu tersebut berhasil dibuka. Alangkah terkejutnya para warga, begitu menyaksikan Pak Bandi masih hidup, namun badannya kurus kering. Duduk meringkuk sembari menunjuk sesuatu di ujung ruangan. Kaos oblongnya yang putih menjadi lusuh, banyak robekan di mana-mana. Noda tanah dan darah kering memenuhi pakaiannya. Terdapat luka lebam di pergelangan tangan dan wajah kakek tua itu. 

"Tolong saya, Pak! Saya diculik genderuwo! Saya disekap genderuwo! Dan hari ini, dia ingin menyiksa saya lagi!"

Lantas, mulai malam itu, kehebohan pun menyelimuti seluruh desa. 

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun