Mohon tunggu...
Nisa Lutfiana
Nisa Lutfiana Mohon Tunggu... Tutor - Okee saya seorang perantau yang tengah mencari penghidupan di perbatasan negeri ini :)

I know I'm not the only one. Belajar tak akan pernah mengenal waktu. Inilah sepenggal cipta dari rasa yang terjaga.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Selayang Pandang “Arus Balik”

11 Januari 2016   08:15 Diperbarui: 11 Januari 2016   08:15 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Arus balik bukan lah arus kendaraan kembali dari perantauan setelah mudik berhari-hari lamanya. Arus balik adalah sebuah novel yang berlatarkan masa pasca Majapahit. Ketika Peranggi, sebutan untuk Portugis pada novel, mulai datang membawa meriamnya.

[caption caption="sumber : http://laut-nusantara.blogspot.co.id/2006_05_01_archive.html"][/caption]

Beberapa waktu lalu saya baru saja menyelesaikan salah satu novel karya Pramodya A ini. Memiliki tebal 670an halaman, membuat saya yang cenderung cepat bosan harus memaksakan diri. Terbukti saya menyelesaikannya dalam waktu hitungan bulan.

Arus Balik bercerita tentang kondisi nusantara, terutama Tuban sesudah jatuhnya Majapahit. Dulu arus mengalir dari Selatan ke Utara, membuat bandar-bandar menjadi begitu hidup dan kejayaan digenggaman tangan. Namun setelah Majapahit jatuh, arus berbalik dari Utara ke Selatan. Bandar lebih sepi dan kejayaan hanya tinggal nama. Maka, akankah arus balik terjadi? Seorang pemuda Desa Awis Krambil memimpikan hal ini terjadi.

Galeng, anak desa juara gulat yang tak mampu melawan pemilik kuasa tertinggi di Tuban, Adipati. Arus Balik lebih bercerita tentang Galeng, anak desa yang mampu menjadi Senapati Tuban. Rama Clurung, seorang pertapa keliling memiliki pengaruh besar pada hidup Galeng. Bagaimana ia memiliki pemahaman dasar dan mulai memimpikan arus berbalik, menjaga kejayaan Tuban. Diawali dengan saat-saat terakhir Rama Cluring dan berakhir dengan Galeng dan Idayu, wanita yang sangat dicintainya, hidup menyendiri di hutan, menyadari bahwa ia tak mampu membendung arus. “Tenagaku terlalu kecil untuk membendung kemerosotan besar,” begitu katanya.

Pada novel ini, empati saya jatuh pada sosok Gelar. Gelar adalah anak Idayu, berbapak biologis Syahbandar Tuban. Ia dibesarkan oleh Idayu dan Galeng. Tidak seperti orang tuanya, ia tak memiliki cita-cita. Gelar alias Paulus, seorang yang mampu melakukan perbuatan besar, namun hidup di bawah nama orang tunya. Ia melakukan apa saja untuk membanggakan orang tuanya, membunuh Syahbandar Tuban, bahkan Sultan Demak, Trenggono, sudah ia lakukan. Ketiadaan cita-cita membuatnya begitu menyedihkan. Hingga apapun yang ia lakukan terasa begitu salah.

Arus Balik, menyadarkan saya betapa pentingnya memiliki cita-cita. Cita-cita mampu membuat anak desa menjadi Senapati Tuban. Tanpanya hidup hanya numpang bernafas dan makan. Menyedihkan, seperti Gelar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun