Mohon tunggu...
Nisa Lutfiana
Nisa Lutfiana Mohon Tunggu... Tutor - Okee saya seorang perantau yang tengah mencari penghidupan di perbatasan negeri ini :)

I know I'm not the only one. Belajar tak akan pernah mengenal waktu. Inilah sepenggal cipta dari rasa yang terjaga.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Review Film "Okja"

27 Januari 2018   09:27 Diperbarui: 27 Januari 2018   13:56 1606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
onthescenemag.co.uk

Seorang teman yang menolak hierarki tak pernah melewatkan "Okja" di setiap obrolannya yang menyoal film. Yes, Okja aku kira termasuk film dengan isu-isi tentang pergerakan, ada kisah memperjuangkan sesuatu di sana.

Bong Joon Ho lagi-lagi mengeluarkan film dengan jalan cerita yang cukup keras. Setelah sebelumnya ia berhasil mengeluarkan "The Snowpiecer" yang begitu gamblang menceritakan dan mengkritik kelas-kelas yang ada dalam masyarakat, kini ia membawa aroma anarkisme dalam filmnya. Lebih tepatnya anarko yang mencoba melindungi binatang. Hmmmm~

Okja bercerita tentang babi transgenik karya sebuah perusahaan multinasional, Mirando. Mirando mempromosikannya sebagai babi organik yang nantinya dibesarkan 26 petani di dunia selama 10 tahun, salah satunya ialah Okja, yang dibesarkan Mija, cucu seorang petani di Korea. Babi ini dikonteskan, babi terbaik akan diterbangkan ke New York untuk dipamerkan. 

Okja ialah babi pemenang, ia diambil paksa dari Mija. Tak tinggal diam, Mija mengejarnya, ia dibantu beberapa orang ALF (Animal Liberation Front). Pada akhirnya Mija bisa kembali ke daerah asalnya bersama Okja. Tentu saja penuh dengan intrik yang tak akan aku ceritakan di sini hehehe.

Tapi, di samping kekerenan isu-isi yang dibawanya sehingga disebut-sebut terus sama temenku, Okja punya beberapa part jalan cerita yang kurang masuk di akalku. Rupanya sosok Okja yang imajiner diikuti pula dengan kisahnya. Jika dibandingkan dengan "The Snowpiercer", aku tak yakin ini benar-benar karya Bo Jong Hoon.

Pertama, Jay, salah satu anggota kelompok ALF yang berpaham anarkis menggunakan satu setel jas lengkap. Why? Bukankah tokoh dalam film The East juga sempat memakai jas dan gaun? Yes, mereka pake itu sebagai kostum, tapi Jay?

Dia pake jas sepanjang film. Terserah apapun kategori anarkis yang dianutnya, nilai dasarnya tetap satu, anarkis, selain menolak hierarki ia juga tak menyepakati borjuasi. Tapi Jay malah memakai jas, mengindikasikan kemapanan. Ah, jasnya kan tidak berganti, mungkin ia tak punya baju lagi. Okee, bisa ku (paksa) terima.

Masih tentang Jay dan kelompok anarkisnya. Sepemahaman ku tak ada yang namanya ketua dalam kelompok anarkis, tapi Jay, aku rasa dia mengambil porsi terlalu dominan. 

Anarkis tidak memiliki hierarki, jika seorang di antaranya sudah tidak sejalan atau melanggar etik, ia tidak akan diikutsertakan dalam gerakan selanjutnya, atau menyadari kesalahan dan tak mengulangi lagi. 

Bukannya malah menyuruhnya keluar dari organisasi, lagian situ siapa, konsensus ada atau engga kita engga tau, asal nyuruh keluar aja. Padahal di situs resminya, ALF mendaku tak memiliki anggota pun  pemimpin (there are no membership lists and leaders). Tapi itu dilakukan Jay terhadap K, karena berbohong dalam menerjemahkan demi kelangsungan aksi. Aneh, sungguh.

Lagi, untuk saat ini, aksi langsung harus penuh dengan perhitungan dan pertimbangan. Kita semua tau bahwa aksi langsung yang dahulu sempat begitu ramai terjadi, memiliki kritik yang tidak sedikit, jadi belajarlah. Tapi, aksi langsung yang dilakukan Jay dan kawan-kawan ALF-nya, cenderung gegabah dan kurang perhitungan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun