Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - ***

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ia, Air Mata, dan Huruf-huruf Mati

16 Januari 2023   08:37 Diperbarui: 16 Januari 2023   09:11 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ia memang berbeda, disabilitas. Itu bukan inginnya, hari keenam belas bulan pertama sudah sangat memberi realita yang pahit. Ia butuh sandaran dan pengertian lebih, namun tak akan pernah ada yang tulus. Lemah semakin lemah, tak ada tenang'teduh.

Ketidakadilan hidup adalah hari ini dan hari itu. Tak ada cinta. Omong kosong tentang cinta. Ia seorang anak yang bukan anak-anak lagi, ah seandainya ia bisa dewasa. Malangnya ia lebih parah dari anak-anak. Untuk berdiri sendiri pun tidak mampu. Tak bisa kerjakan apa-apa tanpa bantuan.

Ia menangis, kenapa harus berbeda. Terbengkalai seperti mesin usang yang tua. Adakah yang perduli tangisnya, ibu atau bapaknya? Ia sering dibiarkan seorang diri di dalam rumah yang kecil. Ia hanya tunduk pasrah, menjalani sisa hidup yang sudah sangat lama ia tak ingin. Ia sudah lama mati, terbunuh.

Ia seperti pohon anggur yang tidak riap tumbuhnya, layu oleh angin timur. Tak ingin mengumpat, tak ingin patah hati tapi masih saja gagal. Tak pernah mudah memerdekakan hati sendiri bukan. Ia terbuang, dari awal ia tak pernah diharapkan barangkali. Hanya candaan yang terlanjur menjadi. Parah.

Ah, hidup ini penuh teka-teki yang berbahaya. Januari ternyata masih basah, penuh air mata. Hidup ini juga misteri, pikiran yang tidak terpikirkan pun bisa dipikirkan. Terluka, menangis atas apa yang terjadi. Tergantung bagaimana ia memandang proses hidup.

Hari keenam belas dari tiga ratus enam puluh lima hari, apa yang pun sudah terjadi dan akan terjadi berikutnya, ia harus berjuang untuk menjalani kisah-kisahnya. Berbeda dan disabilitas, tidak pernah ia mau tapi ia juga sadar hidup ini bukan tentang apa yang iamau. Jadi ia memilih untuk tidak memilih. Tidak menjadi dirinya sendiri pun lebih baik, berpura-pura baik-baik saja kan ia lakukan, agar tidak menerima kata-kata yang penuh huruf-huruf mati dan menimbulkan rasa sakit.

Karena tak akan yang benar-benar mengerti ia, ini realita hidup.

***
Rantauprapat, 16 Januari 2023
Lusy Mariana Pasaribu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun