Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - ***

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dan Lagi

8 Agustus 2021   00:00 Diperbarui: 8 Agustus 2021   00:38 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah hasrat yang menggoda itu, begitu memikat? Mungkin tidak. Mungkin perempuan itu terlalu lelah, tak lagi sanggup untuk menolak. Lebih tak sanggup untuk menerima.

Dan lagi,
Perempuan itu tersesat dan tak tahu arah pulang. Seperti berada di semak belukar kehidupan, tak mendapat oase yang meneduhkan. Ia seperti daun-daun mati. Yang tampak mata hanya kekosongan. Sulit menahan diri dari kesedihan, kebimbang raguan ada di dalam diri. Tak menghidupi keberterimaan. Terkadang seperti ini, terkadang seperti itu. Kebanyakan seperti entah, tak terbaca.

Wajah sendu perempuan itu mengandung ratapan yang sulit terdefenisikan. Jatuh sejatuh m-jatuhnya bersama hujan. Hujan air mata.

Mendung tak selamanya kelabu, perempuan itu tahu dengan pasti. Dan lagi, ia gagal bangkit dari keterpurukan sebab kelabu itu. Langit hatinya dibiarkan menghitam. Benar-benar menangis. Terluka oleh kebodohan. Menahan pedih perih. Perempuan itu menjadi saksi terhadap dirinya sendiri, saksi akan kekejaman hidup. Mau tak mau, meniduri sepi. Meniduri sepi yang menggigit.

Hari ini, perempuan itu serba salah atas sikapnya sendiri. Sulit berkata ia untuk ia, dan sulit berkata tidak untuk tidak. Menolak enggan, menerima pun enggan. Menjadi abu-abu. Entah sampai kapan, perempuan itu tidak bisa melawan perasaan yang keliru. Ia perempuan dewasa yang berada dalam ketidakpastian.

Kini, perempuan ingin berhenti.
Lalu esok, apakah perempuan itu masih ingin berhenti dari hasrat yang menggoda? Yang terjadi, ia tidak diacuhkan. Sakit dan terdampar dalam kehampaan.
Entah, perempuan itu akan menemukan jawabnya.

Dan lagi, hari ini perempuan itu kembali berdansa dengan sebuah kekalahan. Menangis seorang diri dalam kesunyian diri.
Mungkin perempuan itu tidak pernah diinginkan malah tidak pernah dianggap ada!
Mungkin dan sangat mungkin.

***
Rantauprapat, 07 Agustus 2021
Lusy Mariana Pasaribu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun