Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - ***

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Lagi, Perempuan Itu Gagal Mengakhiri Patah Hati

6 Juli 2021   19:07 Diperbarui: 6 Juli 2021   19:19 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Andai keberterimaan benar-benar perempuan itu miliki. Andai disabilitas yang melekat padanya tidak menyusahkan dirinya sendiri. Ah, hidup memang penuh teka-teki zaman yang payah. Seringkali ia ingin mengakhiri patah hati yang merayu, tentunya patah hati yang bukan  karena romansa asmara. Yang terjadi adalah, lagi-lagi perempuan itu gagal mengakhiri patah hati yang merayu dirinya. Ia, tak bisa menolak layu. Tak bisa menolak kehampaan.

Ia, mengulang kisah dan kebodohan yang dahulu. Keterbatasan dan kesendirian buat perempuan itu mudah menyerah pada hasrat yang menggoda pun berbahaya. Dasar bodoh. Menikmati hujan yang bukan milik perempuan itu. Ketika kesadaran  hati mendekat, perempuan itu menyesal. Bertanya, kenapa harus basah oleh hujan? Membiarkan diri disetubuhi oleh angin liar, hu.

Malangnya, perempuan itu seakan lupa bahwa perihal hidup bukan ia pemilik hidup. Karena, ketika patah hati lagi-lagi merayu,  ia tetap saja menjadi perempuan dewasa yang payah lagi aneh. Menikmati hasrat yang berbahaya. Di satu sisi, ia menjadi cerita dan mengajarkan bahasa yang benar. Di sisi yang lain, ia adalah pelaku dan terdakwa dalam sebuah adegan yang penuh episode panas, penuh duka luka. Terpeleset dan sulit melepaskan diri dari episode ini.

Ia merasa tidak penuh, tidak hidup atas hidup yang diberikan. Tidak menikmati hidup dengan sentuhan cinta yang benar. Perempuan itu ingin memiliki hidup yang bermetamorfosis dengan penerimaan. Ia tak lupa, ia masih perempuan biasa yang penuh keterbatasan yang membutuhkan ketidakterbatasan Sang Maha Sempurna. Sang Pemberi Hidup. Sesungguhnya, perempuan itu benar-benar ingin berhenti dan menyudahi kisah yang penuh sedu sedan dan duri kekhawatiran yang berlebih.

Secepatnya, perempuan itu hanya berharap mampu dan bisa mengucapkan selamat tinggal pada kebodohan hati. Merayakan kemerdekaan hati yang benar merdeka. Memiliki pagi dan malam yang baik lagi merdeka. Sekalipun masih menyasiksan sendiri bahwa hidup yang dilalui penuh disabilitas,  pun kesendirian masih saja menganga, perempuan itu sungguh berharap tidak lagi gagal mengakhiri patah hati yang menduduki sebagian jiwa dan pikiran.

Akankah hasrat yang menggoda tidak lagi menyesatkan perempuan itu? Akankah ia mampu melepaskan diri dari berahi yang merayu?
Entahlah

***
Rantauprapat, 06 Juli 2021
Lusy Mariana Pasaribu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun