Perempuan itu ingin memelihara diri dari kesukaran. Ia tak ingin tergelincir menuju jalan badai. Bola matanya sering basah oleh hujan air mata, karena gandum yang ada di muatan hatinya. Perempuan itu tak akan pernah tahu bagaimana alinea hidup akan berlangsung. Namun jika resah berkuasa atas dirinya, perempuan itu tahu bahwa ia tak akan membaca kehidupan dengan semangat.
Ia harus menahan diri dan membangun penjara untuk tidak mencintai kesukaran. Agar tidak terikat pada hal yang bernama kepandiran. Ya, perempuan itu ingin melanjutkan hidup tanpa bermanja pada hasrat yang menggoda. Tanpa ragu, ia ingin beranjak dari paradigma khawatir yang berlebih.
Benih-benih kehidupan yang ia miliki, harus jatuh di tanah yang tepat. Agar tidak menjadi kesia-siaan. Kesukaran yang bertumpuk-tumpuk ada, harus membuat perempuan itu tegar. Senantiasa sabar, tapi bukan pasrah. Namun, tetap berjuang. Menanam harapan dan kepercayaan, bahwa akan ada masa depan bahagia untuk dirinya. Kesukaran tak akan membuatnya gelap dan merasakan ratapan yang seharusnya tidak dirasakan.
Ketika berhasil memelihara diri dari kesukaran, akan ada penerimaan diri. Karena yang terbaik adalah, mencintai hidup dan menjauhi hal-hal yang fasik. Ahh, perempuan itu sungguh ingin memelihara diri dari kesukaran. Tuhan mengizinkan bertemu dengan lalang, namun juga mengizinkan untuk merasakan gandum. Dan perempuan itu yakin, selama detak jantungnya masih berdegub, ia mampu berjuang untuk hidup lebih baik.
***
Rantauprapat, 22 Januari 2021
Lusy Mariana Pasaribu