Mohon tunggu...
Luqman Rico Khashogi
Luqman Rico Khashogi Mohon Tunggu... Penulis - Pengembara Ilmu

Pembelajar, Peneliti, Penulis, dan Pemerhati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ke Mana Agama Mengarahkan Umat Manusia?

25 Juni 2022   07:08 Diperbarui: 25 Juni 2022   07:24 1876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada hal menarik dalam buku "Min Huna Nabda", karya Khalid Muhammad Khalid tahun 1950-an. Sebenarnya hanya bicara seputar Mesir. Dulu kontroversial. Terutama bagian awal. Menurut Yusuf Qardhawi dalam "Tarikhuna Al-Muftara 'Alaihi", buku itu tidak hanya memicu emosi masyarakat Islam tapi ia nyatanya juga dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu, walaupun sebenarnya Khalid tidak berkenan untuk itu.

Ringkasnya begini;

Menurut Khalid, ada narasi besar yang ampuh menidurkan masyarakat beragama dan mereka terlelap menikmatinya. Diantaranya adalah soal berbagai ceramah publik yang berulang menekankan pentingnya menanamkan ketakukan dalam diri sebab hal itu justru berdampak pada ketenangan di hari akhir. Selain itu juga nada semacam; bila kita ditimpa musibah sakit sejatinya hal itu adalah bentuk pengampunan Tuhan untuk kita. Juga soal pentingnya puasa karena hal itu dapat menyehatkan tubuh. Sepertinya ceramah publik semacam ini membuat Khalid risih; "Ketakutanmu (terhadap Sang Pencipta) adalah ketenangan (di akhirat)", "sakitmu adalah pengampunanmu", "laparlah maka menyehatkan".

Khalid dengan lantang menegaskan bahwa masyarakat Islam harus sadar bahwasanya mereka tidak sedang menganut "zuhudisme". Yang pertama tadi bisa jadi soal pentingnya menanamkan optimisme dan progresifisme. Yang kedua tentang pentingnya usaha secara rasional dan optimal. Yang ketiga mengenai pentingnya inovasi pengembangan dan penguatan ekonomi supaya tidak dikooptasi para kapitalis.

Gaya kritik Khalid mungkin sedana dengan cara-cara kita kekinian. Apalagi sekedar hendak menenangkan hati, cenderung mencari pembenaran atas ketidakmampuan. Menurut Khalid, hadist yang menganjurkan kita untuk berperilaku "zuhud dan ingat mati" tidak lain sekedar memberikan ketenangan pada mereka yang sangat rendah diri agar tidak bersedih. Perintah semacam itu menurut Khalid adalah sebuah metafora/kritik (majziyatu al-ma'n) masyarakat Islam supaya memiliki progresifitas, optimisme, dan tahan banting.

Ketakutan pada ilahi yang buahnya adalah kebahagiaan akhirat itu penting. Tapi bukan ketakutan yang menjadikan stagnan di dunia, apalagi menjauhinya. Menumbuhkan keyakinan bahwa sakit yang menimpa diri adalah bagian dari ampunan Tuhan itu juga hal baik. Tapi bukan sakit yang tanpa ikhtiar, apalagi anti sains. Keyakinan bahwa lapar menyehatkan itu pun tidak kalah baik, tapi bukan lapar yang diakibatkan karena kita bertahan dalam kemiskinan apalagi sambil mencibir kekayaan dan terkurung di sangkar logika "mending miskin tapi tenang dan tidak resah, daripada kaya tapi gelisah". Pandangan etis soal kekayaan alam di dunia ini adalah milik Tuhan dan oleh karenanya tidak diperkenankan merusakknya tentu baik. Tapi jangan sampai jatuh pada keterbelakangan oleh sebab tidak mampu memanfaatkannya.

Khalid sangat keras mengecam karakter "zuhudisme" yang demikian karena akan berdampak pada keyakinan "kesederhanaan (al-faqr) adalah baik (mahbub)", yang cenderung dapat jatuh dalam lubang yang tidak disukai Rasul; keterbelakangan. Menghembuskan wacana "al-faqr mahbub" jelas bentuk tidak adanya upaya untuk berkemajuan.

Khalid di lain sisi juga tidak begitu simpati terhadap mereka yang melulu mengagung-agungkan "sedekah" sebagai penyeimbang ekonomi umat. Bukan karena hal itu dapat meminimalisir orang-orang miskin dan menggembirakan mereka, tapi Agama sejatinya melihat lebih dari itu. Agama menganjurkan bahwa upaya-upaya pengentasan kemiskinan juga tidak semestinya meninggalkan upaya lain untuk keluar dari lubang kemiskinan, misalnya mengembangkan system pendidikan.

Secara ekstrim, Khalid melihat upaya glorifikasi terhadap pentingnya sedekah tanpa memberi pemahaman rasional terhadap masyarakat tentang nilai-nilai hak dan kewajiban diri, sesama, dan alam semesta, merupakan perbuatan syirik kecil.

Khalid juga gelisah terhadap apa yang ia sebut sebagai musuh terbesar umat Islam, "al-mugoffaln al-nfi'n"; mereka yang tidak memiliki kapabilitas tapi menduduki tempat-tempat strategis mengayomi rakyat. Mereka ini bukan tidak dikenal baik oleh masyarakat. Mereka dikenal santun. Terlihat ikhlas berjuang. Tampak merakyat. Tapi tidak cakap. Baik tapi tidak tangkas. Jujur tapi culas. Ikhlas tapi tak tuntas. Merakyat tapi tidak trengginas. Santun tapi menindas.

Khalid juga menyebutkan bahwa yang termasuk al-mugoffaln al-nfi'n adalah mereka yang dianggap negarawan dan pemimpin, tapi membiarkan rakyatnya terus menerus dalam keterbelakangan. Seolah fokus meningkatkan keuntungan lingkar elit kekuasaan. Rakyat nyaris tak dapat menyentuh ruang kebebasan, mendayung lebih kuat meninggalkan ketertinggalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun