Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mendobrak Stereotipe Gender Lewat Pendidikan

2 Mei 2023   17:08 Diperbarui: 4 Mei 2023   09:47 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
anak-anak laki-laki dan perempuan belajar di sekolah-photo by max fischer from pexels

Siapa yang masih ingat dengan pelajaran SD berikut ini,'Ibu sedang memasak, ayah membaca koran'? 

Baru sadar kan, kalau ternyata stereotipe gender ikut dilestarikan melalui pendidikan? 

Zaman sudah semakin maju. Di era industri 4.0. ini, kalau buku-buku pelajaran atau guru-guru masih menormalisasi 'Ibu sedang memasak, ayah membaca koran' tanpa mau melihat dan mengajarkan realitas lain pada anak didik, ini sama saja dengan melanggengkan pendidikan ala kolonial.

Untuk memahaminya, mari kita tengok sejenak sejarah pendidikan formal abad ke-19. 

Sebelum kolonialisme, pendidikan bagi masyarakat negara 'dunia ketiga' sebagian besar bersifat informal. Mereka biasa belajar di berbagai tempat, seperti di rumah, di jalanan, di kebun dan sebagainya. Karakteristik pekerjaan saat itu pun belum sekompleks ketika kolonialisme datang. 

Ketika kolonialisme masuk, sekolah formal didirikan oleh kolonial Eropa dan mendidik anak-anak laki-laki maupun perempuan untuk menjadi instrumen eksploitasi manusia dan material pihak kolonial. 

Pembagian kerja yang didasarkan pada stereotipe peran gender pun diperkenalkan. 

Perempuan yang diasosiasikan sebagai 'instrumen lunak' distereotipekan dengan bergantung pada laki-laki dan berperan dalam fungsi pengasuhan. Sementara laki-laki dikonstruksikan secara sosial sebagai individu yang kuat, kompetitif dan berperan sebagai pencari nafkah. 

Pendidikan formal di bawah kolonialisme mempersiapkan laki-laki untuk berperan aktif di ruang publik, seperti mengembangkan kompetensi teknis untuk bekerja di berbagai sektor ekonomi. Sementara pendidikan bagi anak perempuan ditujukan untuk dapat menjalani kehidupan rumah tangga, menjadi ibu dan ibu rumah tangga yang baik. 

Sayangnya, paradigma pembagian kerja tradisional seperti itu masih terus diajarkan lewat pendidikan zaman modern meski kolonialisme sudah lama berlalu. Padahal permasalahan sosial, ekonomi dan politik kiwari kian kompleks. Pola pikir yang dengan kaku mengharuskan perempuan untuk hanya mengurus dapur, sumur, kasur sudah tidak relevan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun