Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Batas antara Ruang Publik dan Privat Tidak Perlu Sekaku Itu

8 Maret 2023   22:28 Diperbarui: 9 Maret 2023   05:51 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pasangan berbagi peran (Sumber gambar dari kompas.com)

Saya tidak habis pikir mengapa sesukses apapun karier, pencapaian atau kontribusi perempuan di ruang publik, ia masih saja dituntut atas tanggung jawabnya di ruang privat. Pertanyaan-pertanyaan tentang siapa yang mengurus anak kalau ibunya sibuk kerja selalu dialamatkan kepada perempuan. 'Bikin'nya berdua kok yang harus mengurus cuma ibunya? 

Hal inilah yang kerap membuat perempuan terpaksa menyerah pada pekerjaan, mimpi bahkan hobinya. Entah ia merasa tidak lagi punya waktu untuk dirinya sendiri atau takut dicap egois dan tidak bertanggung jawab. 

Urusan Privat yang Perlu Diintervensi 

Negara, sebetulnya memang tidak perlu masuk terlalu dalam mengurusi urusan privat warga negaranya, selama tidak mengganggu ketertiban umum. Namun, perubahan untuk nasib perempuan di ruang privat, siapapun harus terlibat di dalamnya. 

Ketidakberdayaan perempuan di ruang privat, dampaknya besar dan tidak hanya terbatas pada ruang privat. 

Bayangkan jika perempuan tidak mendapat akses pendidikan yang baik lalu dinikahkan di bawah umur. Bisakah ia menjadi perempuan yang berdaya di rumah tangganya? Bisakah ia berfungsi sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya? Peradaban atau generasi macam apa yang akan hadir di kemudian hari jika perempuan tidak memperoleh hak dasarnya atas pendidikan, kesehatan atau pekerjaan yang layak? 

KDRT itu juga ranah privat. Namun, butuh diintervensi karena itu merupakan tindakan yang merendahkan harga diri dan martabat kemanusiaan. Pelaku KDRT sejatinya sudah merampas hak orang lain untuk mendapatkan rasa aman dari tindakan yang membahayakan atau mengancam keselamatan dirinya. 

Aman dan Berdaya di Ruang Privat Maupun Publik 

Seiring dengan perkembangan zaman, ruang publik dan privat seharusnya menjadi sesuatu yang cair. Keduanya bisa saja bertukar atau dijalankan secara bergantian oleh perempuan dan laki-laki, tergantung situasi, kondisi dan kebutuhan masing-masing pihak. 

Ada laki-laki KK, ada juga perempuan KK. Ada keluarga yang pencari nafkah utamanya adalah laki-laki dan perempuan yang mengurus rumah tangga. Sementara di keluarga lain, berlaku sebaliknya. Mana saja yang terjadi, bukanlah sesuatu yang aneh atau mesti dipandang negatif. 

Setiap orang atau keluarga punya kondisi dan kebutuhan yang berbeda. Kita tidak bisa memaksakan kehidupan yang kita jalani pada mereka. 

Sebagaimana yang tertulis dalam artikel yang saya baca tadi pagi itu, jika perubahan di ruang publik mengandalkan regulasi, perubahan di ruang privat mengandalkan kerja budaya. Tinggal bagaimana kita 'mengintervensi' urusan privat itu dengan cara apapun yang bisa kita lakukan untuk menciptakan ruang privat dan publik yang aman dan memberdayakan. 

Selamat Hari Perempuan Internasional 2023. Selamat beristirahat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun