Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Catatan dan Harapan di Hari Pers Nasional 2023

10 Februari 2023   12:40 Diperbarui: 10 Februari 2023   12:50 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disrupsi digital dalam industri media turut mengubah cara masyarakat dalam mengonsumsi informasi. Dari yang awalnya mengonsumsi informasi melalui media cetak menjadi media elektronik dan daring. Kondisi ini akhirnya membuat oplah surat kabar semakin menurun yang juga berpengaruh pada pendapatan dan keuntungan media yang bersangkutan. 

Media pun dituntut untuk berinovasi agar bisa beradaptasi meski membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sementara itu, di sisi lain media harus mampu menjaga independensi dan kepercayaan publik di tengah tekanan dan tantangan zaman yang beberapa di antaranya adalah minimnya budaya baca dan tingginya minat menonton masyarakat, yang sayangnya belum dibarengi dengan tingkat literasi yang baik serta kompetisi antar media untuk menjadi yang pertama dan tercepat dalam menghadirkan informasi. 

Temuan dari survei yang dilakukan oleh Litbang Kompas pada 25 Januari-4 Februari 2023 terhadap 1.203 responden di 38 provinsi menunjukkan sebanyak 70,2% responden mengaku masih mempercayai pemberitaan di media arus utama seperti televisi, radio, surat kabar cetak dan berita daring. Adapun 19,9% responden menyatakan tidak percaya dengan pemberitaan di media arus utama. 

Media sosial yang menempati peringkat kedua dengan persentase 20,9% sebagai kanal sumber informasi yang paling dipercaya responden saat ini, tentu tak bisa dilepaskan dari rentannya penyebaran berita bohong dan disinformasi. Pemberitaan yang hanya ditampilkan secara singkat dan seringkali dipotong seenaknya, membuat konteks informasi tidak ditampilkan secara utuh sehingga dapat menimbulkan pemahaman yang keliru dan sesat. 

Masyarakat pun menghadapi apa yang disebut sebagai tsunami informasi. Fenomena ini menjadi fenomena global yang menyebabkan publik menghindari pemberitaan (news avoidance) dan kelelahan terhadap berita (news fatigue). Reuters Digital News Report 2022 bahkan melaporkan sebanyak 48% publik global sudah tidak percaya lagi dengan berita dari media manapun. 

Loyalitas pada Brand Bukan Lagi yang Utama 

Survei Kompas tersebut juga menunjukkan bahwa kini publik tidak lagi menjadikan brand media sebagai pilihan utama dalam mempercayai pemberitaan. Alasan utama responden justru terletak pada sumber informasi dari pihak berwenang (data resmi, rilis lembaga, pernyataan tokoh) dengan persentase sebesar 34,7%. 

Selain itu, publik lebih memilih mengkonsumsi informasi yang sesuai dengan kebutuhan. Misalnya, generasi Z yang lebih membutuhkan informasi tentang kemandirian finansial atau isu-isu lingkungan hidup. 

Ketika media arus utama dirasa belum dapat memenuhi permintaan dan kebutuhan publik akan informasi yang semakin beragam, sebagian tidak ragu untuk beralih ke media alternatif yang dianggap lebih mampu mengakomodir isu-isu tertentu yang belum banyak diangkat oleh media arus utama. 

Saya, misalnya, suka mengonsumsi informasi yang berkaitan dengan lingkungan dan krisis iklim, psikologi dan kesehatan mental, sejarah dan isu-isu perempuan. Kadang, informasi yang saya butuhkan tidak ditemukan di media arus utama. Kalaupun ada, informasinya kurang mendalam dan sudut pandangnya terbatas karena kurang beragamnya narasumber yang dimintai pandangan atau keterangan. 

Alasan-alasan inilah yang mendorong saya untuk mengonsumsi informasi dari media alternatif di samping media arus utama. Belum lagi, di media alternatif, saya bisa menemukan sudut pandang lain yang berbeda, tidak biasa dan kadang cukup kontroversial. Dan saya senang ketika pandangan kontroversial itu ternyata relate dengan pilihan hidup, sikap atau pemikiran saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun