Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Fenomena Remaja Citayam dan Kebutuhan Masyarakat Akan Ruang Publik yang Inklusif

22 Juli 2022   10:24 Diperbarui: 23 Juli 2022   09:15 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi anak-anak muda sedang nongkrong di Terowongan Kendal, Dukuh Atas, Jakarta Pusat-foto oleh kompas.com/Muhammad Naufal

Ruang publik spontan tercipta atas inisiatif masyarakat, sedangkan ruang publik yang didukung pemerintah---sesuai dengan namanya---memiliki standar tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah.

ilustrasi pedestrian Malioboro sebagai contoh ruang publik yang dikelola oleh pemerintah-dokpri Luna Septalisa
ilustrasi pedestrian Malioboro sebagai contoh ruang publik yang dikelola oleh pemerintah-dokpri Luna Septalisa

Pedestrian kawasan Malioboro adalah contoh ruang publik di Yogyakarta yang didukung oleh pemerintah. Ruang publik jenis ini biasanya juga ditujukan untuk mendukung pariwisata. Oleh karena itu, ia ditata, dipelihara dan dipercantik sedemikian rupa dengan penyediaan kantong-kantong parkir di tempat tertentu, relokasi PKL ke Teras Malioboro 1, 2 dan Slasar Malioboro serta adanya bangku-bangku di sepanjang trotoar dari depan Hotel Ina Garuda sampai perempatan KM 0. 

Eksistensi Ruang Publik 

Menurut UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yakni ruang publik, dikatakan dapat berupa Ruang Terbuka Hijau Publik (RTHP) dan Ruang Terbuka Non Hijau Publik (RTNHP), dengan proporsi sebesar 30% dari luas wilayah kota. 

Peraturan Menteri (Permen) PU Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan juga merinci proporsi 30% tersebut menjadi 20% RTHP dan 10% RTH privat. 

Sayangnya, penerapan aturan tersebut masih jauh dari standar. 

Data Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta mencatat jumlah RTH di DKI Jakarta mencapai 3.131, yang meliputi taman kota, taman lingkungan, taman interaktif dan jalur hijau jalan. RTH terbanyak berada di wilayah Jakarta Pusat dengan 913 RTH. 

Meski ketersediaan RTH hampir merata di seluruh wilayah DKI Jakarta, jumlahnya hanya 9,98% dari total luas wilayah. Sementara di daerah penyangga Ibukota, persentase RTH hanya 6-7% dari total luas wilayah. Masih sangat jauh dari standar 30%. 

Minimnya ketersediaan ruang publik tidak hanya menjadi masalah bagi masyarakat di wilayah Jabodetabek. 

Kota Yogyakarta, dengan luas wilayah 3.250,01 hektare, luas RTH hanya 18% dari luas wilayah. Eksistensinya pun dalam beberapa tahun terakhir semakin terdesak oleh pembangunan hotel, kafe maupun perumahan penduduk. Akibatnya, RTH yang berada di tengah kota mulai terdesak ke daerah sub-urban atau daerah pinggiran. 

Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi DI Yogyakarta mengatakan bahwa luas total RTH Kota Yogyakarta sebesar 579 hektare itu tersebar di 840 titik. Itu pun yang luas areanya lebih dari 5 hektare hanya ada di 9 titik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun