Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dari Kesedihan hingga Pertanyaan-pertanyaan Iseng Dalam Kepala: Bahan Bakar Saya dalam Merangkai Kata-kata

28 Mei 2021   12:57 Diperbarui: 28 Mei 2021   13:38 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi-image by free photos from pixabay

Konon, seorang seniman dan pujangga yang sedang berada pada puncak ekstasenya, bisa tidak tidur semalaman atau berhari-hari untuk merampungkan sebuah karya. Karya mereka adalah media sekaligus cara mengomunikasikan emosi yang kuat yang timbul dari pengalaman fisik maupun spiritual.

Maka, tidak heran kalau mereka bisa bekerja seperti orang kesetanan hingga lupa makan, mandi dan tidur. Karena jika tidak segera dituntaskan, inspirasi itu akan menguap. Bagi seorang seniman dan pujangga, inspirasi itu mahal. Ia bagaikan harta karun berharga yang sayang sekali kalau dibiarkan lewat dan hilang begitu saja.

Kurang lebih begitu yang pernah saya dengar. Mohon maaf kalau kurang tepat karena saya bukan seniman atau pujangga.

Saya juga bukan seorang penulis. Bukan pula seseorang yang bekerja di bidang tulis-menulis. Saya hanya seseorang yang suka menulis dan sesekali mendapat keuntungan materil dari tulisan-tulisan tersebut.

Saya tidak begitu ingat kapan pertama kali saya mulai suka menulis. Mungkin sejak SMP, ketika saya bergabung di ekskul jurnalistik. Saat SMA pun saya mengambil ekskul yang sama. Waktu kuliah saya sempat diberi amanah oleh Ketua Divisi Riset dan Kajian untuk menjadi penanggung jawab buletin triwulanan di organisasi tempat saya bergabung.

Jejak pemikiran saya sebenarnya bisa ditelusuri mulai dari tulisan-tulisan saya saat masih sekolah. Sayangnya, sedikit sekali yang bisa diselamatkan. Tahu begini, seharusnya saya dokumentasikan saja ya, biar tidak hilang.

Selepas kuliah dan mulai bekerja, saya tidak lagi aktif menulis. Entah karena kesibukan atau saya yang sok sibuk sehingga cari-cari alasan.

Hingga suatu ketika, saya mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan dalam hidup saya. Seandainya hal itu terjadi saat saya masih sekolah atau kuliah, saya lebih mudah melupakan rasa sakit itu dengan berkumpul, sambat dan hahahihi dengan teman-teman.

Tapi, karena teman-teman sudah banyak yang lulus, bekerja di kota lain bahkan ada yang sudah menikah, waktu bertemu dan berkumpul tentu tidak semudah saat kami masih berstatus pelajar atau mahasiswa. Sebenarnya saya bisa saja mengubungi mereka lewat chat, telepon atau video call.

Tapi, saya memilih tidak melakukannya karena tidak ingin mengganggu kesibukan mereka. Lebih tepatnya tidak ingin membebani siapa pun dengan masalah yang sedang saya hadapi. Alasan lain karena saya tidak suka terlihat lemah dan rapuh di depan orang-orang yang saya sayangi. Aih.

Di titik itulah saya kembali menulis. Meskipun hanya di buku diary. Tapi saya merasa lega setelah melakukannya. Rasanya seperti nostalgia dengan masa-masa kecil dan remaja dulu ketika masih suka menulis diary. Bahkan pernah punya diary bersama antara saya dengan tiga sahabat saya semasa sekolah.

Singkat cerita, di pertengahan tahun 2019, saya menemukan Kompasiana, sebuah blog warga dengan banyak anggota (disebut Kompasianer) dari seluruh Indonesia dengan beragam latar belakang agama, suku, profesi, pendidikan dan sebagainya. Saya pikir itu menarik dan bergabunglah saya di rumah besar Kompasiana hingga saat ini.

Saya yang saat itu belum "sembuh" benar dari keterpurukan, menjadikan Kompasiana sebagai diary digital tempat saya melampiaskan emosi. Waktu itu memang belum ada sub kategori "Diary" seperti sekarang. Tapi kalau sudah ada pun, tidak mungkin lah saya ceritakan masalah dan keluhan saya secara gamblang haha.

Jadi, saya "samarkan" saja (kalau masih ketahuan juga ya sudah) dengan merangkai puisi ala kadarnya. Begitulah saya memulai debut sebagai Kompasianer.

Saya sempat iseng menghitung, awal-awal bergabung, sepanjang 2019, dari 88 tulisan saya di Kompasiana 72 di antaranya adalah puisi yang isinya adalah luapan rasa sakit, sedih, marah, penyesalan dan kekecewaan saya pada diri sendiri, orang-orang dan keadaan pada saat itu.

Seiring berjalannya waktu dan sembuhnya luka-luka masa lalu, apakah saya masih menganggit puisi-puisi pilu?

Oh, tentu masih haha. Tapi tidak sesering dulu. Walaupun masih saya lakukan, setidaknya keadaan saya sekarang jauh lebih baik dan bahagia.

Walaupun puisi saya pilu, sendu, galau dan kinda dark gitu, tapi tidak semuanya bertema romansa dan patah hati. Ada juga yang tentang keagamaan, pelajaran-pelajaran hidup bahkan sosial-politik seperti puisi berikut ini.

Sekarang saya lebih banyak menulis artikel panjang biar lebih gampang dapat banyak pembaca dan K-Reward yang bersumber dari keresahan atau pertanyaan-pertanyaan iseng dalam kepala.

Biasanya keresahan atau pertanyaan-pertanyaan itu muncul setelah membaca (termasuk blog walking ke beberapa artikel Kompasianer). Bisa juga setelah mengalami suatu kejadian, menonton sebuah tayangan (berita, film, video dan lain-lain) atau mendengar lagu. Pokoknya dari siapa dan apa saja.

Kemudian saya akan merenungkannya sejenak. Menangkap pesan, baik yang implisit maupun eksplisit. Ketika timbul keresahan atau pertanyaan, saya akan catat dulu di buku agenda yang biasa saya bawa kemana-mana atau di notes HP. Itulah ide yang berpotensi jadi karya, yang bisa saya eksekusi kapan saja. Tidak harus menunggu saat saya sedang merasakan emosi-emosi tertentu. Saya hanya harus pintar-pintar cari kesempatan dan menyisihkan waktu untuk menuliskannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun