Toxic positivity bisa diartikan sebagai suatu pola pikir optimis yang fokus pada emosi positif secara berlebihan di berbagai macam situasi dan menolak serta menganggap remeh emosi yang sebenarnya dirasakan saat itu.Â
Intinya adalah orang yang mengidap toxic positivity akan terus-menerus menipu diri sendiri dengan menganggap bahwa semua hal baik-baik saja. Padahal kondisi yang dialaminya jelas tidak baik-baik saja.Â
Kalau Anda pernah mendengar orang berkata, "tetap tersenyum walau hati menangis", kurang lebih begitulah gambaran toxic positivity.Â
Seberapa bahaya Apakah Toxic Positivity?Â
"Emang salah ya kalau kita menyemangati orang yang sedang ada masalah dengan kata-kata positif?"
Tidak ada yang salah dengan menyemangati atau memotivasi mereka yang sedang punya masalah. Tapi, dengan mengucapkan kata-kata yang terindikasi toxic positivity tadi bukan cara yang bijak.Â
Alih-alih membuat mereka termotivasi sehingga bangkit dari keterpurukan, bisa jadi mereka malah merasa jengkel atau semakin sedih.Â
Apalagi kalau Anda mulai membanding-bandingkan masalah yang dialami orang tersebut dengan masalah Anda atau orang lain. Ia akan merasa tidak dihargai dan Anda dianggap meremehkan masalah yang dialaminya.
Lalu, seberapa bahaya apakah toxic positivity itu?Â
1. Tidak dapat mengidentifikasi emosi atau perasaannya sendiriÂ
Hal ini akan membuat pengidapnya tidak dapat berpikir realistis sehingga kesulitan menemukan solusi yang tepat dari masalah tersebut.Â
2. Mematikan rasa empatiÂ
Orang yang curhat, entah yang cuma butuh didengar atau sekalian minta saran, pasti berharap agar setelah curhat bisa lebih tenang dan menemukan jalan keluar.