Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sejauh Manakah Online Shaming Bisa Diterima Sebagai Sanksi Sosial?

4 Oktober 2020   14:14 Diperbarui: 5 Oktober 2020   12:54 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi online shaming-gov.il

Komentar-komentar menarik dari Kompasianer di artikel saya yang berjudul Online Shaming, Memberi Efek Jera atau Sekadar Melampiaskan Amarah?, rupanya menginspirasi saya untuk menulis artikel lanjutan tentang online shaming. Misalnya, komentar menarik dari Kompasianer, Mas Deddy Husein Suryanto berikut ini. 

hasil tangkapan layar-kompasiana.com
hasil tangkapan layar-kompasiana.com

Atau komentar dari Kompasianer, Pak Sutrisno S Parasian Panjaitan berikut ini. 

hasil tangkapan layar-kompasiana.com
hasil tangkapan layar-kompasiana.com

Jadi, dari mana sih asal mula adanya online shaming? Siapa saja kah korban online shaming? Sejauh manakah online shaming bisa diterima sebagai sanksi sosial? Apa yang sebaiknya kita lakukan untuk terhindar dari risiko online shaming? 

Kecenderungan untuk Mempermalukan Orang Lain

Online shaming sendiri adalah suatu tindakan mempermalukan orang lain yang dilakukan dengan cara menghina, menguntit atau menyebarkan ancaman kepada si korban. 

Online shaming bisa muncul akibat ucapan-ucapan, tindakan atau unggahan-unggahan seseorang di media sosial. Lalu, mengapa ada orang yang senang mempermalukan orang lain, terutama di dunia maya? 

Jauh sebelum dunia mengenal internet dan sosial media, keinginan manusia untuk mempermalukan orang lain sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Salah satu praktik shaming di dunia nyata pada masa lampau adalah penyaliban para pelaku kriminal yang dilakukan oleh masyarakat Yahudi. 

Foucault, dalam bukunya yang berjudul Disiplin Tubuh, memaparkan pemikirannya mengenai praktik shaming setelah mengamati kegemaran masyarakat Perancis menonton penyiksaan yang kejam pada abad 17 hingga awal abad 18. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun