Mohon tunggu...
AL Widyawan
AL Widyawan Mohon Tunggu... Administrasi - Praktisi HRD, konsultan dan trainer

Penyuka internet, membaca (filsafat, teologi, manajemen, fiksi), menulis, jalan-jalan, nongkrong makan, musik, sesekali berenang ala skin diving, belakangan mencoba light off road. Dan terakhir praktisi HRD, konsultan dan trainer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tanggung Jawab dan Partisipasi dalam Pemilu

21 November 2013   20:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:50 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tingkat partisipasi masyarakat pada Pemilihan Umum (Pemilu) di era reformasi cenderung menurun. Penurunan partisipasi masyarakat mengikuti Pemilu terlihat dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pada tahun 1999 sebesar 92,7 persen, tahun 2004 sebesar 84,07 persen, tahun 2009 sebesar 71 persen.

Hasil survei Lembaga Survei Proximity menyebutkan partisipasi pemilih dalam ajang Pilgub Jawa Timur 2013 mengalami kenaikan. Hasil sementara survei di 322 Tempat Pemungutan Suara (TPS) dari 400 TPS sample, menunjukkan tingkat partisipasi pemilih sebesar 63,38 persen. Ini naik ketimbang tingkat partisipasi pemilih Pilgub sebelumnya pada 2008 sebesar 58 persen. Naiknya tingkat partisipasi pemilih ini mereduksi angka golput. Meski begitu, partisipasi pemilih tidak akan lebih dari 60 persen. (Tempo.com 30/8/13).

Partisipasi Rendah

Rendahnya pastisipasi masyarakat dalam Pemilu terjadi karena berbagai faktor, antara lain: kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara pemilihan umum dan partai politik. Juga karena Pemilu dirasa tidak menghasilkan pemimpin yang memberikan perubahan yang nyata.

Di lapangan, berdasarkan pemantauan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur, partisipasi masyarakat mencoblos di TPS memang beragam. Angkanya berada di kisaran 50 persen. Ada juga beberapa TPS yang bisa mencapai 80 persen. Menurunnya tingkat partisipasi merupakan fenomena akumulatif sejak Pemilu 1999. Tapi semakin ke belakang, angka itu terus turun.

Penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) oleh KPU yang dinilai amburadul, diprediksi akan berdampak terhadap rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu. Hal ini diperburuk dengan sistem politik transaksional yang diwarnai kecurangan. Berkenaan dengan calon legislatif, selama ini kurang ada keberanian calon legislatif melakukan kontrak politik. Hal ini mengindikasikan mereka hanya menjadikan masyarakat sebagai komoditas politik semata.

Tanggung Jawab dan Partisipasi

Lepas dari aneka lemahnya dinamika politik di Indonesia, pada 16 September lalu, dalam homili di Domus Santa Martha, Paus Fransiskus menegaskan bahwa umat tidak boleh acuh tak acuh terhadap politik, tetapi harus memberikannasehatserta doa-doa mereka agar para pemimpin mereka dapat memberikan yang terbaik dengan rendah hati dan cinta. Paus menolak gagasan bahwa orang Katolik yang baik tidak ikut campur dalam politik. Ia mengatakan bahwa “Itu tidak benar. Itu bukan jalan yang baik,” tegas Bapa Suci, seperti dilaporkan Radio Vatikan.

Menurut Paus Fransiskus, seorang yang baik hendaknya terlibat dalam bidang politik, dengan memberikan yang terbaik dari dirinya sendiri. Tak satu pun dari umat mengatakan, saya tidak ada hubungannya dengan politik. Sebaliknya, ia menekankan umat harus ikut bertanggung jawab untuk berpartisipasi dalam politik sesuai dengan kemampuan mereka. Karena, berpolitik, sesuai dengan Ajaran Sosial Gereja, merupakan salah satu bentuk tertinggi dari karya amal, karena melayani kepentingan umum. Bapa Suci mencontohkan bahwa kadang-kadang orang mengkritik pemimpin mereka, mengeluh tentang hal-hal yang tidak berjalan dengan baik. “Janganhanya mengeluh, kita harus memberikan diri kita sendiri, ide-ide kita, saran kita, dan doa-doa kita,” kata Bapa Suci.

Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), dalam Sapaan Pastoral menjelang Pemilu tahun 2004 lalu mengatakan bahwa Pemilu bukan satu-satunya ukuran dalam berdemokrasi, "tetapi dengan melibatkan diri di dalamnya, kita dapat melakukan pendidikan politik, dengan harapan bahwa kita menjadi sadar bahwa kita tidak dapat membebaskan diri dari tanggung jawab kita sebagai warga masyarakat dan warga negara." Para Uskup menghimbau agar umat memilih calon pemimpin yang mengamalkan nilai-nilai luhur agamanya dan menghargai orang-orang di luar agamanya sendiri. Para Uskup mengajak umat untuk melanjutkan pembicaraan reflektif, seraya mengatakan bahwa pilihan mereka sangat menentukan bagi proses perjalanan bangsa ini.

Animasi dan Sosialisasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun